Produksi Jagung Naik Signifikan, Padi Tak Cukup 1 Persen

98
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan (Distanak) Sulawesi Tenggara (Sultra), Muhammad Nasir
Muhammad Nasir

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Komoditi padi dan jagung di Sulawesi Tenggara (Sultra) mengalami peningkatan pada 2017 dibanding tahun sebelumnya.

Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan (Distanak) Provinsi Sultra, Muhammad Nasir mengatakan, untuk komoditi padi peningkatannya tidak mencukupi 1 persen karena dipengaruhi musim hujan yang terjadi mulai dari Januari sampai Mei. Sehingga, mengakibatkan turunnya produksi gabah.

Menurutnya, pada 2016 petani Sultra menghasilkan 669 ribu ton gabah kering giling. Sementara pada 2017 naik hanya mencapai 700 ribu ton.

“Tidak cukup 1 persen peningkatan produksinya,” kata Nasir saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (9/2/2018).

BACA JUGA :  7 Keunggulan MacBook Air yang Membuatnya Jadi Pilihan Utama

Sedangkan untuk produksi komoditi jagung pada 2016 hanya 90 ribu ton. Secara siginifikan mengalami peningkatan sebanyak 149 ribu ton pada 2017 (naik 66 persen).

Hal tersebut dikarenakan banyaknya program-program dari pemerintah pusat, dalam memberikan bantuan benih jagung hibrida. Kemudian dikembangkan di hampir semua kabupaten dan kota di Sultra.

Namun, berbeda dengan kedelai yang mengalami penurunan produksi dari 16 ribu ton turun pada 2016 menjadi 9 ribu ton di 2017.

Mantan Kepala Bappeda Konawe itu menjelaskan bahwa komoditi kedelai memang menjadi persoalan tersendiri, karena secara kultural hanya masyarakat daerah-daerah tertentu (transmigrasi) yang terus membudidayakan kedelai.

BACA JUGA :  Realisasi Belanja Negara di Sultra Tahun 2023 Sebesar Rp29 Triliun

“Masyarakat lainnnya lebih memilih untuk memproduksi komoditas jagung,” ujarnya.

Peningkatan luar biasa pada komoditas jagung dibanding kedelai. Tahun ini saja, Distanak Sultra hanya menerima alokasi 5 ribu hekter lahan untuk kedelai.

Selain padi, jagung, dan kedelai, komoditi kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar naik secara alamiah. Sebab, memang dibudidayakan tanpa sentuhan dan bantuan dari pemerintah pusat maupun provinsi.

“Komoditi itu bisa leading sesuai perkembangan masyarakat. Karena itu untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal,” tutupnya. (B)

 


Reporter : Sitti Nurmalasari
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini