Melihat Wajah Demokrasi Indonesia

344
Muliadi
Muliadi

Membahas perihal demokrasi tentunya menjadi hal yang begitu menarik apalagi di indonesia sendiri seperti yang kita ketahui menerapkan sistem demokrasi.

Sebelum jauh melangkah, penulis ingin sedikit mengemukakan apakah yang dimaksud dengan sistem Demokrasi . Kata demokrasi pertama kali dikemukakan oleh para pengikut mazhab politik, dan filsafat yunani kuno di athena yang diketuai oleh Cleisthenes pada tahun 508 – 507 SM , Demokrasi terdiri dari 2 kata yaitu demos dan kratos , demos yang berarti rakyat, dan kratos/kratein yang berarti pemerintah , yang bila di tafsirkan berarti pemerintahan rakyat.

Demokrasi adalah sebuah sistem yang yang melibatkan rakyat dalam berlangsungnya tata kelola pemerintahan , sebagaimana adagium tersohor perihal demokrasi yang pernah di gaungkan oleh mantan presiden amerika ke-16 ( Abraham Lincolin ) yang mengatakan demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat , oleh rakyat , dan untuk rakyat (From People , for people , and by people). Pemerintahan untuk rakyat mencerminkan ide bahwa pemerintahan ada demi warga negara bukan demi kepentingan para penguasa , karena jika demi kepentingan penguasa maka namanya akan beda lagi.

Demokrasi sendiri mempunyai beragam jenis , yang diantaranya demokrasi langsung dan demokrasi representatif . Demokrasi di indonesia memakai sistem demokrasi representatif atau sistem perwakilan yang dimana rakyat memilih para wakilnya yang kemudian para wakil itulah yang menciptakan hukum.

Berbicara ihwal demokrasi representatif ini merupakan gagasan yang di perjuangkan oleh salah satu filsuf kenamaan asal inggris yang bernama John Stuart Mill , yang karena baginya Demokrasi representatif merupakan satu-satunya cara agar sistem demokrasi dapat bertahan di dunia modern . Dan memang benar kata Mill, demokrasi hasil gagasannya tersebut hingga kini masih tetap eksis bahkan diterapkan juga di negara kita indonesia.

Namun, muncullah sebuah pertanyaan apakah di negara indonesia sudah menerapkan Demokrasi sesuai yang diidamkan para pemikir pencetusnya? Ini tentunya menjadi tanda tanya besar yang masih melayang-layang tanpa arah dan kepastian, sudahkah indonesia menerapkan Demokrasi yang berkedaulatan rakyat/berpemerintahan rakyat seperti asal muasal katanya ?

Hidup dalam negara yang memakai prinsip demokrasi sudah seyogianya menjunjung tinggi asas-asas dalam kehidupan berdemokrasi yang diantaranya adalah :

  1. Terjaminnya hak kebebasan berpendapat
  2. Hak atas kesetaraan
  3. Hak atas kepemilikan .

Tetapi ini sangat disayangkan jika kita melihat situasi dan kondisi yang terjadi di negeri ini rupanya asas-asas demokrasi itu telah lumayan ‘lumpuh’ , kata lumpuh yang penulis tuliskan tentunya bukan tak berdalil , ini bisa kita saksikan dimana kondisi yang terjadi di negeri ini hak kebebasan berpendapat yang diwujudkan salah satunya lewat tindakan mengkritik pemerintah kini seakan-akan telah menjadi teror tersendiri bagi pemerintah , hal ini sangat disayangkan yang padahal menurut hemat penulis kritik dapat menjadi salah satu obat mujarab demi perkembangan demokrasi kearah yang lebih baik

Para pemegang tambuk kekuasan di tanah ibu pertiwi ini rupanya terlalu melebih-lebihkan dan juga terbilang cukup baperan dalam menanggapi kritik. Kritik yang ditujukan kepada penguasa jika bisa ditindak dengan lebih ‘dingin’ tentunya akan berbuntut kebaikan dan perkembangan untuk bangsa ini sendiri.

Namun apalah daya nasi telah terlanjur menjadi bubur kini kritik yang seyogianya dapat menumbuh kembangkan perdemokrasian kini sudah seakan-akan menjadi momok menakutkan bagi penguasa panggung perpolitikkan tanah air . penulis menduga para penguasa rezim ini menganggap dengan adanya kritik-kritik kritis dari elemen masyarakat dapat menghilangkan kewibawaan sebagai seorang pemimpin dan menggoyahkan ‘singgasana’ perpolitikkan yang sedang mereka tumpangi sekarang, yang dimana fallacy semacam ini bisa dipastikan muncul dari sifat antagonis serta ketamakkan penguasa untuk tetap terus melanggengkan posisi status quo . Padahal pada hakikatnya jika kita mengutip teori klasik dari filsuf tersohor yunani kuno ( Aristoteles ) yang konon juga merupakan bapak ilmu politik yang notabene sudah pasti menguasai seluk beluk perpolitikkan dia mengatakan bahwa ” politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama ” bukan untuk kebaikan segelintir kaum penguasa.

Penulis ingin sedikit mengulas peristiwa yang tentunya masih hangat di memory kita dimana salah satu kampus tanah air yang hanya ingin sekedar mengkaji tentang ” upaya pemakzulan presiden dimasa pandemi ditinjau dari sistem ketatanegaraan “ langsung menuai teror yang salah satunya adalah pemateri terancam akan dibunuh . Kita tentu patut curiga bahwa teror tersebut dilakukan oleh oknum-oknum ataupun fans fanatik rezim yang berkuasa, tetapi penulis tidak ingin lebih eksplisit membahas persoalan ini karena dapat menjadi batu sandungan ataupun bahaya bagi penulis sendiri mengingat situasi di rezim ini yang rupanya tidak lagi memungkinkan untuk dikritik lebih jauh dan lebih kritis melihat fenomena-fenomena yang terjadi belakangan ini.

Beberapa hari yang lalu juga kembali mencuat di media dimana salah satu komika tanah air ‘Bintang Emon’ mendapatkan teror yang berupa fitnah dari akun-akun fake yang mencoba menuding dirinya menggunakan narkoba, yang seperti kita ketahui pada beberapa hari yang lalu dirinya sempat membuat video sindiran dalam menanggapi kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) Novel Baswedan . Hal semacam itu menjadi peristiwa yang sukar dipahami akal sehat jika mengingat kita berada di negara yang “katanya” menjunjung nilai demokrasi , mengutip sedikit perkataan Edward Snowden dia mengatakan ” jika mengungkap kejahatan diperlakukan selayaknya pelaku kejahatan berarti anda sedang tinggal di negeri yang dikuasai para penjahat”.

Peristiwa-peristiwa pembungkaman kritik secara terstruktur dengan cara-cara teror tersebut jika semakin masif dilakukan penulis khawatir jika demokrasi yang digaungkan di negeri ini hanyalah berupa ‘topeng’ penutup dan pemanis yang perlahan-lahan mulai mengarah ke otoritarianisme.

Tetapi terlepas dari segala permasalahan yang ada di negeri ini kita patut menanamkan sikap optimistis berharap bahwa rezim saat ini bisa lebih baik kedepan dalam menghadapi kritik-kritik masyarakat yang notabene ditujukan untuk perbaikan negeri ini dengan cara yang lebih dewasa lagi dan tidak dengan cara yang terbilang labil.

Mengakhiri tulisan ini, tentunya kita berharap rezim saat ini tidak mengedepankan sikap anti kritik dan bisa lebih bijaksana dalam menanggapi kritik serta keluhan-keluhan dari masyarakat . Penulis tidak ingin mejustifikasi bahwa rezim ini tampak buruk tetapi sekedar berharap bahwa rezim ini dapat mengindahkan dan lebih menjunjung tinggi nilai-nilai dalam berdemokrasi seperti yang di cita-citakan para pencetusnya terdahulu .

  • Seorang pemimpin adalah penyalur dalam harapan , bukan pembungkam dalam harapan ” Napoleon bonaparte.

 

Oleh : Muliadi
Penulis Merupakan Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Halu Oleo, dan Kader HMI Cabang Kendari

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini