Mengenal Aunupe, Desa di Tengah Hutan Wolasi yang Penduduknya Sukses Bertani Organik

1040
Mengenal Aunupe, Desa di Tengah Hutan Wolasi yang Penduduknya Sukses Bertani Organik
DESA AUNUPE - Bank Indonesia Perwakilan Sulawesi Tenggara (Sultra) menjadikan Desa Aunupe, Kecamatan Wolasi, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) sebagai desa percontohan pertanian organik khususnya sayuran. Bawang merah menjadi salah satu yang ditanam secara organik di lahan pertanian desa tersebut. (Sitti Nurmalasari/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Desa Aunupe merupakan salah satu desa di Kecamatan Wolasi, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra). Lokasinya berada dalam hutan di pegunungan Wolasi. Tanahnya subur membuat sebagian besar penduduk desa ini menggantungkan hidup dengan cara bertani dan berkebun.

Namun sayang dalam mengelola tanah pertanian dan perkebunan, petani masih sangat mengandalkan pestisida. Sayang akan potensinya yang diperlakukan dengan salah, Bank Indonesia Sulawesi Tenggara (Sultra) tak tinggal diam.

BI Sultra mulai memasuki desa ini sejak tahun 2015 sampai 2018. Selama tiga tahun memberikan pelatihan untuk menjadikan Desa Aunupe sebagai pilot project pengembangan klaster pertanian organik. Mengolah lahan secara total organik tanpa memanfaatkan bahan-bahan kimia berbahaya.

Ketua LEM Sejahtera Aunupe Maskuri mengatakan, sebelum mengenal konsep total organik petani di desa ini bercocok tanam dengan memanfaatkan pestisida. Sayuran yang dihasilkan pun hanya cantik pada saat sekali tanam. Selanjutnya, tanaman sayuran nampak kurus. Sangat berbeda dengan mengaplikasikan pengembangbiakan secara organik.

“Tanah semakin lama semakin bagus, semakin berkurang kita berikan pupuk. Dan bisa berkelanjutan,” ujarnya saat ditemui di Desa Aunupe, Rabu (5/9/2018) lalu.

Menyadari perlakuan selama ini yang salah, petani desa mulai beralih. Jika sebelumnya mereka selalu memanfaatkan pestisida, kini petani mulai mengolah bahan alami yang ada di sekitar. Dengan menggunakan kotoran sapi sebagai pupuk untuk tanaman. Kemudian, limbah tanaman hortikultura menjadi makanan sapi.

Tantangan Pertanian Organik

Mengenal Aunupe, Desa di Tengah Hutan Wolasi yang Penduduknya Sukses Bertani Organik

Petani Desa Aunupe sukses menghasilkan sayuran yang organik. Kendati demikian, kesuksesan itu tak sejalan dengan keuntungan yang diperoleh dari sisi pemasaran. Petani belum bisa menyediakan pasokan sayur secara berkesinambungan.

”Sebenarnya prospek pemasaran sayuran organik sangat bagus. Hanya saja kami belum bisa menyediakan secara berkelanjutan,” ujarnya.

Kata Maskuri hal ini terkendala oleh kekompakan petani, selain masalah infrastruktur. Sedangkan, kemitraan yang dibangun tentunya harus bisa berkelanjutan. Jangan hari ini putus, besoknya baru tersedia. Inilah alasan mereka belum berani melangkah lebih jauh dalam membangun kemitraan.

Selain ingin mendapatkan pelatihan strategi pemasaran, menurutnya petani juga membutuhkan teknologi terbaru untuk terus melanjutkan pertanian organik ini. Agar dapat melindungi tanaman dari hama pada saat musim hujan.

“Sayur-mayur yang bisa dimasukan ke supermarket kan rata-rata membutuhkan perlakuan khusus untuk melindungi dari hama,” tambahnya.

Meskipun tidak memberikan keuntungan besar, produk pertanian yang dihasilkan petani Desa Aunupe kurang lebih 15 komoditi sayuran dan buah, seperti kacang panjang, buncis, sawi, kangkung, bayam, bawang merah, bawang daun, tomat buah, cabai, termasuk buahan-buahan, untuk sementara masih dipasarkan dari rumah ke rumah dan disuplai ke Pasar Baruga Kota Kendari.

Lanjutnya, walaupun ada beberapa kendala yang tengah dihadapi, namun bercocok tanam dengan cara total organik petani bisa menekan biaya produksi. Penggunaan kompos juga membuat masa panen menjadi lebih panjang. Olehnya itu, petani bakal berupaya untuk terus memenuhi kebutuhan pasar secara berkelanjutan nantinya.

Mengenal Aunupe, Desa di Tengah Hutan Wolasi yang Penduduknya Sukses Bertani Organik
KANDANG SAPI – Kandang sapi yang digunakan sebagai tempat pengumpulan kotorannya untuk menjadi bahan baku pembuatan kompos. (Sitti Nurmalasari/ZONASULTRA.COM)

Kepala Desa Aunupe Lukman Tumaleno mengatakan, selama tiga tahun masyarakat desa mendapatkan pembinaan dan pelatihan. Mengubah kebiasaan penanaman menggunakan bahan kimia ke pola total organik. Melalui bantuan rumah kompos, masyarakat dituntut bisa menghasilkan pupuk organik. Untuk memenuhi kebutuhan petani di desa itu, atau untuk didistribusikan.

Sebutnya, program Bank Indonesia membantu desa mencapai visi dan misi desa untuk menjadi TERANG. Mewujudkan Desa Aunupe sebagai desa organik dan agrowisata yang didukung oleh hutan lestari berkecukupan air dan ditunjang oleh sumber daya manusia yang berkualitas, memiliki sarana dan prasarana yang baik sehingga masyarakat bisa mandiri dan sejahtera.

Juga, mendorong terwujudnya misi desa yaitu Terampil dalam mengelola lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan yang berkelanjutan. Ekosistem yang seimbang dan lestarinya alam. Ramah lingkungan dan hidup yang berkualitas. Adanya koordinasi antar lembaga yang baik. Nyaman berkebun, bertani, untuk kebutuhan sehari-hari. Dan, tidak ada racun kimia.

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih

Mengenal Desa Aunupe

Mengenal Aunupe, Desa di Tengah Hutan Wolasi yang Penduduknya Sukses Bertani Organik
TINJAU LAPANGAN – Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Minot Purwahono dan Wakil Bupati Konawe Selatan (Konsel) Arsalim saat meninjau lahan pertanian dan rumah pupuk kompos masyarakat Desa Aunupe, Rabu (5/9/2018).(Sitti Nurmalasari/ZONASULTRA.COM)

Desa Aunupe memiliki luas wilayah 5,8 km2. Berada di dalam hutan di pegunungan Wolasi. Namanya sendiri diambil dari nama sungai yang melintas dalam desa tersebut. Jumlah penduduk yang menghuni Desa Aunupe sebanyak 545 jiwa. Terdiri dari 145 kepala keluarga. Dari jumlah tersebut sebanyak 141 kepala keluarga kesehariannya bekerja sebagai petani.

Desa ini mempunyai potensi lahan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Luas lahan perkebunan 500 hektar. Lahan persawahan dan holtikultura seluas 200 hektar. Kemudian untuk lahan pemukiman seluas 2,5 hektar. Sementara untuk lahan pekarangan seluas 5 hektar.

Letak Desa Aunupe jauh dari pusat ibukota kabupaten. Meski wilayahnya sangat luas namun terisolir. Untuk bisa ke desa ini, waktu yang ditempuh kurang lebih 45 menit dari Kota Kendari. Sebab, jalannya masih berupa pengerasan tanpa pengaspalan.

Pada 2015, Bank Indonesia mulai masuk di Desa Aunupe. Dengan tujuan menjadikan desa dengan jumlah penduduk 545 jiwa itu sebagai pilot project pertanian organik. Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Tenggara (Sultra) Minot Purwahono desa sudah memiliki beberapa hal yang menjadi cikal bakal desa organik.

Sejak masuk, Bank Indonesia kemudian melakukan pendampingan dan pembinaan kepada petani. Tentu saja, tidak hanya sendiri, Bank Indonesia juga melibatkan dinas-dinas terkait di kabupaten tersebut, termasuk Agroforesty Sulawesi.

Meskipun kondisi jalan belum begitu bagus dan jumlah petani yang belum sebanyak ketika itu tak menyurutkan semangat semua pihak yang terlibat. Karena adanya semangat yang tumbuh dari masyarakat petani Desa Aunupe untuk mencapai visi misi yang ingin menjadi desa yang terang.

“Karena memang sudah punya misi kedepan menjadi terang. Jadi ini merupakan langkah yang baik bagi seluruh masyarakat Desa Aunupe. Jadi, BI lebih mudah dan gampang mendorong, karena sudah ada kemauan dan niat dari seluruh masyarakat,” ujar pria berkacamata itu.

Tak melulu soal bantuan secara fisik, Bank Indonesia lebih kepada memberikan penguatan kelembagaan, agar antar para petani bersatu dan kuat. Sehingga mereka punya posisi yang kuat baik di lingkungan produksinya maupun pemasarannya.

Untuk menertibkan administrasi, Bank Indonesia juga memberikan pelatihan pencatatan keuangan kala itu. Supaya petani yang berada dalam keanggotaan ada saling kepercayaan. Selain itu, dengan catatan ini nantinya petani bisa berhubungan langsung dengan pihak perbankan. Sebab untuk mendapatkan kepercayaan dari perbankan, maka perlu pencatatan yang jelas terstruktur.

Minot menjelaskan pelatihan dari sisi produksi, petani dibina untuk mengolah limbah atau kotoran ternak menjadi pupuk. Sementara, hasil pertanian yang tidak terpakai dimanfaatkan untuk pakan ternak. Apapun yang tersedia di desa itu bisa bermanfaat, tidak perlu mencari bahan baku ke luar.

“Pelatihan yang kemarin dilakukan memang sudah masuk di total organik. Integrasi pertanian dan peternakan. Sehingga konsep pertanian tidak ada limbah atau zero gas,” jelasnya.

Sementara untuk memasarkan produk pertanian Desa Aunupe, Bank Indonesia memfasilitasi kemitraan kerjasama dengan Pemerintah Kota Kendari maupun restoran dan hotel. Mengingat Kota Kendari yang bukan merupakan sentra produksi akan memberikan peluang besar bagi petani Desa Aunupe.

Jika Desa Aunupe bisa memasok sayuran dan buah secara langsung kepada konsumen, maka akan meningkatkan pendapatan para petani di desa itu. Mata rantai yang panjang selama ini, tidak memberikan keuntungan yang besar bagi petani. Produk pertanian yang dihasilkan tersebut pun ketika sampai ke masyarakat semakin tinggi harganya.

“Kalau bisa dari petani disampaikan langsung ke sentra-sentra produksi atau konsumen. Saya kira itu bisa memotong jalur yang panjang tadi,” kata Minot

Menurutnya, sayuran dan buah menjadi satu komoditas yang sangat diperlukan dan penting bagi masyarakat. Tidak ada yang tidak makan sayur dan tidak ada yang tidak makan buah setiap hari. Hanya mungkin selama ini belum ada titik temu untuk memecahkan masalah yang dihadapi, baik oleh petani maupun konsumen.

BACA JUGA :  Hakim Perempuan di PN Andoolo Ungkap Keresahan, dari Minim Fasilitas hingga Rentan Intervensi

Untuk itu, tim pengendalian inflasi daerah (TPID) Konsel bekerjasama dengan TPID Kota Kendari mendorong suplai sayuran di Kota Kendari agar bisa lancar, dengan harga yang juga bisa diterima petani. Petani jangan hanya menerima harga Rp1.500 perikat, sementara konsumen di Kendari harus membayar Rp5.000 perikat.

“Kalau bisa didatangkan langsung dari Aunupe ke pasar-pasar di Kota Kendari, saya kira petani bisa lebih tinggi harganya, dan konsumen tidak membayar mahal,” lanjutnya.

Olehnya itu, petani harus bisa menjaga baik jumlah maupun kualitasnya, karena jumlah ini menjadi penting. Jangan sampai setiap bulan petani tidak bisa memenuhi kebutuhan mitranya. Misal satu ton tiap hari, maka petani harus menyediakan itu secara berkelanjutan dengan volume yang sama dan kualitas terjaga.

“Kalau permintaan mitra tiga ton yah kita harus bisa menyuplai tiga ton. Jangan hari ini misal satu ton, besok setengah ton, hari-hari lainnya lagi tiga ton, nanti petani yang kelimpungan sendiri,” tambah Minot.

Perlu adanya semacam perencanaan agar jumlah produksi bisa dipantau dengan baik. Meskipun telah menghasilkan produk sayuran organik, namun untuk membuktikan hal tersebut masih perlu disertifikasi terlebih dahulu. Menyakinkan masyarakat bahwa produk yang dihasilkan total organik atau bebas pestisida.

Minot menuturkan kalau sudah ada sertifikat total organik, bukan hanya pasar tradisional bahkan ritel modern pun mengantri untuk mendapatkan produk pertanian Desa Aunupe. Karena saat ini gaya hidup konsumen khususnya di kota besar balik lagi ke organik yang tidak mengandung zat kimia.

Desa Mandiri

Mengenal Aunupe, Desa di Tengah Hutan Wolasi yang Penduduknya Sukses Bertani Organik

Setelah tiga tahun membina dan mendampingi petani Desa Aunupe, Bank Indonesia melihat kemajuan yang luar biasa. Desa Aunupe menunjukkan pencapaian seperti yang telah direncanakan Bank Indonesia. Menjadi desa yang mandiri dalam menciptakan inovasi.

Salah satu contohnya, sebut Minot, petani punya inovasi untuk mengembangkan dan bercocok tanam pepaya California. Selama tiga tahun pendampingan, pihaknya tidak pernah sekalipun mengajarkan hal tersebut.

“Kami hanya memberikan pelatihan secara mendasar, tetapi teman-teman petani di Desa Aunupe menciptakan inovasi,” lanjutnya.

Walaupun menjadi mandiri, Bank Indonesia tidak serta merta melepas tanggung jawab terhadap desa percontohan tersebut. Bank Indonesia tetap mendampingi dan memonitor, termasuk menfasilitasi tahapan keduanya (bukan lagi untuk berproduksi tetapi lebih ke pemasaran).

Ia mengharapkan petani bisa melakukan pemasaran dengan memanfaatkan dan menggunakan teknologi, tidak hanya inovasi. Dengan kerjasama dan kekompakan yang sudah ditunjukan bukan menjadi hal yang mustahil untuk mencapai kesuksesan.

Sebagai desa pilot project, desa ini bisa menjadi percontohan bagi desa lainnya di Sulawesi Tenggara (Sultra). Jadi punya prospek yang bagus dan terang. Sehingga dapat memberikan nilai yang lebih kepada masyarakat, seperti pendapatan yang bisa bertambah.

Dukungan Pemerintah Daerah

Mengenal Aunupe, Desa di Tengah Hutan Wolasi yang Penduduknya Sukses Bertani Organik

Wakil Bupati Konawe Selatan (Konsel) Arsalim mengatakan guna mendorong Desa Aunupe sebagai pusat pertumbuhan untuk pembangunan pertanian organik, pemda memasukan desa tersebut dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) 2019 – 2021.

Menurut Mantan Kepala Bappeda Konsel ini jika desa itu ditetapkan sebagaimana yang direncanakan oleh pemda, maka seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) Konsel akan bergerak untuk membangun desa. Dengan harapan ketika desa ini berkembang bisa menjadi percontohan dan memberikan dampak positif bagi desa-desa lainnya di Kabupaten Konsel.

“Untuk memenuhi bahan baku desa ini kan belum bisa menyediakan sendiri, tetapi butuh bantuan atau kemitraan dari desa lainnya,” ujar Wabup.

Tak hanya itu, mendorong percepatan pembangunan infrastruktur menjadi tanggung jawab pemda. Seperti jalan yang tentu saja menjadi penunjang terbaik dalam aktivitas masyarakat. Apalagi untuk lebih memudahkan akses, sehingga petani dapat memasarkan produk hasil pertanian desa secara cepat. Olehnya itu, ia akan berupaya untuk memasukannya dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Konsel. (A)

 


Reporter : Sitti Nurmalasari
Editor : Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini