New Normal: Analisis Kebijakan Strategis Ditjen Pemasyarakatan

1052
New Normal: Analisis Kebijakan Strategis Ditjen Pemasyarakatan
Okki Oktaviandi

Fenomena covid – 19 kian semakin mengkhawatirkan dunia. Pasalnya, setelah fase pertama epidemi virus yang mengakibatkan lebih dari 370 ribu jiwa meninggal dunia, kini dunia dihadapkan dengan fase kedua covid – 19 2.0 yang beresiko menyebabkan angka kematian yang lebih tinggi. Flashback pada kondisi epidemi Flu Spanyol tahun 1918 pada fase yang kedua adalah sangat memprihatinkan dimana terjadi peningkatan yang signifikan pada jumlah angka kematian yang lebih tinggi yakni 20 – 100 juta jiwa jika dibandingkan dengan fase pertama yakni 1,5 juta jiwa dalam periode 6 bulan, dikutip dari tirto.co.id. Selain itu, di fase kedua ini virus corona mengalami beberapa evolusi yang di tandai dengan ciri – ciri yakni dapat menginfeksi manusia tanpa gejala. Menurut WHO, “There is currently no evidence that people who recovered from COVID – 19 and have antibodies are protected from a second corona virus infection”. Pernyataan tersebut secara tegas mendeskripsikan bahwa tidak adanya bukti yang spesifik terhadap seseorang yang mengalami gejala covid-19 2.0 dan memiliki antibodi yang dapat melindungi dari serangan virus covid – 19 2.0. Alhasil, inilah yang menjadi persoalan utama karena sulitnya untuk dilakukan deteksi terkait seseorang yang terpapar covid – 19 tanpa disertai dengan gejala (OTG). Sehingga itu di tengah epidemi fase kedua ini, diperlukan penanganan khusus untuk mendeteksi secara dini virus covid 2.0 yang melanda di seluruh dunia terkhusus untuk wilayah yang terisolasi dan ruang yang terbatas (confined place) salah satunya adalah penjara.

Bagaimanakah dengan kondisi penjara jika epidemi covid – 19 ini semakin sulit untuk di deteksi?

Dengan merebaknya virus covid – 19, bisa dikatakan bahwa penjara merupakan tempat yang paling beresiko yang dapat menimbulkan explosive death jika penanganan terhadap kondisi penjara diabaikan oleh sebuah negara. Hal ini akan menjadi bencana bagi negara – negara yang memiliki tingkat hunian penjara yang melebihi kapasitas (overcroweded). Dikutip dari worldpopulationreview pada tahun 2020 Amerika Serikat adalah negara pertama yang memiliki jumlah narapidana yakni lebih dari 2,1 juta jiwa menyusul China dengan jumlah narapidana lebih dari 1,5 juta jiwa dan Rusia dengan jumlah narapidana yakni lebih dari 874 ribu jiwa. Jika dibandingkan dengan negara Indonesia berdasarkan data dari smslap.ditjenpas.go.id jumlah total isi Lapas dan Rutan per bulan Mei adalah lebih dari 232 ribu juta jiwa. Perlu diketahui bahwa melansir pada pikiranraktyat.com salah satu penjara di dunia yakni penjara El Savador sebanyak 1.983 kasus covid -19 dan 36 narapidana dinyatakan positif covid-19 pada 25 Mei 2020. Penjara New York sebanyak 38 orang positif corona (medcom.id) Selain itu berdasarkan Republika.co.id tanggal 17 Mei 2020 penjara Maroco dengan 397 kasus dinyatakan positif yakni 301 narapidana dan 96 orang staf. Penjara Turki dengan 17 kasus dinyatakan positif, 3 orang diantara meninggal, penjara Filipina total 18 orang positif (detik.com pada tanggal 17 April).Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sebaran total kasus covid- 19 di UPT Pemasyarakatan di  Indonesia adalah total 8 kasus positif yang meliputi 4 petugas dan 4 narapidana.

Dari serangkaian kasus tersebut, sangat diperlukan kebijakan strategis bagi tiap negara untuk mengantisipasi penularan covid – 19 2.0 yang begitu cepat dan berakibat fatal jika negara tidak menyiapkan serta merencakan langkah antisipatif penularan covid – 19.

Bagaimana konsep kebijakan strategis yang dapat dilakukan terhadap penanganan epidemid covid – 19 2.0 ?

Dalam konsep kebijakan strategis terhadap suatu permasalahan tentu mempertimbangkan konsekuensi atau Dampak yang dihasilkan oleh kebijakan tersebut. Kebijakan strategis yang efektif adalah membutuhkan suatu pentahapan yang matang demi hasil yang memuaskan seperti yang dikatakan oleh William Dunn dalam merumuskan sebuah kebijakan ada beberapa tahap yang harus dilakukan yakni menetapkan agenda kebijakan, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi dan pelaksanaan kebijakan, serta evaluasi kebijakan dalam melihat situasi kondisi tertentu misalnya dalam penanganan virus covid – 19 yang melanda dunia saat ini.

Melansir pada BBCnews, melihat perkembangan virus covid – 19 2.0 yang melanda hampir seluruh dunia ada beberapa strategi efektif yang telah diterapkan di Negara – Negara yang paling terdampak covid – 19 adalah dapat dilakukan demi mengurangi penyebaran virus yang begitu cepat, hal ini juga dapat digunakan dalam kondisi yang terisolasi maupun kondisi pada ruang yang terbatas (confined place) yakni penjara :

  1. Melakukan tes secara massal tanpa terkecuali hal ini dapat membantu mengorganisir warga ataupun tahanan yang telah terinfeksi dan menularkan kepada warga lainnya ataupun tahanan lainnya.
  2. Melakukan karantina ataupun isolasi bagi mereka dalam hal ini warga maupun tahanan yang telah terinfeksi covid – 19
  3. Persiapan dan Reaksi cepat. Diketahui bahwa virus covid – 19 penyebarannya begitu cepat selain itu pada fase kedua covid – 19 2.0 kepada orang yang telah terinfeksi adalah tanpa gejala, oleh sebab itu, penyediaan informasi yang akurat, pelacakan orang yang terinfeksi, maupun kesiapsiagaan dalam mengantisipasi virus covid – 19 harus dimaksimalkan.
  4. Jaga Jarak. Secara umum, kondisi ini bisa dilaksanakan bagi daerah yang tidak terisolasi namun kondisi ini tentu berbeda dengan kondisi daerah yang terbatas atau terisolasi misalnya adalah penjara. Social distancing maupun Physical Distancing sangat baik namun tentu hal ini sangat sulit diterapkan, jika melihat kondisi penjara yang sangat padat penghuninya. Oleh sebab itu, pencegahan dilakukan dengan melakukan pembatasan gerak antara penghuni di dalam penjara dan dari luar penjara.
  5. Mempromosikan gaya hidup higienis. Membiasakan hidup bersih serta menjaga kesehatan adalah kunci utama kita terhindar dari bahaya virus covid – 19. Menyediakan alat maupun fasilitas kebersihan serta memasang protokol kesehatan adalah cara terbaik mengantisipasi virus covid – 19 dapat menyebar secara luas.
BACA JUGA :  Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era UU Omnibus Law

Apa rekomendasi PBB terkait epidemi Covid – 19 terhadap kebijakan otoritas negara khususnya otoritas penjara di dunia?

Melansir dari France24, menyatakan bahwa “Otoritas harus lebih memprioritaskan kepada mereka yang paling beresiko terhadap epidemic virus covid – 19 yakni kepada mereka yang sudah lansia serta yang sedang mengalami sakit” Michelle Bachelet Komisioner PBB Bidang Hak Asasi Manusia pada akhir Maret 2020. Mengantisipasi hal tersebut negara di dunia yang pertama kali mengambil langkah –langkah tersebut adalah Iran. Iran diketahui telah membebaskan sebanyak 80 ribu tahanan untuk menghindari penyebaran virus korona di dalam penjara. Dikutip dari Reuters pada Kamis, 26 Maret, Kepala Pengadailan Ebrahim Raisi mengatakan bahwa hal tersebut akan terus dilakukan hingga mencapai titik yang menyebabkan rasa yang tidak aman di masyarakat. Hal tersebut dilaksanakan setelah beberapa tahanan ditemukan positif covid – 19. Tentu, hal ini akan berpotensi menyebabkan penularan penjara yang begitu cepat karena lokasi penjara yang terisolasi serta overkapasitas yang membatasi gerak bagi tahanan maupun narapidana. Selain Iran, Amerika Serikat, Kanada, Kolumbia dan beberapa negara di Eropa misalnya Inggris, Polandia dan Italia juga melakukan hal yang sama demi mengantisipasi penularan covid – 19 yang lebih besar.

Bagaimanakan kebijakan negara Indonesia dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM RI khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk mengatasi epidemi Covid – 19 2.0 di Lapas dan Rutan di Indonesia?

Melihat realita dari dalam perspektif kebijakan Pemerintah, tentu menjadi sebuah pertimbangan yang fundamental dalam rangka mengurangi angka kematian dari penyebaran virus covid – 19 di fase yang kedua ini. Pertimbangan sebuah kebijakan yang disertai perencanaan yang strategis akan menjadi fondasi yang kokoh mengingat kondisi yang dialami saat ini adalah kondisi darurat yang membutuhkan sebuah problem solving yang sangat cepat, dan tepat. Presiden Joko Widodo pada bulan Maret membentuk sebuah Gugus Tugas Terpadu dalam rangka melakukan tindakan antisipatif terhadap virus corona yang melanda di Indonesia. Gugus Tugas ini tentu bertanggung jawab langsung kepada Presiden dalam rangka membantu Presiden dalam melakukan langkah – langkah antisipatif terhdapa penularan covid – 19 di Indonesia.

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid – 19, Presiden Joko Widodo mengintruksikan kepada gugus tugas tersebut untuk melaksanakan :

  1. Meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan;
  2. Mempercepat penanganan covid-19 melalui sinergi antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah;
  3. Meningkatkan antisipasi perkembangan eskalasi penyebaran covid-19;
  4. Meningkatkan sinergi pengambilan kebijakan operasional; dan
  5. Meningkatkan kesiapan dan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi, dan meresponss terhadap covid-19.

Keputusan tersebut mendorong upaya percepatan dalam penanganan penyebaran virus covid – 19 di Indonesia. Salah satunya yang terdampak untuk segera dilakukan percepatan penanganan virus tersebut adalah Kementerian Hukum dan HAM RI khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang saat ini tengah gencar – gencarnya melakukan berbagai upaya percepatan penanganan dalam mengantisipasi epidemi virus covid – 19. Meninjau dari instruksi Pemerintah Indonesia bahwa seluruh warga Negara Indonesia harus menerapkan Social Distancing ataupun Physical Distancing dalam rangka mengurangi penularan virus covid – 19 di Indonesia. Namun demikian, melihat kondisi Lapas dan Rutan di Indonesia yang sangat padat atau overkapasitas penerapan social distancing maupun physical distancing sangat sulit dilakukan. Oleh sebab itu, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tentu sangat membatasi pergerakan narapidana maupun tahanan untuk melakukan komunikasi dengan pihak luar baik secara langsung maupun tidak langsung untuk meminimalisasi masuknya virus covid – 19 yang dapat menginfeksi hingga seluruh narapidana maupun tahanan di dalam penjara. Tentu, sangat disayangkan jika terjadi kecerobohan serta langkah yang tidak antisipatif yang mungkin bisa terjadi sewaktu – waktu jika pelaksana teknis di Lapas dan Rutan tidak menerapkan langkah antisipatif. Bisa dibayangkan bagaimana bencana bisa terjadi di dalam kondisi darurat virus covid – 19.

Apakah langkah utama yang menjadi prioritas dalam menyiasati epidemi virus covid – 19 2.0 ?

Didalam buku panduan menghadapi PANDEMI COVID – 19 yang diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri, yakni ketika sebuah wabah atau virus melanda muncul, dalam konsep strategi mitigasi komunitas atau dalam istilah kesehatan dikenal dengan istilah ( nonpharmeutical interventions ) adalah sebuah intervensi yang efektif untuk memperlambat penularan sebuah wabah tertentu seperti wabah yang menyakut pernafasan misalnya covid – 19, MERS, SARS maupun virus lain yang menyebabkan gangguan pada sistem pernafasan. Strategi mitigasi tersebut bertujuan untuk :

  1. Individu yang berisiko lebih tinggi untuk penyakit parah, termasuk orang dewasa yang lebih tua dan orang dari segala usia dengan kondisi kesehatan yang mendasarinya
  2. Tenaga kesehatan dan tenaga kerja infrastruktur kritis

Sejalan dengan konsep tersebut, bisa kita katakan bahwa konsep tersebut tidak jauh berbeda dengan kondisi Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara di Indonesia, dimana dengan minimnya jumlah fasilitas dan infrastruktur yang tersedia di dalam Lapas maupun Rutan di Indonesia tentu hal ini akan berdampak pada pelayanan kesehatan serta proritas pelayanan terhadap pasien yang telah lanjut usia serta orang dewasa yang memiliki penyakit parah akan sangat sulit untuk di berikan pengobatan yang sedini mungkin. Oleh sebab itu, strategi mitigasi adalah salah satu strategi efektif yang mendukung percepatan dalam penularan epidemi virus jika kondisi – kondisi tersebut menjadi hambatan dalam mengurangi penularan virus yang begitu cepat.

Apakah upaya yang sejauh ini telah dilakukan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan telah membantu mengurangi penyebaran covid – 19 2.0 di Lapas dan Rutan di Indonesia ?

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan berikut adalah update terakhir data sebaran covid-19 di UPT Pemasyarakatan tanggal 25 Mei 2020.

BACA JUGA :  Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era UU Omnibus Law

Petugas Pemasyarakatan 1. OTG : 22 orang 2. ODP : 0 orang 3. PDP : 0 orang 4. Positif : 2 orang 5. Sembuh 3 orang 6. Meninggal : 0 orang

Tahanan/Narapidana/Anak 1. OTG : 169 orang 2. ODP : 1 orang 3. PDP : 3 orang 4. Positif : 35 orang 5. Sembuh 4 orang 6. Meninggal : 0 orang

Keterangan : – Isolasi bagi Petugas dilakukan di rumah selama 14 hari; – Lapas/Rutan/LPKA berkoordinasi dg. Dinkes setempat utk penanganan COVID-19.

Dari data tersebut, bisa dipastikan saat ini bahwa kondisi UPT Pemasyarakatan dalam hal ini Lapas dan Rutan dalam kondisi siaga I, kondisi tersebut akan berubah jika penanganan   dan kesiapsiagaan dalam hal ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan kurang responsif, tentu akan berakibat fatal dan sangat berbahaya jika kondisi tidak tertangani dengan baik serta penanganan yang cepat dan tepat. Sangat diperlukan upaya preventif terkait untuk mengurangi percepatan penularan covid-19 di UPT Pemasyarakatan Oleh sebab itu perlu dilakukan langkah strategis untuk meminimalisasi terjadinya infeki virus di daerah yang terisolasi. Sejauh ini Direktorat Jenderal pemasyarakatan telah melakukan 12 langkah strategis yakni :

  1. Penerapan SOP khusus keluar masuk Lapas, Rutan dan LPKA
  2. Melakukan Penyemprotas disinfektan
  3. Kunjungan narapidana,Tahanan dan Anak secara videocall
  4. Pembatasan kegiatan pembinaan yang melibatkan Stakeholder/ Mitra Pembinaan dari Luar
  5. Mengurangi intenstas kehadiran petugas
  6. Pemberian Multivitamin dan extrapudinguntuk Narapidana, Tahanan, dan Anak
  7. Menyediakan Bilik Sterilisasi , Westafel
  8. Penghentian sementara penerimaan tahanan baru di Lapas/Rutan
  9. Pengalihan Pelaksanaan Persidangan melalui teleconference dan menyediakan tempat khususbagi pengacara
  10. Pembentukan gugus tugas ( Satgas penanganan Covid – 19 Ditjen Pas
  11. Penyediaan Sarana pencegahan dan penanggulangan berupa APD yang telah di bagikan kepada seluruh Lapas dan Rutan
  12. Pengeluaran dan pembebasan Tahanan melalui Asimilasi dan Hak Integrasi.

Selain dari 12 langkah teknis Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalam menghadapi epidemi virus korona pada fase kedua ini, covid – 19  2.0 melakukan upaya kordinasi serta evaluasi secara bertahap memastikan penanggulangan percepatan virus covid-19 2.0 di UPT Pemasyarakatan, yang meliputi ;

  1. Memastikan keberlanjutan pembentukan Kebijakan pemasyarakatan dalam masa pandemi Covid-19 dengan memeperhatikan pendayagunaan teknologi informasi, penerapan protocol kesehatan dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi UPT Pemasyarakatan di bidang Pelayanan, Pembinaan, Pembimbingan dan Pengawasan terhadap Warga Binaan yaitu: • Pelaksanaan layanan penerimaan layanan tahanan baru harus disertai dengan surat keterangan bebas covid-19; • Perawatan terhadap tahanan dilaksanakan secara optimal sehingga tahanan siap untuk menjalani persidangan dalam keadaan sehat dan bebas covid-19; • Pemberian pembinaan kepribadian dan kemandirian terhadap narapidana dilaksanakan dengan tujuan mempersiapkan narapidana untuk berintegrasi di tengah masyarakat secara sehat, yang dilaksanakan sesuai dengan protocol kesehatan; • Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pemberian hak makan bagi narapidana, tahanan dan anak dilaksanakan sesuai dengan assesment kesehatan; • Pemberian layanan kunjungan secara berangsur dilaksanakan sesuai dengan standar dengan memperhatiakan protocol Kesehatan; • Pelaksanaan pembimbingan dan pengawasan terhadap klien pemasyarakatan dilaksanakan dengan mengoptimalkan teknologi informasi; • Pelaksanaan pemeliharan dan perawatan basan/baran dilakukan secara optimal dalam rangka melindungi hak kepemilikan terhadan basan/baran;
  2. Memastikan seluruh jajaran pemasyarakatan tetap bekerja dan berkinerja secara optimal dan menyesuaikan dengan paradigma yang terjadi melalui inovasi-inovasi pelayanan dalam mencapai seluruh target yang telah ditetapkan;
  3. Memastikan pelaksanaan pembinaan, monitoring, pengawasan pengendalian dan pelaporan secara berjenjang sebagaimana Surat Perintah Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS.HH.01.04-12 tanggal 06 Mei 2020.

Selain itu pada tahun 2020 tersedia anggaran Rp. 17.000 orang/bulan dalam pemberian layanan kesehatan di UPT Pemasyarakatan yang dialokasikan sebagai berikut :

  1. Rawat di Luar Lapas dan Rutan Rp. 5000 per orang / bulan
  2. Honorium Petugas kesehatan di luar Lapas dan Rutan Rp. 3000 per orang/bulan
  3. Perlengkapan kesehatan habis paket Rp. 4.000 per orang/bulan
  4. Obat – Obatan Rp. 5.000 per orang/bulan

Melihat ketersediaan anggaran kesehatan tersebut, adalah sangat terbatas jika melihat kondisi Lapas dan Rutan di Indonesia yang overcrowded. Oleh sebab itu, perencanaan terhadap langkah antisipatif wajib dilakukan sedini mungkin, untuk menghindari korban terinfeksi yang semakin tinggi. Sehingga Direktorat Jenderal Pemasyarakatan melakukan strategi penganggaran dalam menghadapi epidemic virus covid – 19 yakni dengan :

  1. Mengoptimalkan anggaran guna penyediaan sarana kesehatan meliputi : Alat Pengaman Diri (APD), sarana Kesehatan Penanggulangan covid-19 dan vitamin bagi pegawai dan narapidana dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. Belanja Barang Non Operasional meliputi : Layanan Kesehatan, Layanan Dukungan Manajemen Satker, Kegiatan Konsultasi Teknis Pemasyarakatan dan Kegiatan Pengendalian UPT Pemasyarakatan. b. Belanja Barang Operasional meliputi : Pemeliharaan Gedung dan Bangunan, Kesehatan Pegawai, Keperluan Perkantoran serta Koordinasi dan Konsultasi.
  2. Mengoptimalkan anggaran pada kegiatan pembinaan narapidana serta pembimbingan dan pengentasan anak untuk dilaksanakan dengan metode virtual/teleconference;
  3. Mengoptimalkan anggaran untuk memastikan ketersediaan infrastruktur dan kualitas jaringan internet guna memaksimalkan pemanfaatan Teknologi Informasi dalam penyelenggaraan layanan kunjungan dan pelaksanaan persidangan online;
  4. Mengoptimalkan anggaran pembinaan kemandirian guna pembuatan APD dan Sarana Kesehatan Penanggulangan COVID-19 khususnya untuk memenuhi kebutuhan sendiri;
  5. Mempergunakan mata akun penanganan covid-19 sebagaimana Surat Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor S369/PB/2020 Tanggal 27 April 2020 Hal Pemutakhiran Akun dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Selain itu, tentu dukungan dari berbagai pihak baik secara internal Pemerintahan maupun exteenal Pemerintahan sangat diperlukan dalam rangka mendukung percepatan penangan virus covid 19. 2.0 yang saat ini telah melanda negeri ini. Salah satu aspek terpenting lainnya adalah kesiapsiagaan petugas, kerjasama serta profesionalitas dalam menanggulangi epidemi virus ini adalah prioritas yang utama seperti apa yang menjadi semangat PASTI dan motto petugas pemasyarakatan telah di gaungkan dalam tugas baik di Lapas maupun Rutan adalah WASPADA JANGAN – JANGAN

 


Oleh : Okki Oktaviandi, S.Tr. Pas
Penulis adalah ASN Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini