Romantika Politik Perjalanan Tiga Tokoh Mengunci Dukungan Partai

223
Pemilihan Gubernur Sultra, Romantika Politik Perjalanan Tiga Tokoh Mengunci Dukungan Partai
Pemilihan Gubernur Sultra

Pemilihan Gubernur Sultra, Romantika Politik Perjalanan Tiga Tokoh Mengunci Dukungan Partai Pemilihan Gubernur Sultra

 

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) 2018 menjadi begitu romantika politik penuh intrik. Bagaimana para tokoh politik dalam perjalanan mengatur strategi dan merayu partai politik untuk jadi partai pengusung.

Suhu panas dingin persaingan di partai politik menempa para tokoh dan jadi ajang pembuktian diri. Ada yang kokoh sebagai 01 (calon gubernur) dan ada yang akhirnya luluh dan rela jadi pendamping (02). Kerelaan boleh jadi karena memang “jatuh cinta” pada pasangannya atau mungkin hitung-hitungnya “dari pada tidak lolos mendingan jadi 02 saja”.

Uniknya, yang mulai menemukan cinta di partai politik kali ini adalah para mantan yang sudah berpengalaman “naik pelaminan” sebagai bupati, wali kota, bahkan gubernur. Dalam perjalanan mereka dahulu telah terbukti mampu meluluhkan hati partai politik dan naik tahta.

Tiga tokoh yang menjadi titik sentral pertarungan adalah Mantan Gubernur Sultra Ali Mazi, Mantan Wali Kota Kendari Asrun, dan mantan Bupati Kolaka Utara Rusda Mahmud. Sejak awal tahun 2017, ketiga tokoh ini sudah memanaskan mesin politiknya dengan mulai gencar bersosialisasi dan membentuk tim pemenangan.

#Ali Mazi

Jauh hari sebelum mendapatkan rekomendasi partai, kader partai Nasdem ini telah menyebut lebih dulu kepastian jodohnya yakni mantan Bupati Konawe Lukman Abunawas. Perjalanan politiknya dimulai ketika berhasil mengunci dukungan partainya sendiri, Nasdem.

Dukungan partai Nasdem itu tidaklah cukup sebab hanya memiliki 3 kursi di DPRD Sultra. Lalu tak lama berselang ia mendapatkan dukungan Golkar yang memiliki 7 kursi. Koalisi Golkar ini untuk memenuhi syarat minimal pencalonan yang harus 9 kursi.

(Baca Juga : Panas Dingin di Gelanggang Pilgub Sultra)

Perjalanan Ali Mazi di Golkar tidaklah mudah, sebab ada Ketua Golkar Sultra Ridwan Bae yang juga melempar wacana maju Pilgub. Apalagi, Ali Mazi dalam posisi mantan Ketua Golkar Sultra yang ketika menjadi nahkoda beringin rindang itu terhenti di tengah jalan digantikan Ridwan Bae.

Namun aroma persaingan dengan Ridwan sepertinya tak menjadi hambatan karena Ali Mazi melancarkan lobi antara DPP Nasdem dan DPP Golkar. Kabar pertama dukungan Golkar mengarah ke Ali Mazi adalah ketika Ketua Harian DPP Golkar Nurdin Halid menerima rekomendasi Nasdem maju di Pilgub Sulawesi Selatan (Sulsel). Dari sisi ini sudah dapat terbaca bahwa ada barter di dua provinsi ini.

“Pak Ali, saya pastikan rekomendasi itu, karena saya Ketua Tim Pilkada Pusat, disini juga hadir Pak Sekjen DPP, Idrus Marham, yang juga Sekretaris tim Pilkada Pusat, sebentar juga Rekomendasinya bisa di tandatangani,” ucap Nurdin dukutip dari sulselsatu.com di Hotel Clarion Makassar, Kamis (14/9/2017).

Tepat sepekan usai pernyataan itu (entah ada hubungannya atau tidak), Ridwan Bae menyatakan mundur dari pertarungan Pilgub melalui Rapat Pimpinan Daerah Khusus (Rapimdasus) Golkar di Hotel Clarion Kendari, Sabtu (23/9/2017).

Usai Rapimdasus dan rapat di Golkar Sultra, ada tiga nama yang diusulkan Golkar ke DPP yaitu Rusman Emba, Tina Nur Alam dan Ali Mazi. Anehnya nama Ali Mazi dimasukan bukan atas keputusan rapat tapi karena permintaan Ridwan Bae.

Pada 5 Oktober 2017 akhirnya keluar keputusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar yang merekomendasikan Ali Mazi yang ditandatangani Nurdin Halid dan Sekjen Idrus Marham. Keputusan itu mendapat penolakan dari kader Golkar di berbagai daerah di Sultra dengan aksi unjuk rasa.

Aksi itu lumayan reda setelah Ketua Harian DPP Golkar, Nurdin Halid mendeklarasikan pasangan itu di Pelataran Eks MTQ, Kendari, Kamis (19/10/2017). Hingga akhir November 2017 kader-kader Golkar di Sultra belum secara utuh mendukung Ali Mazi.

#Asrun

Pembuktian bagi Asrun adalah ketika berhasil menggenggam dukungan PAN yang memiliki jumlah kursi terbanyak di DPRD Sultra (9), satu-satunya partai yang dapat mencalonkan tanpa mesti berkoalisi. Tokoh yang mengincar PAN adalah figur kelas kakap seperti Anggota Ombudsman RI La Ode Ida dan anggota DPR RI Tina Nur Alam.

La Ode Ida merupakan caleg PAN pada 2014 lalu, ia mengaku telah mendapatkan kode dari pendiri PAN Amin Rais dalam dokumen pencalonannya, sedangkan Tina Nur Alam memiliki nilai tambah tersendiri karena merupakan istri Gubernur Sultra non aktif Nur Alam, pendiri dan juga ketua DPW PAN Sultra.

(Baca Juga : Cinta Segitiga Asrun-Amirul-Hugua)

Pada akhirnya PAN lebih tertarik pada Asrun, yang pernah memimpin Kendari dua periode dan Nahkoda di PAN Kendari. Asrun mengantongi rekomendasi itu tanpa melalui embel-embel panitia penjaringan seperti di partai-partai lain.

Awalnya Asrun mengumumkan bahwa pasangannya adalah mantan Walikota Baubau Amirul Tamim. Namun dalam setiap kesempatan, kader PPP itu memberikan jawaban menggantung dan tidak ada bukti keseriusan untuk mendampingi. Hingga akhirnya “cinta” Asrun berlabuh pada mantan Bupati Wakatobi Hugua.

Hugua tak berdiri sendiri, salah satu bentuk kekuatan besarnya adalah karena menjabat Ketua PDIP Sultra. Dalam posisi demikian, PDIP pun akhirnya ikut merapat di barisan PAN. Tak lama kemudian PKS juga memberikan dukungan kepada Asrun-Hugua yang mempopulerkan akronim Surga.

Pasangan ini hendak membuat koalisi besar untuk dengan cita-cita menang besar. Koalisinya, PAN 9 kursi, PDIP 5, PKS 5, PPP 2, dan PKB 1 (baru sebatas mengarah), sehingga total sudah 22 kursi koalisi. Partai selanjutnya diincar adalah Gerindra dan Hanura.

Perjalanan Surga merayu dua partai itu bisa bergesekan dengan Rusda yang juga menginginkan pelengkap koalisi. Di Gerindra, Surga mengandalkan pergerakan Ketua Gerindra Sultra Imran yang tidak lain adalah besan Asrun.

#Rusda Mahmud

Mantan Bupati Kolaka Utara ini sejak 17 Desember 2015 telah meneken komitmen politik dengan mantan Bupati Buton LM. Sjafei Kahar untuk maju bersama. Perjanjiannya siapapun yang tertinggi surveinya akan menjadi 01.

Setahun kemudian, tepatnya pada Maret 2017 kesepakan untuk maju bersama difinalisasi, Rusda sebagai 01 dan Sjafei sebagai pendamping. Namun masalahnya dua tokoh ini tidak memegang jabatan strategis di partai, Rusda merupakan Dewan Penasehat di Demokrat dan Sjafei Kahar adalah kader Golkar, bukan jabatan nahkoda partai penentu arah.

Kombinasi dua tokoh itu terhambat oleh dukungan partai politik, meskipun sudah berusaha dengan menjadi pendaftar paling rajin di sejumlah partai politik yang membuka penjaringan seperti Nasdem, PDIP, PPP, Demokrat, Hanura, dan lainnya.

(Baca Juga : Menuju Perang Akbar Aman Versus Surga dan Turbulensi Politik)

Terakhir, perjalanan Rusda-Sjafei menemui titik terang setelah adanya rekomendasi dari DPP Demokrat pada 10 November 2017. Demokrat hanya memiliki 6 kursi di DPRD Sultra, artinya masih kurang minimal 3 kursi koalisi. Demokrat memberi batas waktu selama 20 hari atau paling lambat 30 November 2017 untuk mendapatkan koalisi.

Berdasarkan pemetaan dukungan partai, 3 kursi koalisi itu hanya dapat diisi oleh Gerindra (4) dan Hanura (3). Rintangannya adalah hingga hari ini (Minggu, 26/11/2017) surat tugas dari Demokrat akan segera berakhir, belum ada pernyataan sikap dari Gerindra maupun Hanura mendukung Rusda-Sjafei ataupun kandidat lain.

Wacana yang mencuat sementara sangat sulit koalisi itu dapat terwujud sebab di Gerindra Sultra ternyata hanya mengusulkan Asrun ke DPP Gerindra. Tantangan Rusda-Sjafei di Gerindra adalah menyatukan kembali Imran dan Ketua Demokrat Sultra Muhammad Endang.

(Baca Juga : Gagalnya Skenario “Head to Head” dan Juru Kunci di Pilgub Sultra)

Imran dahulu ketika menjabat Bupati Konawe Selatan adalah Ketua Demokrat Sultra yang hanya memimpin satu periode dan digantikan oleh Endang.

Arah ke Asrun-Hugua, juga mencuat di Hanura dengan adanya pernyataan Sekretaris Penjaringan Hanura Sultra, Bandung Longgeng pada 14 November 2017. Keesokan harinya, pernyataan Bandung dibantah oleh Ketua Hanura Sultra Sabri Manomang bahwa semua kandidat yang mengikuti penjaringan masih berpeluang mendapatkan dukungan.

Pada tahap ini ketajaman lobi Rusda-Sjafei dan Demokrat akan jadi pembuktian. Hasil akhirnya bisa saja Rusda-Sjafei kandas atau mungkin juga lolos dengan koalisi yang lengkap dan jadi penantang berat bagi Asrun dan Ali Mazi. (A)

 

Penulis : Muhamad Taslim Dalma
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini