Mengenal Karia, Cara Masyarakat Wanci Islamkan Anak

650

ZONASULTRA.COM, WANGI-WANGI – Di tengah kemajuan teknologi, masyarakat Wanci, Kecamatan Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara hingga saat ini masih memegang teguh adat Karia, sebuah adat untuk mengislamkan setiap anak yang telah menginjak usia remaja, baik laki-laki maupun perempuan.

Adat karia ini telah diwariskan secara turun temurun selama berpuluh-puluh tahun. Dan hingga saat ini kelestariannya masih terus terjaga. Masyarakat setempat menyebutnya sebagai acara pingitan massal. Acara ini diselenggarakan setiap tahun untuk mengenalkan cara khitanan kepada anak.

Karia dilasungkan selama 7 hari. Para peserta lebih dulu dipingit untuk diberi amanah agar kelak ketika dewasa mampu mempertanggungjawabkan keislamannya. Dan sebelum hari puncak, mereka dimandikan terlebih dahulu.

Pada hari puncak, peserta karia akan diarak keliling kampung. Anak laki-laki berjalan kaki teratur dengan satu saf barisan sedangkan anak perempuan duduk di atas kursi dan dipikul menggunakan bambu. Para orang tua serta keluarga besar pun mengikutinya dari belakang sembari berteriak dalam bahasa daerah setempat.

Hal lain yang menarik dalam acara karia ini adalah pakaian yang dikenakan para peserta. Anak laki-laki dipakaikan topi berbunga yang menjulang ke atas dengan hiasan burung Cendrawasih di atasnya. Sedangkan anak perempuan mengenakan pakaian berwarna kuning dan sarung tenun Buton serta topi yang lebih tinggi dan lebih terhias dibandingkan anak laki-laki.

Hanya saja, adat karia ini sudah mulai mengalami pergeseran makna. Menurut tokoh ada Wanci, La Ode Sahrumu ketika ditemui di kediamannya usai pelaksanaan karia pada Kamis (30/7/2015) lalu, pada mulanya acara karia, khususnya anak perempuan akan dikurung atau dipingit selama 4 malam. Dalam waktu itu mereka akan menjalani pengenalan ajaran agama, terutama untuk memahami tugasnya sebagai seorang perempuan.

Selain mampu menjaga diri dari lawan jenis yang bukan mahram, lanjut Sahrumu, para anak perempuan juga dibekali ilmu berumah tangga sehingga ketika kelak mereka membina rumah tangga tidak akan lagi kebingungan tugas apa yang harus mereka lakukan.

“Memang sekarang puncaknya selain diarak keliling, tinggal dikhitan saja dan tidak lagi ada petuah orang tua dikenalkan seperti dulu padahal itu yang penting. Ini disebabkan selain diikuti anak yang masih kecil juga agar pendidikan mereka di sekolah tidak terlalu lama terhambat,” jelasnya

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini