Menguak Konflik Penguasaan Lahan Tambang Antara PT Antam dan PT WAI di Konut

981
Menguak Konflik Penguasaan Lahan Tambang Antara PT Antam dan PT WAI di Konut
AKTIVITAS PT WAI - Sejumlah mobil truck milik PT WAI hilir mudik dari atas pegunungan Molawe memuat ore nikel milik PT Antam. Walau dalam obyek sengketa, PT WAI berani menjual ore nikel itu ke PT BDM di Morowali, Sulawesi Tengah. (Abdul Saban/ZONASULTRA.COM)
Menguak Konflik Penguasaan Lahan Tambang Antara PT Antam dan PT WAI di Konut
AKTIVITAS PT WAI – Sejumlah mobil truck milik PT WAI hilir mudik dari atas pegunungan Molawe memuat ore nikel milik PT Antam. Walau dalam obyek sengketa, PT WAI berani menjual ore nikel itu ke PT BDM di Morowali, Sulawesi Tengah. (Abdul Saban/ZONASULTRA.COM)

 

ZONASULTRA.COM, WANGGUDU – Aksi penambangan bijih nikel di wilayah PT Aneka Tambang (Antam) Tbk di Desa Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra) masih tetap dilakukan oleh PT Wanagong Anoa Indonesia (WAI).

Tini, adalah warga Desa Mandiodo yang sering menyaksikan hilir mudik mobil truk pengangkut ore nikel dari atas pegunungan Molawe menuju kapal tongkang yang berlabuh di pesisir pantai desanya.

“Ini sudah jalan sekitar tiga bulan pak. Sampai sekarang, sudah ada sembilan tongkang yang berangkat,” ujar Tini kepada Zonasultra.com saat ditemui di sebuah warung di Desa Mandiodo, Minggu (19/3/2017).

Aksi penambangan bijih nikel yang dilakukan oleh PT WAI di lahan konsensi PT Antam itu, sebenarnya sudah mulai tejadi sejak 2016 lalu. PT WAI mengklaim memiliki konsensi pertambangan nikel melalui SK Bupati Konut Nomor 86 bulan Februari yang diterbitkan oleh Aswad Sulaiman pada 2012 lalu.

aktivitas_pt_wai1Saat itu, Aswad Sulaiman secara sepihak membatalkan SK Penjabat Bupati Konut Nomor 158 Tahun 2010 tentang Pemberian IUP Operasi Produksi kepada PT Antam seluas 16.920 hektar. Dengan surat sakti mantan Bupati Konut itu, PT WAI mulai mengeruk perut bumi yang nyata-nyata milik PT Antam.

Dimulai dengan aksi pencaplokan lahan, usaha PT WAI menguasai konsensi PT Antam berjalan mulus. Bahkan, sejak September tahun lalu, perusahaan ini sudah mulai menjual ore nikel kadar diatas 2,0 Ni ke PT Bintang Delapan Mineral (BDM) di Morowali, Sulawesi Tengah.

Keleluasaan PT WAI menjual bijih nikel itu bahkan terjadi di depan aparat penegak hukum. Pantauan media ini, sejumlah aparat berseragam polisi dan tentara berjaga-jaga di pos pengamanan PT WAI.

Irwan, warga Desa Mandiodo mengatakan, biasanya pada hari-hari tertentu, para petugas itu tidak berada di pos jaga. “Tapi, pihak perusahaan sudah melengkapi beberapa orang warga sipil dengan senjata api berupa pistol. Jadi siapapun yang mau masuk ke lokasi tambang, harus berhadapan dengan mereka (warga sipil),” katanya.

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih

Pengawas lapangan PT Antam di Konut Matius Cup mengatakan, PT WAI memang dengan sangaja mengambil ore nikel di konsesi milik Antam. Walau begitu, dia tak bisa berbuat banyak. Sebab, perusahaan itu dijaga ketat oleh aparat polisi dan tentara. “Bahkan, kami mau masuk ke lokasi pun dilarang oleh mereka,” kata Matius.

#Awal Mula Pencaplokan Lahan Tambang Milik PT Antam

Kisruh kuasa pengelolaan lahan tambang antara PT Antam dengan PT WAI telah dimulai sejak Bupati Konut, Aswad Sulaiman menerbitkan IUP operasi produksi melalui SK Nomor 382 Tahun 2011 kepada PT WAI seluas 114,17 hektar.

Posisi PT WAI semakin menguat, setelah Aswad Sulaiman kembali mengeluarkan SK Nomor 86 Tahun 2012 tentang Pencabutan IUP Antam yang diterbitkan melalui SK Pejabat Bupati Konut Nomor 158 Tahun 2010.

Konflik pengelolaan lahan tambang pun dimulai. PT Antam yang sudah lebih dulu mengantongi Surat Menteri Pertambangan dan Energi nomor 2330/201/M.SJ tanggal 10 Agustus 1995 tetang luas wilayah kuasa pertambangan eksploitasi untuk BUMN pertambangan umum di Kecamatan Molawe, Konawe Utara, merasa dirugikan oleh Aswad Sulaiman yang secara sepihak menerbitkan IUP baru di atas IUP milik Antam.

Sejak 2005 lalu, PT Antam sudah melakukan kegiatan ekspolitasi di wilayah Lalindu dan Lasolo. Lahan itu kini masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Molawe. Lalu, perusahaan tambang milik negara ini diberikan IUP operasi produksi seluas 16.920 hektar melalui SK Bupati Konut Nomor 158 Tahun 2010. Izin ini belaku hingga 29 April 2030 mendatang.

aktivitas_pt_wai

Upaya hukum dilakukan Antam dengan mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari tahun 2013 lalu. Saat itu, PTUN Kendari mengabulkan gugatan PT Antam dan menghukum tergugat yakni Bupati Konut, Aswad Sulaiman.
Lalu pada kesempatan itu, Aswad Sulaiman kembali mengajukan banding di tingkat Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Makassar tahun 2014. Dan, putusan pengadilan di tingkat ini pun menguatkan putusan PTUN Kendari.

Namun usaha Aswad tak hanya sampai di situ saja. Dia kemudian mengajukan kasisi ke Mahkamah Agung. Pada Juni 2014, MA memutuskan untuk menolak permohonan kasasi yang diajukan Aswad Sulaiman dan memerintahkannya untuk mencabut SK nomor 86 tahun 2012, dimana IUP PT WAI diterbitkan.

Walau telah diputus oleh Mahkamah Agung, rupanya Aswad Sulaiman bersikukuh tak mau menjalankan putusan itu. Padahal, penerbitan IUP untuk PT WAI di lahan PT Antam itu sama sekali tidak berdasar.

BACA JUGA :  Hakim Perempuan di PN Andoolo Ungkap Keresahan, dari Minim Fasilitas hingga Rentan Intervensi

Dalam salinan putusan Mahkamah Agung Nomor 225 K/TUN/2014 menyatakan, perbuatan Aswad Sulaiman itu melanggar Kepres Nomor 41 Tahun 2004 tentang Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan yang Berada dalam Kawasan Hutan.
Selain itu, dalam salinan tersebut juga menyatakan kalau perbuatan Aswad Sulaiman dalam menerbitkan izin pada obyek sengketa merupakan tindakan yang menyimpang dari putusan MA nomor 129 tahun 2011 tentang penolakan pengajuan kasasi Aswad Sulaiman.

# Pelaksanaan Hukum yang Berpihak

Walau telah memiliki kekuatan hukum tetap atas lahan tambang di blok Lalindu dan Lasolo, rupanya PT Antam tak bisa berbuat banyak. Sebab, putusan hukum baik dari tingkatan PTUN Kendari maupun Mahkamah Agung tak juga dilaksanakan oleh pemerintah daerah.

Teranyar, aktivitas PT WAI yang menambang ore nikel di dalam lahan PT Antam pun kian tak terkendali dan terkesan mendapat perlindungan dari aparat penegak hukum.

aktivitas_pt_wai3Pada 10 November tahun lalu, Polda Sultra telah memeriksa management PT WAI dan PT Kabaena Kromit Prathama (KKP) terkait dugaan pencurian nikel milik Antam di lahan itu. Kasus yang ditangani oleh Direktorat Kriminal Khusus Polda Sultra ini ternyata sampai kini masih ngambang, alias belum memberikan kejelasan status terhadap dua perusahaan itu.

“Dugaan pencurian itu terjadi karena adanya IUP yang dimiliki oleh PT Antam, PT WAI dan PT KKP itu berada di lahan yang sama. Dalam artian yah tumpang tindih IUP,” kata Kasubbdit PID Polda Sultra, Kompol Dolfi Kumaseh, kepada wartawan, Kamis, (10/11/2016) lalu.

Saat itu, Polda Sultra telah memeriksa sejumlah saksi kunci, diataranya adalah pejabat di lingkup Dinas ESDM Sultra yang diduga mengetahui perihal tumpang tindih izin tambang yang kini disengketakan itu. Sayangnya, sudah berselang enam bulan berlalu, penyidik Polda Sultra bahkan belum bisa mengungkap kasus dugaan pencurian nikel milik Antam itu.

Terkait hal itu, sebelumnya, Kadis ESDM Sultra, Burhanuddin juga telah mengeluarkan surat perintah penghentian kegiatan pertambangan kepada PT WAI sejak September tahun lalu. Namun tak ditanggapi.

Dua bulan berselang, Burhanuddin kembali menyusul suratnya dengan menerbitkan Surat Perintah penghentian kegiatan pertambangan nomor 540/1830 tahun 2016. Dalam surat itu, Burhanuddin menulis bahwa PT WAI sampai saat ini belum memberikan klarifikasi terkait dasar dilakukannya penghentian seluruh aktivitas pertambangan dalam wilayah IUP PT WAI. (A)

 

Penulis: Abdul Saban
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini