Penyesatan Opini dibalik Pelarangan Burkini

47

OPINI : Larangan terhadap penggunaan Burkini pakaian renang muslim di pantai akhirnya dihapuskan oleh Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Perancis. PTUN memutuskan bahwa larangan mengenakan pakaian renang muslim tersebut ilegal dan melanggar kebebasan mendasar warga.

Seperti dikutip dari Independent.co.uk, Senin (29/8/2016), Dewan Negara (Conseil d’Etat) secara khusus meneliti peraturan yang ditetapkan oleh pejabat di sebuah wilayah tepi pantai, Villeneuve-Loubet, yang secara tidak langsung menjadi “teladan” hukum di negara tersebut.

Sebelumnya pemberlakuan aturan pelarangan burkini menuai banyak kontroversi antara pihak yang sepakat dan menentang aturan tersebut. Hal ini membuat Pemerintah Prancis dalam dilema.

Vivi Kurnia Sari
Vivi Kurnia Sari

Pasalnya lebih dari 20 wali kota tetap mempertahankan dekrit yang mengizinkan polisi untuk menghentikan dan menjatuhkan denda para perempuan yang mengenakan pakaian renang yang menutupi seluruh tubuhnya dan hanya dua orang wali kota yang telah mematuhi putusan pengadilan dengan mencabut pelarangan terhadap burkini yakni wali kota Oyes-Plages  kota yang terletak di dekat Calais dan Wali Kota Eze di Alpes-Maritimes. Sedangkan para wali kota dari partai sayap kanan Les Republicains dan ekstrem kanan Front National tetap memberlakukan pelarangan   serta secara tegas menyatakan kasus itu tidak berlaku untuk mereka. (Okezone.com)

Bahkan Seorang pebisnis Muslim bernama Rachid Nekkaz menyatakan diri siap untuk membayar denda yang dijatuhkan kepada Muslimah pemakai burkini.  Pria keturunan Aljazair itu merasa larangan terhadap burkini sangat tidak adil.

“Saya memutuskan untuk membayar semua denda yang dijatuhkan kepada perempuan pemakai burkini demi menjamin kebebasan mereka berpakaian dan diatas itu semua, untuk menetralisir dasar hukum  yang menindas  dan tidak adil ini,” tutur  Nekkaz, seperti dimuat Daily Mail, Kamis (25/ 8/ 2016).

Sekelumit fakta yang telah diulas sebelumnya merupakan segelintir dari sekian banyaknya kasus dan permasalahan yang dialami oleh umat Islam diberbagai belahan bumi saat ini. Pelarangan untuk berpakaian tertutup bukan hanya kali ini terjadi.

Negeri-negeri yang terlihat begitu kuat dan lantang dalam memperjuangkan Hak Asasi Manusia (HAM), nyatanya justru lebih sering melakukan pelanggaran terhadap hak kaum muslim yang seharusnya juga mendapat perlindungan yang sama dalam menjalankan apapun yang ia yakini dalam agamanya.

Bukan hanya perkara hijab, bahkan larangan untuk tidak berpuasa disaat bulan Ramadhan juga sering dialami oleh warga minoritas di negeri- negeri penggiat Hak Asasi Manusia (HAM). Mereka dipaksa untuk tunduk dengan aturan setempat meskipun bertentangan dengan apa yang mereka yakini. Ditambah lagi dengan berbagai macam propaganda kafir dalam menyudutkan Islam dengan label “radikal dan terorisme” yang sengaja diangkat untuk membuat ketakutan ditengah-tengah masyarakat juga umat saat ini.

Islam Phobia menjadi salah satu faktor dan menjadi momok yang menakutkan bagi siapa saja yang tidak mengenal Islam dengan benar. Hal tersebut ditandai dengan semakin tumpulnya sasaran siapa yang melanggar dan siapa yang seharusnya mendapat perlindungan atas Hak Asasi Manusia (HAM).

Padahal ketika kita melihat fakta yang ada dan mau menilisik lebih dalam atas apa yang sebenarnya terjadi, Kita akan banyak menemukan umat muslim di  negeri-negerinya justru tidak mendapat hak yang seharusnya ia dapatkan.  Warga Palestina dan Suriah adalah saksi nyata yang dapat menjawab siapakah teroris  dan korban sesungguhnya.

Demokrasi sebagai penggagas ide kebebasan baik itu kebebasan beragama dan berpendapat nyatanya tidak sejalan dengan fakta yang selama ini terjadi. Masyarakat minoritas muslim di berbagai belahan bumi, nyatanya tidak mendapatkan seperti halnya pemeluk agama lain. Kebebasan yang diagung-agungkan selama ini jelas saja untuk semua pemeluk agama kecuali Islam yang kini telah dilabeli “Radikal dan Teroris” oleh siapapun yang membencinya tak terkecuali para kapitalis.

Hal ini juga diperkuat dengan terjadinya berbagai kasus baik tindakan kriminal atau kejahatan lainnya. Maka media-media sekuler yang saat ini dikuasai oleh para pemilik modal, yaitu kapitalis akan terus saja melakukan pemberitaan dan mengaitkannya dengan Islam. Berbeda halnya ketika penganut agama lain yang melakukan hal yang sama, maka pemberitaan tak seintens saat pelakunya beragama Islam.

Meskipun demikian, banyaknya ketidakadilan yang dirasakan oleh penganut agama Islam atas adanya “Islam Phobia”. Justur mendapatkan tempat tersendiri di hati masyarakat diberbagai belahan dunia. Hal tersebut sejalan dengan semakin banyaknya jumlah mualaf yang ada di berbagai negara tak terkecuali negara-negara Eropa.

Di Indonesia tidak diketahui dengan pasti jumlah semua muallaf. Namun pemeluk agama lain yang pindah ke agama Islam merupakan fenomena sosial yang nyata dan trennya terus meningkat. Diperkirakan setiap tahun muallaf bertambah 10 sampai 15% (Syafii Antohio).

Sebagai contoh, dari sekian banyak muallaf di Indonesia, 7 orang terkenal  yang sudah pindah ke agama Islam adalah: Sandrina Malakiano,  Marini, Chicha Koeswoyo, Syafii Antonio, Bob Hasan, W. S. Rendra, dan El Manik.  Di dunia, 7 orang di antara jutaan muallaf yang namanya relatif dikenal adalah: Yusuf Islam (Penyanyi Inggris), Muhammad Ali (petinju Amerika), Yusuf Estes (Penghotbah Kristen, Amerika), Murad Hofmann (Diplomat, Jerman), Muhammad Assad (Wartawan Internasional, Austria), Selma A. Cook (Penulis, Australia), dan Jeffery lang (Profesor matimatika, Amerika).

Tingginya jumlah orang yang menjadi muallaf, memfasilitasi berkembangnya Islam menjadi lebih pesat lagi. Di Jerman, pernah terjadi sebanyak 1.250 orang non-Muslim yang menghadiri dakwah muallaf Amerika, Yusuf Estes, mengambil keputusan untuk menjadi Muslim dan  bersyahadat langsung dihadapan beliau.

Penduduk dunia (2011) tumbuh 137% dalam satu dekade terakhir, di mana Kristen tumbuh sebanyak hanya 46%, sebaliknya,  Islam tumbuh sebanyak 5 kali lipatnya: 235%. (The Almanac Book of Facts, 2011). Dikatakan, bila tren pertumbuhan ini terus berlangsung, diperkirakan pada tahun 2030, 1 dari 3 penduduk dunia adalah orang Islam. (www.muslimpopulation.com).

Peningkatan jumlah pemeluk agama Islam setiap tahunnya jelas menjadi ancaman bagi siapapun yang tidak menginginkannya, tak terkecuali para kapitalis dan pemimpin negara adikuasa saat ini. Hal ini menyebabkan beberapa kekuatan politik konspirasi dunia resah dan berfikir keras untuk melakukan berbagai konspirasi untuk merusak citra Islam dimata dunia.

Salah satunya dengan mendirikan Iran Suriah Islamic State (ISIS), mengatas namakan negara Islam sedang segala tindak tanduknya sama sekali tidak mencerminkan apa yang diperintahkan dan dilarang dalam Islam. Perilaku buruk tak bermoral, masih dimunculkannya berbagai citra bom bunuh diri, sesama ummat Islam diadu domba saling berbunuhan saling bermusuhan. Bahan baku organisasi konspirasi ini, tentu menjadi pemantik target harapan untuk membesarnya pengikut Islam phobia didunia.

 

Oleh : Vivi Kurnia Sari

Penulis Merupakan Mahasiswa Poktekkes Kemenkes Makassar

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini