Rekonstruksi Peran Pemuda Untuk Negeri

140
Ceramah Politik Dilarang, Demi Siapa?
Ulfah Sari Sakti

Pasca pencabutan badan hukum organisasi kemasyarakatan (Ormas) hizbut tahrir Indonesia (HTI) karena dianggap pergerakannya membahayakan kedaulatan NKRI,  pemerintah melalui badan nasional penanggulangan terorisme (BNPT) gencar melakukan sosialisasi bahaya radikalisme di kampus-kampus.  Seperti pada musim penerimaan mahasiswa baru di Universitas Widyatama, kepala BNPT, KomjenPol Drs Suhardi Alius MH mengunjungi perguruan tinggi untuk membekali mahasiswa dan memberikan pembekalan resonansi kebangsaan serta bahaya radikalisme dan terorisme.  BNPT meminta agar mahasiswa baru mengenali bahaya radikalisme dan terorisme sebagai ancaman global yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.  “Karena kalau zaman sekarang semua serba on line, termasuk pula infiltrasi radikalisme dan termasuk itu ada di on line.  Yang bisakita kenali konten dan narasi, gejala pada teman sendiri, kemudian ingatkan dan laporkan, jangan takut.  Kalian generasi penerus bangsa, duta monitor dan melapor, harus mampu,” kata Suhardi.

Radikalisme dalam Islam Dilarang!

Menurut Achmad Zuhdi, 2016. Gerakan radikalisme yaitu adanya unsur paksaan dan mungkin juga tindakan kekerasan dalam upaya mengaktualisasikannya.  Gerakan ini bertentangan dengan islam sebagai rahmatan lil’alamin (pembawa rahmat bagi seluruh alam).  Sebagaimana firman Allah swt dalam QS Al-Anbiya : 107.  “Dan tiadalah Kami utus engkau (ya Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam”.

Bahkan Al Qur’an menyatakan bahwa orang yang melakukan aksi kezaliman termasuk golongan orang merugi dalam kehidupannya.  Didunia akan dicap sebagai pelaku kejahatan dan di akhirat kelak akan dimasukan ke dalam api neraka jahanam.  Sebagaimana firman Allah swt dalam QS Al Kahfi : 103-106, “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?”Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.  Mereka itu orang-orang kafir terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kafir terhadap) perjumpaan dengan Dia.  Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.  Demikianlah balasan mereka itu neraka jahanam, disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rrasul-Ku sebagai olok-olok”

Radikalisme Harus ditinggalkan karena juga termasuk tindakan kemunkaran

Menurut Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, mengingkari atau mencegah kemungkaran ada 4 tingkatan :
(1) menyingkirkan kemunkaran dan digantikan dengan lawannya (yaitu kemakrufan
(2) menyingkirkan kemunkaran dengan menguranginya walau pun tidak menghapuskan secara keseluruhan
(3) menyingkirkan kemunkaran, tetapi kemudian muncul kemunkaran yang serupa itu
(4) menyingkirkan kemunkaran tetapi kemudian muncul kemunkaran yang lebih jahat daripadanya.

Sehubungan dengan adanya mahasiswa (i) muslim yang dianggap tergolong radikalisme karena aktif melakukan dakwah atau pun diskusi formal maupun informal tentang masalah keagamaan, khususnya mengkritik pemerintah, menurut pandangan saya merupakan suatu tindakan pelabelan (stereotif) dan subyektif (karena hanya ditujukan kepada mahasiswa-mahasiwi muslim saja).  Hal ini tidak jauh beda dengan kasus terorisme yang bersifat stigmatisasi pada umat muslim, yang berujung pada buruknya citra islam di mata dunia.  Padahal sangat jelas bahwa islam merupakan agama yang sangat menghargai hidup manusia, karena islam melarang membunuh siapa pun tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariah.   Sebagaimana ayat yang terdapat dalam Al Qur’an : walaa taqtulunnafsa llati harrama llahu illa bil haq.  Maka siapa saja yang membunuh orang tanpa alasan yang dibenarkan syariah, ia berhak mendapatkan hukuman qishash atau balas dibunuh bila ahli warisnya tidak memaafkan.

Lantas apakah aktivitas dakwah di kampus harus dibatasi dengan tema-tema tertentu saja, layaknya penceramah mesjid yang tema ceramahnya tidak boleh tentang politik?, Sehingga jika mahasiswa tersebut tetap menjalankan aktivitas dakwahnya khususnya dengan tema .politik maka dicap radikal.  Perlu diingat berdakwah walau pun hanya satu ayat merupakan kewajiban setiap muslim dewasa, sebagaimana firman Allah swt dalam Al Imran : 104,” Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung”.

Adapun dampak apabila dakwah ditinggalkan, “sesungguhnya manusia, bila melihat kemunkaran sedangkan mereka tidak berupaya mencegahnya, maka tunggulah saatnya Allah menurunkan azabNya secara menyeluruh (HR Abu Dawud).  Dampak lainnya dijelaskan dalam HR Al Bazzar dan Thabrani,” kalian harus mengajak mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kemunkaran.  Bila tidak demikian, tentu Allah akan menjadikan orang-orang jahat diantaramu menguasai kalian.  (Dan) bila ada orang baik diantaramu berdoa (untuk keselamatan) maka doa mereka tidak akan dikabulkan”.

Karena itu sudah selayaknya jika semua pihak, tidak terkecuali pemerintah untuk lebih jeli lagi memberikan cap radikal kepada personal atau pun organisasi, sehingga tidak ada lagi korban individu atau pun organisasi akibat pelabelan (stereotif), subyektif dan stigmatisasi dari radikalisme tersebut.  Walllahu’alam bishowab[].

 

Oleh: Ulfah Sari Sakti
Penulis Merupakan Jurnalis Muslimah Kendari

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini