Membawa Sultra ke Jakarta

561
Andi Syahrir
Andi Syahrir

Jarang sekali ada acara diskusi yang menghadirkan para kepala daerah dan warga Sulawesi Tenggara (Sultra), yang diselenggarakan di Jakarta. Paling orang Sultra ketemunya di Kendari.

Hari Jumat, 14 Februari lalu, ada diskusi warga Sultra yang dihelat di Jakarta. Acaranya bernama Sultra Economic Briefing 2020-2024. Temanya “Menuju Sultra Sebagai Lokomotif Ekonomi Baru di Kawasan Timur Indonesia”.

Panitianya sengaja membawa (isu pembangunan) Sultra “di-Jakarta-kan” agar para pengambil kebijakan di lingkaran “paling dekat api” bisa meluangkan waktunya hadir. Meskipun sebentar.

Kepala daerah se-Sultra diundang semua. Dari 17 kepala daerah, hanya empat orang yang datang. Walikota Kendari Sulkarnain Kadir, Walikota Baubau AS Thamrin, Bupati Buton La Bakry, dan Wakil Bupati Buton Tengah La Ntau.

Mereka jadi pembicara. Menyampaikan apa yang mereka lakukan selama memimpin. Termasuk curhat kecil-kecilan.

Gubernur Sultra Ali Mazi menjadi pembicara utama. Ali Mazi sangat mengapresiasi acara itu. Ia meminta agar kegiatan serupa dilaksanakan di Kendari. Dengan peserta dan narasumber yang lebih kompleks. Dilaksanakan secepatnya

Tentu saja, panitia yang dikomandani Abdul Rahman Farisi, mantan akademisi yang kini menjadi politisi dan menjabat sebagai staf ahli BPK, senang bukan main.

Visinya agar Sultra tidak lagi sekadar gerbong yang ditarik-tarik, bagai gayung bersambut. Sultra harus berbenah. Menjadi lokomotif baru. Menjadi pusat ekonomi alternatif setelah Sulawesi Selatan.

Banyak pernyataan Ali Mazi yang inspiratif. Tak jarang terdengar jenaka. Misalnya, cara menghadapi para pelaku illegal fishing di perairan Natuna.

Tidak perlu mengerahkan militer, kata gubernur. Para illegal fishing itu adalah nelayan. Sebaiknya, nelayan berhadapan dengan nelayan. Lengkapi nelayan kita. Kuatkan armada mereka. Kirim mereka ke Natuna. Kalau tidak ada nelayan begitu, saya carikan di Buton. Hadirin ngakak.

BACA JUGA :  Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era UU Omnibus Law

Di kesempatan lain, gubernur merespon anak-anak muda Sultra yang cerdas dan kritis. Tidak usah demo kebijakan saya, ujarnya. Lebih baik temui saya, kita diskusi, supaya kalian paham, dan bantu saya. Dia membutuhkan anak muda yang dapat membantunya mengambil lebijakan

Gubernur akan membentuk staf khusus milenial yang beranggotakan maksimal 20 orang untuk membantunya. Jangan tunggu sampai sekolah (pascasarjana) kalian selesai. Waktu saya tinggal tiga tahun. Jangan sampai saya sudah selesai, kalian belum selesai. Lagi-lagi hadirin ger-geran.

Hanya ada tiga prioritas pembangunannya. Sektor pariwisata, pertanian, dan perikanan. Dia mengawalinya dengan pembangunan infrastruktur di Toronipa, sebuah kawasan wisata pantai, yang menghubungkan Kota Kendari dan Kabupaten Konawe.

Toronipa akan menjadi semacam jembatan yang menghubungkan kawasan-kawasan wisata di Sultra, termasuk Labengki dan Wakatobi. Penerbangan langsung Bali-Wakatobi akan dibuka.

Di sektor pertanian, gubernur tertarik dengan pengembangan padi unggul yang melipatgandakan produksi. Ada perusahaan swasta yang sudah memperkenalkan produknya, baik jenis padi yang dikembangkan maupun model kemitraaannya.

Ia menyinggung pula soal tambang yang menyisakan banyak masalah. Dari perusahaan yang alamatnya palsu, hingga jaminan reklamasi yang tidak dibayarkan. Termasuk tidak ada satupun dokumen perusahaan tambang di masa lalu yang ada di kantornya.

Senator asal Sultra Amirul Tamim turut mengemukakan pandangannya. Menurutnya, Sultra tidak semata dipandang sebagai provinsi. Tetapi sebagai suatu kawasan. Oleh karena itu, wacana pemekaran Provinsi Kepulauan Buton Uharus terus didorong. Sehingga ada dua mesin yang bekerja untuk mewujudkan lokomotif baru.

BACA JUGA :  Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era UU Omnibus Law

Ada pula Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Zulfikar Mochtar. Dia berbicara dengan inspiratif. Mengajak orang Sultra. Kalangan milenialmya untuk terjun ke bisnis perikanan. Menjadikan Indonesia tidak hanya sebagai penghasil Tuna dunia tapi juga sebagai eksportir.

Bayangkan, kata dia, satu dari enam Tuna yang ditangkap di dunia berasal dari Indonesia. Tapi dari jajaran negara pengekspor utama Tuna, nama Indonesia tidak ada. Kenapa? Karena handling kita buruk. Kualitas Tuna yang ditangkap jadinya jelek.

Di penghujung acara, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang sempat dikira tidak akan hadir, mendadak mengkonfirmasi kedatangannya. Tidak lama dia berbicara. Tidak cukup setengah jam.

Tapi kehadirannya “menyelesaikan” banyak masalah. Apapun yang diminta Pak Ali Mazi saya siap back up, katanya.

Dia menantang para kepala daerah. Apa yang kalian ingin lakukan? Saya bantu. Mau sapi? Mau replanting mete? Mengkombinasikan aspal Buton dengan karet Sumatera? Kita buat yuk, bupati tanggung apa, gubernur tanggung apa, saya tanggung apa. Kita MoU. Tantangan menteri disambut tepuk riuh hadirin.

Begitu banyak hal yang diperbincangkan sepanjang sore itu. Tidak sanggup rasanya menuliskannya di sini panjang lebar. Pertama, karena kalian kurang minat membaca yang ginian. Kedua, karena kalian tidak suka membaca tulisan panjang. Sama seperti saya.***

 


Oleh : Andi Syahrir
Penulis Merupakan Alumni UHO & Pemerhati Sosial

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini