Pejabat yang Merakyat?

167
Fitri Suryani, S.Pd
Fitri Suryani, S.Pd

Seperti sudah menjadi hal biasa, ketika terjadi masalah yang menimpa negeri tercinta ini, ada saja di antara para pemegang kekuasaan yang memberi solusi, namun sayang minim atau bahkan tak dapat memecahkan masalah yang terjadi.

Sebagaimana Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, salah satu solusi persoalan naiknya harga bahan bakar minyak di Indonesia adalah dengan mendorong penggunaan kendaraan elektrik atau electric vehicle (EV). Menurut dia, gaya hidup dengan kendaraan elektrik harus digalakkan dengan mengekspos besar-besaran penggunaan dan manfaatnya. Dengan begitu, masyarakat tidak lagi takut untuk beralih ke kendaraan listrik. (kompas.com,  04/07/2018)

Selain itu, Kepala Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Herry Trisaputra Zuna menyindir masyarakat yang masih mengeluh soal integrasi tarif Tol Lingkar Luar Jakarta atau Jakarta Outer Ring Road (JORR). Integrasi berupa penerapan tarif baru akan dilakukan segera Juli 2018 ini. Sebelumnya, pemerintah bersiap memberlakukan tarif baru di Tol JORR. Pemerintah menerapkan tarif Rp 15.000 untuk golongan 1, Rp 22.500 untuk golongan 2 dan 3, serta Rp 30.000 untuk golongan 4 dan 5. Melalui tarif baru ini, biaya tol bagi angkutan barang akan berkurang. Sementara sebagian kendaraan pribadi akan mengalami kenaikan harga. (tempo.co, 02/07/2018)

Padahal jika menilik persoalan diatas, bukankah persoalan bahan bakar minyak (BBM) itu merupakan kepemilikan umum (milik rakyat Indonesia) yang diambil dari kekayaan alam nusantara, yang pengelolaannya diserahkan kepada negara dan hasilnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat (baca pasal 33 ayat 3 UUD 1945). Tetapi sayang semua itu hanya sekedar konsep, namun minim realisasi. Begitu pun persoalan Jalan Tol. Lalu siapakah yang mesti bertanggung jawab atas hal tersebut?

Selain itu pula, mestinya solusi yang diberikan mampu memecahkan masalah yang ada, bukan malah mencari solusi yang minim realisasi. Apalagi menyindir bagi masyarakat yang mengeluhkan mengenai berbagai persoalan, salah satunya masalah ekonomi yang kian mencekik rakyat.

Lebih dari itu, karena negeri ini mengemban neoliberalisme yang merupakan bentuk baru dari paham ekonomi pasar liberal. Sebagai salah satu varian dari kapitalisme. Neoliberalisme merupakan paham ekonomi yang mengutamakan sistem kapitalis perdagangan bebas, ekspansi pasar, privatisasi/penjualan BUMN, deregulasi/penghilangan campur tangan pemerintah, dan pengurangan peran negara dalam layanan sosial, seperti pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Tentu hal ini merupakan salah satu bentuk dari  penjajahan gaya baru yang semakin mencengkeram negeri tercinta ini.

Olehnya itu, selama solusi sistem ekonomi neoliberal yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan ekonomi yang semakin menghimpit rakyat, maka hanya akan melahirkan pejabat anti rakyat. Pejabat yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat,  membuktikan bobroknya sistem demokrasi dan ekonomi neoliberal.

Padahal sejatinya dalam Islam, kepemilikan umum adalah izin dari Allah yang diberikan kepada orang banyak/umum untuk memanfaatkan suatu barang. Adapun yang menjadi milik umum, yakni sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw yang artinya, “Kaum Muslim bersekutu dalam tiga hal: padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ibn Majah).

Hadis di atas menyebutkan benda-benda yang dibutuhkan dan menguasai hajat hidup orang banyak. Dengan demikian, barang apa saja yang dibutuhkan dan menguasai hajat hidup orang banyak maka kepemilikan atas benda tersebut bersifat umum.

Adapun benda-benda atau barang-barang tersebut diantaranya :Pertama, merupakan fasilitas umum. Contohnya seperti air, padang rumput (hutan) dan api (energi). Barang-barang tersebut identik berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
Kedua,  barang tambang yang tidak terbatas. Contohnya, minyak bumi, batu bara, emas perak dan sebagainya yang tergolong barang tambang dan jumlahnya tidak terbatas.
Ketiga, sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu/perorangan. Contohnya laut, sungai, danau, jalan umum, lapangan umum, sekolah-sekolah negeri.

Dengan demikian suatu hal yang wajar jika saat ini, sistem perekonomian yang melanda negeri ini kian amburadul, karena pengaturan kepemilikan tidak berstandar pada hukum syara. Olehnya itu, tiada pilihan yang lebih baik, selain kembali pada aturan yang maha baik, yakni bersumber dari Allah SWT. dengan penerapan aturan-Nya dalam seluruh aspek kehidupan. Wallah a’lam bi ash-shawab.

 

Oleh: Fitri Suryani, S.Pd
Penulis Merupakan Guru SMA Negeri di Kabupaten Konawe

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini