OBOR, Penjajahan Berbalut Investasi

550
ewi Sartika, anggota Komunitas Peduli Umat Konda, Sulawesi Tenggara
Dewi Sartika

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alamnya” gemah ripah loh jinawi”, kalimat ini yang menjadi slogan kemakmuran negri ini. Namun, semuanya kini tinggal menjadi cerita. Pasalnya, kekayaan negeri ini sudah banyak dimiliki oleh Asing dan pihak swasta.

Ditambah lagi, rencana kerja sama Indonesia dengan China yang akan menambah panjang daftar cengkraman penjajahan sumber daya alam (SDA) oleh Asing. Kerja sama Indonesia dengan China dalam bidang infrastruktur akan segera dilaksanakan sebagai mana dikutip dari Bisnis.com. Mentri Koordinator Bidang Maritim Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, proyek kerjasama Indonesia dengan China one belt One Road atau yang dikenal dengan sebutkan empat koridor siap dilaksanakan.

Hal itu, ditandai dengan ditekennya 23 nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/ MoU) antara pembisnis Indonesia dan China setelah pembukaan KTT Belt and Forum kedua di Beijing Jum’at (26/4/2019)

Dari 23 proyek yang diteken, nilai investasi dari 14 MoU bernilai total US$14,2 miliar. Meski demikian, Luhut menegaskan nilai tersebut bukanlah hutang yang harus ditanggung pemerintah. “kita (proyek empat koridor belt and road) hampir tidak ada urusan pada debt atau utang nasional. katanya Sabtu (27/4/2019).

Ada apa dengan OBOR

“Tidak ada makan siang gratis”. Inilah ungkapan yang tepat untuk kerjasama dengan kaum kapitalis, pasalnya mereka menawarkan bantuan dalam skema investasi asing pembangunan infrastruktur. Namun, dibalik bantuan yang mereka tawarkan ada imbalan besar yang akan mereka dapatkan.

Sama halnya dengan kerjasama Indonesia dengan China ( OBOR) di bawah pimpinan presiden Xin Jimping, yang akan membangun jalur sutra. Secara sepintas Indonesia memang diuntungkan karena mereka membangun jalur strategis seperti jalur rel kereta api, bandara, dan pelabuhan. Namun, infrastruktur yang dibangun tersebut pada dasarnya adalah untuk memperlancar kepentingan mereka. Dalam proyek ini China akan menganggarkan dana sebesar 8 triliun dollar US untuk membangun infrastruktur 68 negara.

Setidaknya ada 5 alasan China membangun jalur sutra; Pertama, jaminan pasar; Untuk menjamin produknya dapat terjual dan dapat dipasarkan ke berbagai negara dan sebagai salah satu cara menguasai perdagangan dunia dan menguasai wilayah dagang yang potensial.

Kedua; jaminan bahan baku: Untuk menjamin ketersediaan bahan baku di negaranya agar tetap terpenuhi. Ketiga; Suplai material. Keempat; Energy security. Kelima; Food security.

Ambisi OBOR tentu saja lebih menguntungkan China dari pada negara mitranya.

Dampak Proyek OBOR

Meski terlihat membawa manfaat bagi negara-negara berkembang yang ikut dalam proyek OBOR, khususnya Indonesia, namun ada dampak besar yang akan ditimbulkan diantaranya;

Pertama; Eksploitasi sumber daya alam. Di Indonesia sumber daya alam sangatlah melimpah, sehingga memikat pihak Asing untuk menguasainya. Bahan mentah yang melimpah tersebut tiap harinya diekspor ke luar negeri dengan harga yang murah untuk diolah, kemudian barang jadi dipasarkan kembali ke Indonesia dengan harga yang lebih tinggi. Skema itulah yang terus berjalan hingga kini.

BACA JUGA :  Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era UU Omnibus Law

Kedua; Hutang yang membebani Indonesia. Ketika China terus mengucurkan dana ( dalam bentuk utang), kepada Indonesia untuk pembangunan infrastruktur, maka semakin lama utang akan semakin menumpuk, salah satu studi yang dilakukan oleh pusat pembangunan global, satu lembaga penelitian AS menemukan “kekhawatiran serius” terkait keberlanjutan utang asing di 8 negara penerima jalur sutra ini.

Ketiga; China mampu menguasai Indonesia dan menyetir kebijakan secara politik dan ekonomi. Keempat; Penguasaan Industri. Penguasaan industri dan infrastruktur strategis yang mana China dapat mengembangkan pembangunan-pembangunan di tempat-tempat strategis yang dapat digunakan kapal-kapal untuk memperluas jangkauan mereka jauh di luar pantai China.

Kelima; Kehilangan kedaulatan sebagai sebuah negara besar dengan mayoritas muslim. Dalam pertemuannya dengan pihak Tiongkok, Indonesia diwakili oleh Luhut Binsar Panjaitan menegaskan bahwa proyek yang dikerjasamakan tersebut murni dilakukan secara Bussines to Bussines.

Jika pengelolaan negara disandarkan pada bisnis, ini menunjukkan negara tergadai dan kehilangan kedaulatan. Selain itu, negara-negara yang menjalin kerjasama dengan China dan terbelit utang dipastikan akan bangkrut. Negara Zimbabwe menjadi contoh cerita mengenaskan. Gagal membayar utang sebesar US$40 juta pada China, sejak 1 Januari 2016 mata uangnya harus diganti menjadi Yuan, Sebagai imbalan penghapusan utang. Berikutnya Nigeria model pembayaran infrastruktur utang yang disertai perjanjian merugikan jangka panjang China mensyaratkan penggunaan bahan baku dan buruh kasar asal negara mereka untuk pembangunan infrastruktur. Begitu juga dengan Sri Lanka melepas pelabuhan Hambatota sebesar US$ 1,1 triliun. Tak ketinggalan Pakistan melepaskan pembangunan Gwader Port dengan nilai investasi US$ 46 milyar kepada China. Kerjasama OBOR atau investasi apapun dari asing sejatinya adalah penjajahan berkedok investasi.

Semua itu tidak terlepas dari sistem kapitalis sekuler, yang mana berasas pada kebebasan. Dimana dalam sistem kapitalis sekuler negara pun tak berdaya mengelola negara dengan potensi yang dimilikinya. Dalam sistem inipun, berlandaskan pada materi dimana individu-individu mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan menghalalkan segala cara tanpa melihat lebih jeli dampak buruk yang ditimbulkan dari investasi asing tersebut. Sehingga tak heran jika kehormatan negara tergadai.

Islam sebagai Solusi

Islam telah memberikan aturan tentang pengelolaan sumber daya alam yang merupakan kepemilikan umum secara rinci. Dalam Islam, SDA apapun itu harus dikelola oleh negara, tidak boleh diswastanisasi ataupun diperjual belikan. Mengingat SDA merupakan harta milik umum atau rakyat. Negara hanya wajib mengelolanya, dan hasilnya dikembalikan demi kesejahteraan rakyatnya.

Begitupun dengan kebijakan investasi. Negara dalam Islam memiliki aturan terhadap investasi asing. Negara mengatur masalah investasi asing secara jeli dan baik, negara menerapkan sistem ekonomi Islam yang akan mengatur kepemilikan, dan pengelolaan kepemilikan.

BACA JUGA :  Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era UU Omnibus Law

Dalam hal ini, yang merupakan sarana umum akan diolah oleh negara dan didistribusikan secara merata untuk memenuhi hajat hidup masyarakat.

Dalam hal pendistribusian barang negara pun mengontrol supaya tidak ada barang yang menumpuk di suatu wilayah, sementara Wilayah lain kekurangan. Tak hanya itu, negara juga memastikan agar politik ekonomi berjalan dengan benar. Ketika sumber daya alam yang ada dikelola oleh negara Islam, maka tidak ada celah bagi asing untuk menguasainya.

Adapun ketika negara harus melakukan pembangunan infrastruktur. Maka, negara harus melihat, apakah proyek infrastruktur yang akan dibangun tersebut memang benar-benar vital dan satu-satunya sarana umum yang dibutuhkan?. Kemudian biaya untuk mendanai proyek tersebut pun negara akan mengambil dari Baitul Mal tanpa memungut biaya dari masyarakat sepeserpun.

Namun, ketika di Baitul Mal tidak mencukupi, maka negara akan mendorong partisipasi publik untuk berinfak. Jika tidak cukup juga, maka kaum muslim laki-laki mampu akan dikenakan pajak khusus untuk membiayai proyek ini terpenuhi. Atau negara bisa menggunakan fasilitas kredit kepada negara perusahaan manapun tanpa bunga dan syarat yang dapat menjerat negara kepada hukum riba. Kemudian, negara akan membayarnya dengan cash ketika infaq dan pajak tersebut terkumpul.

Dengan mekanisme pengaturan pengelolaan yang jelas dalam Islam. Maka investasi asing tidak akan mudah masuk dan menguasai negara.

Dalam berinvestasi negara juga memberi batasan kepada negara yang akan berinvestasi ke dalam negara Islam. Jika berasal dari negara kafir Harbi (negara kafir yang menyerang kaum muslim), maka sekali-kali tidak akan diberikan izin untuk menjalankan bisnis dalam wilayah negara Islam.

Namun, jika berasal dari negara kafir Harbi hukman, atau mu’ahad, (tunduk pada negara Islam), maka negara bisa memberi izin untuk menjalankan usahanya sesuai dengan ketentuan Syariah Islam. Dan usaha yang dijalankannya pun sebatas kepemilikan individu bukan pengelolaan sumber daya alam sepenuhnya yang merupakan kepemilikan umum atau kepemilikan negara.

Maka dengan adanya pengaturan mekanisme ekonomi berstandar Syariah, jelas akan mampu mensejahterakan rakyat dengan menciptakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Serta mampu membangun kemandirian ekonomi, bukan bergantung pada investasi asing seperti saat ini.

Untuk itu, proyek OBOR wajib untuk ditolak karena besarnya kemudharatan yang ditimbulkan, khususnya Indonesia yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia.

Dan hal yang paling penting adalah mengelola negeri ini dengan syariat yang telah Allah turunkan. Begitu pula dengan orang-orang kafir tidak boleh menjajah dan menguasai kehidupan umat Islam. Sebagai mana firman Allah “Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang orang mukmin.” (An Nisa:141). Wallahu a’alam bishawab.

 


Oleh : Dewi Sartika 
Penulis adalah anggota Komunitas Peduli Umat Konda, Sulawesi Tenggara

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini