Pilkada 2020: Mereka yang Bakal Cerai dan Masih Mesra

1960
Pilkada 2020: Mereka yang Bakal Cerai dan Masih Mesra

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 akan dimulai September 2019, hingga puncaknya 23 September 2020. Di Sulawesi Tenggara (Sultra) sendiri terdapat 7 kabupaten yang bakal menghelat pesta akbar 5 tahunan itu.

Meski terbilang masih cukup lama, beberapa pengamat sudah memprediksi dan melihat potensi-potensi dinamika politik yang bakal terjadi ke depan setelah berkaca pada suhu politik lima tahun terakhir, dari yang masih harmonis hingga pecah kongsi bahkan bercerai.

Pengamat politik Sultra, Najib Husain berpandangan terdapat beberapa kepala daerah incumbent yang akan bercerai dengan pasangannya dalam perhelatan akbar mencari pemimpin daerah lima tahun ke depan.

Najib menilai, kemungkinan besar kepala daerah yang akan bercerai adalah di Konawe Selatan (Konsel) antara pasangan Surunuddin Dangga dengan Arsalim. Selanjutnya, Tony Herbiansyah dan Andi Merya Nur di Kolaka Timur (Koltim).

Baca Juga : Pastikan Maju Pilkada, Ridwan Zakaria Mulai Jajaki Parpol

“Yang sudah pasti Konawe Selatan, Kolaka Timur, Buton Utara (Butur) antara Abu Hasan dan Ramadio masih fifty-fifty, Wakatobi (Arhawi-Ilmiati) juga peluangnya fifty-fifty,” jelas Najib kepada Zonasultra saat dihubungi via telepon, Selasa (9/7/2019).

Sementara, pasangan yang masih mesra dan langgeng akan bertahan menurut Najib, yaitu Bupati dan Wakil Bupati Konawe Kepulauan Amrullah dan Andi Muhammad Lutfi dan Konawe Utara Ruksamin dan Raup.

Khusus 01 dan 02 di Muna yakni Rusman Emba dan Malik Ditu juga masih terlihat mesra. Namun, dalam pertarungan selanjutnya Rusman tetap akan mencari pasangan lain, sebab Malik Ditu sudah memasuki periode kedua sebagai Wakil Bupati Muna.

BACA JUGA :  Seorang Wanita di Kendari Jadi Korban Salah Tembak Polisi

Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Halu Oleo (UHO) ini berpendapat, ada beberapa faktor yang membuat para pasangan petahana itu tak mampu bergandengan lagi. Pertama faktor internal soal tugas pokok dan fungsi (tupoksi) satu sama lain.

Baca Juga : Anggota DPRD Koltim Deklarasikan Diri Maju Pilkada 2020

Kata Najib, tugas dan kewenangan antara bupati dan wakil yang tidak jelas, bisa jadi disebabkan soal pemahaman masing-masing soal itu, padahal sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

“Faktor yang kedua, saya mengistilahkan ada pembagian ‘kue’ yang tidak adil, dimana lebih dominan bupati daripada wakil bupati,” imbuh Najib.

Selain itu, ada faktor eksternal juga mempengaruhi kemesraan keduanya yaitu masalah komitmen partai politik (parpol) pengusung yang dinilai tidak ada. Seharusnya sebagai parpol pengusung bisa mempertahankan pasangan bupati dan wakilnya karena parpol menjadi tempat “curhat” mereka.

“Tapi persoalannya partai politik tidak bisa menjalin hubungan jangka panjang. Karena mereka masuk ke partai politik tidak gratis, tetapi harus membayar biaya politik yang cukup besar,” tegasnya.

Baca Juga : Mantan Pengacara LBH Kota Malang Bakal Ramaikan Bursa Pilkada Butur

Najib mengutarakan, pecah kongsi yang timbul dapat mempengaruhi roda organisasi dalam birokrasi pemerintahan menjadi tidak sehat, sehingga bisa merugikan masyarakat. Untuk itu, ia menyarankan agar pilkada ke depan diubah menjadi bupati dan gubernur saja yang dipilih tanpa pasangan.

Ia menawarkan juga masa jabatan kepala daerah hanya satu periode saja, tapi waktunya diperpanjang sampai 7 tahun.

BACA JUGA :  Seorang Wanita di Kendari Jadi Korban Salah Tembak Polisi

“Agar kedepannya tidak terjadi perpecahan seperti ini. Karena berdasarkan hasil riset Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) 70 persen bupati dan wakil bupati pecah kongsi, yang bertahan sampai dua periode hanya 30 persen,” tukasnya.

Tak jauh berbeda dengan Najib Husain, akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kendari Muhammad Nasir mengatakan pecah kongsi dalam dunia politik itu hal yang sangat dimungkinkan. Memakai istilah klasik, dalam politik tidak ada musuh maupun kawan yang abadi, yang abadi hanyalah kepentingan.

Menurut Nasir, wacana cerai para pasangan kepala daerah ini bisa terjadi karena beberapa faktor, antara lain basis massa yang dibangun oleh 01 sendiri sejak memangku jabatan, birokrasi yang besarkan, dan kedekatan partai politik.

Baca Juga : Pilkada 2020, Rusman Emba dan Abu Hasan Belum Tentu Diusung PDIP

“Mungkin juga karena kemampuan wakil selama ini, punya massa, jaringan di birokrat, dan punya saham selama ini,” ujar Muhammad Nasir saat dihubungi awak Zonasultra via telepon, Selasa (9/7/2019).

Kendati demikian, Nasir meragukan kemampuan 02 ini untuk bertarung melawan 01 soal kendaraan partai politik mereka. 02 Tidak menjadi masalah ketika punya kekuatan partai untuk maju pilkada.

Selain itu, menurutnya, para wakil ini harus berani mempublikasikan diri kepada masyarakat luas terkait kinerja yang selama ini dihasilkan. “Di sini juga mereka harus punya strategi, mereka harus mampu mempublikasikan program kerja mereka, baik bupati maupun wakil bupati. Tinggal masyarakat yang menilai,” tutupnya.***

 


Kontributor: Fadli Aksar
Editor: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini