Sadli, antara Profesi, Hak Masyarakat, dan Penguasa

727
Sadli, antara Profesi, Hak Masyarakat, dan Penguasa
SABIR LALUHU

PERKARA yang didakwakan terhadap Moh Sodli Salih alias M Sadli Saleh, jurnalis asal Buton Tengah, Sulawesi Tenggara (Sultra) menjadi kado pahit pada peringatan Hari Pers Nasional tahun 2020, 9 Februari. Seorang jurnalis yang duduk di bangku pesakitan karena karya jurnalistik yang dibuatnya jelas menjadi lonceng peringatan bagi kebebasan pers dan profesi seorang jurnalis di Indonesia, termasuk di Buton Tengah.

Sadli yang karib disapa La Delly dibawa ke Pengadilan Negeri Pasarwajo, Buton karena yang dimuat liputanpersada.com pada 10 Juli 2019 dengan judul “Abracadabra: Simpang Lima Labungkari Disulap Menjadi Simpang Empat”. Anehnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Buton mendakwa Sadli dengan menggunakan pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE).

Saat tulisan tadi terbit, status Sadli merupakan pemimpin redaksi liputanpersada.com. Setelah perkara (kasus) Sadli diproses secara hukum, laman tersebut sudah expired. Jika dibuka saat ini maka status laman tersebut yakni ‘This domain nameisexpired, pleasecontactyourprovidertorenewyour domain name’.

Berdasarkan pemberitaan berbagai media massa sebelumnya, perkara ini bisa sampai ke meja hijau karena lebih dulu dilaporkan oleh Bupati Buton Tengah periode 2017-2022 Samahuddin – melalui Kepala Bagian Hukum Pemkab Buton Tengah – ke Polres Kota Baubau. Polres menyidik dan menetapkan Sadli sebagai tersangka dan ketika perkara lengkap kemudian dilimpahkan ke Kejari Buton. Oleh Kejari Buton kemudian berkas perkara, dakwaan, dan Sadli dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Pasarwajo serta masih disidangkan hingga tulisan ini rampung.

Sadli, Jurnalis atau Bukan?

Perdebatan panjang status pekerjaan atau profesi Sadli dan status badan hukum perusahaan yang menaungi liputanpersada.com yakni PT Global Media Nusantara (GMN) serta dikaitkan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan apakah tulisan Sadli masuk kategori karya jurnalistik atau bukan mengemuka dalam beberapa hari terakhir sepanjang Februari 2020. Utamanya di Provinsi Sultra dan lebih khusus di Kabupaten Buton Tengah.

Argumentasi yang dibangun pihak yang menyatakan bahwa Sadli bukan seorang jurnalis, tulisannya “Abracadabra: Simpang Lima Labungkari Disulap Menjadi Simpang Empat” bukan karya jurnalistik, dan bukan sengketa pers seolah didasarkan pada status badan hukum PT Global Media Nusantara (GMN).

Status badan hukum ini disodorkan pihak tersebut dengan melansir informasi dari tautan dan laman http://flexterkita.com/?pg=custom&type=cx&id=801, http://gw-tops.com, dan https://sites.google.com/site/peluangusahamenguntungkan/home/profil-perusahaan/pt-global-media-nusantara. Dalam tiga laman ini, terlihat jelas bahwa PT GMN memiliki beberapa anak perusahaan antara lain yakni PT Surya Lintas Global, BMT Al-Barkah, dan PT Global Multimedia Solution.

PT GMN dan tiga anak perusahaannya bergerak di bidang masing-masing. Pada isi tiga laman tadi juga tercantum 10 item pada legalitas perusahaan di antaranya Akta notaris ‘No : 20,Tanggal 30 April 2005’. Dengan informasi dan data dalam tiga laman tadi, kemudian pihak tersebut menyebutkan dan menyimpulkan bahwa PT GMN yang menaungi liputanpersada.com sebagai perusahaan bukan berbadan hukum pers.

Guna mengkomparasikan informasi tersebut, penulis melacak beberapa akun media sosial dan website lain yang memuat profil PT GMN. Akun twitter PT Global Media Nusantara, @PTGlobalMediaN1, sempat mencuit pada 27 Oktober 2018 bahwa blog/website resmi mereka yakni https://sites.google.com/view/ptglobalmedianusantara/beranda . Di laman ini, tercantum usaha PT GMN yakni asuransi, SMS masal, website instan, travel haji dan umroh, kayu jabon, e-mailmarketing, aplikasi keuangan, apartemen, dan lain-lain.

Berikutnya penulis juga membuka laman https://1stgreenproperty.wordpress.com/profil-pt-gmn/. Di laman ini tertulis PT GMN memiliki beberapa anak perusahaan antara lain yakni PT Surya Lintas Global, Si Putri, BMT Al-Barkah, Pangeran Cinta Management, dan PT Global Multimedia Solution.

Penulis juga membuka laman flexterkita.com dan mengunduh Surat Keputusan TIM Satgas Penerapan Kode Etik PT Global Media Nusantara dari tautan http://flexterkita.com/?pg=info&act=read&id=852. Rupanya dalam dokumen tersebut tertuang bahwa PT GMN tidak hanya memiliki akta notaris pendirian perusahaan pada tahun 2005. Perusahaan ini ternyata juga memiliki enam kali perubahan akta notaris yakni tahun 2006, 2008, 2010, 2011, 2013, dan 2016. Akta notaris perusahaan dibuat di hadapan dua orang notaris yakni ‘Drs. Tri Soetrisno, SH’ dan ‘Gumilang Kusumaningtyas, SH., M.kn.’.

Saya ingin para pembaca menggarisbawahi frasa ‘PT GMN memiliki beberapa anak perusahaan antara lain’ serta jenis usaha PT GMN ‘dan lain-lain’. Dua frasa tersebut menunjukkan bahwa masih ada anak perusahaan lain dan masih ada usaha lain yang disebutkan dalam beberapa laman dan tautan.

Apa artinya? Klaim bahwa PT GMN (dan anak-anak perusahaannya) bukan perusahaan berbadan hukum pers dan tidak menjalankan bisnis media tentu masih terlalu dini. Ditambah lagi telah terjadi enam kali perubahan akta notaris atas Akta Nomor 20 Tanggal 30 April 2005.

Pertanyaannya adalah apakah para pihak yang menyebutkan bahwa PT GMN (dan anak-anak perusahaannya) bukan perusahaan berbadan hukum pers dan tidak menjalankan bisnis media sudah pernah mengonfirmasi langsung ke PT GMN atau jajaran direksi serta dua notaris agar membuka akta notaris untuk memastikan itu?

Jika kita melacak di Googleterkait pemberitaan liputanpersada.com, maka terlihat urutan paling lama berita yang dilansir berjudul ‘Busel Promosi Tarian Kolaborasi di Kemilau Sulawesi 2016 Bandung’. Berita ini tayang pada 6 April 2016. Artinya sejak itu hingga Saldi hengkang, liputanpersada.com merupakan portal atau laman media massa.

Bagi saya, perusahaan yang menaungi sebuah media massa termasuk dalam hal ini PT GMN yang menaungi liputanpersada.com, andaipun bukan perusahaan berbadan hukum pers seperti disebutkan tadi, maka jelas persoalan lain dan terpisah. Karenanya status badan hukum itu tidak bisa disangkutpautkan bahwa orang yang bekerja di liputanpersada.com dan menulis berita di portal itu bukan berstatus seorang jurnalis.

Seorang jurnalis ketika masuk bekerja dan menjadi jurnalis di media massa, tidak pernah mengurusi atau bukan kewenangannya mengurusi badan hukum perusahaan yang menaungi media massa tempatnya bekerja. Hal itu juga berlaku bagi Saldi selaku penulis berita “Abracadabra: Simpang Lima Labungkari Disulap Menjadi Simpang Empat” sekaligus pemimpin redaksi liputanpersada.com saat itu. Artinya Sadli tidak bisa disalahkan atas status badan hukum PT GMN. Yang mengurusi dan berwenang mengurusi adalah direksi dan/atau manajemen PT GMN.

Pada sisi lainnya, pertanyaan kembali muncul kenapa status Saldi dan status badan hukum PT GMN baru dipermasalahkan ketika tulisan “Abracadabra: Simpang Lima Labungkari Disulap Menjadi Simpang Empat” mencuat dan perkaranya mendapatkan perhatian secara nasional? Kenapa status badan hukum PT GMN tidak dipermasalahkan ketika awal operasional liputanpersada.com?

Berdasarkan penuturan beberapa jurnalis dan tokoh asal Sultra, Saldi rupanya bukan baru bekerja secara profesional sebagai seorang jurnalis pertama kali di liputanpersada.com. Jauh sebelumnya, Sadli lebih dulu menjadi jurnalis di tribunbuton.com dan riaknews.com.

Dari riaknews, Saldi pindah ke liputanpersada.com. Akhir September 2019, Sadli pindah ke durasitimes.com, media online yang bersama Koran BaubauPost berada di bawah naungan PT Faren Grafika. Dan, status Sadli ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Baubau pada 11 Desember 2019, dengan berkas perkara Nomor:  BP/94/XII/2019 Reskrim tertanggal 11 Desember 2019. Laptop milik Sadli juga disita sebagai barang (alat) bukti.

BACA JUGA :  Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era UU Omnibus Law

Ada juga pihak yang mempermasalahkan Saldi bahwa Saldi baru mengikuti orientasi calon anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Baubau pada 15-16 Desember 2020, dinyatakan lulus, dan mendapatkan sertifikat yang ditandatangani pengurus PWI Sultra. Dengan begitu Saldi resmi menjadi anggota PWI.

Informasi atau fakta tentang keikutsertaan Saldi sebagai calon anggota PWI dan baru lulus seolah-olah bertujuan ingin menggiring opini bahwa ketika Saldi belum mengikuti orientasi dan belum lulus maka Saldi bukan merupakan jurnalis.

Jika argumentasi ini yang dipakai maka terlalu absurd. Musababnya, Pasal 7 ayat (1) UU Pers dengan tegas menyatakan, ‘Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.’ Sehingga kalau Saldi tidak mengikuti orientasi calon anggota PWI Kota Baubau maka statusnya sebagai seorang jurnalis tetap ada. Sekali lagi harus diingat bahwa saat berita “Abracadabra: Simpang Lima Labungkari Disulap Menjadi Simpang Empat” tayang Saldi adalah pemimpin redaksi liputanpersada.com.

Andaipun saat masih di liputanpersada.com Saldi belum mengikuti seleksi calon anggota PWI dan belum menjadi anggota, maka status dan profesinya sebagai jurnalis tidak gugur. Saldi tetaplah seorang jurnalis.

Banyak ahli dan praktisi meyakini bahwa ada banyak bentuk karya jurnalistik. Secara umum terdiri atas berita, opini, tajuk/editorial, kartun/karikatur, resensi, foto, suara, dan video yang dimuat atau diterbitkan media massa. Untuk kategori berita terdapat beberapa pembagian atau jenis di antaranya hardnews (straightnews), softnews, feature, indepthnews, investigativenews, dan interpretativenews.

Saya lebih cenderung mengelompokkan tulisan Sadli berjudul “Abracadabra: Simpang Lima Labungkari Disulap Menjadi Simpang Empat” sebagai editorial atau interpretativenews. Sekali lagi harus diingat bahwa saat tulisan ini terbit Sadli adalah pemimpin redaksi Liputanpersada.com.

Secara sederhana editorial/tajuk adalah pandangan atau opini dan sikap resmi redaksi media massa atas suatu peristiwa, kejadian, isu atau persoalan aktual maupun kontoversial yang berkembang di masyarakat. Sedangkan interpretativenews adalah berita yang dikembangkan oleh penulis atau jurnalis berdasarkan hasil observasi atau penelitian di lapangan dengan disertai pendapat jurnalis tersebut.

Hak Masyarakat dalam Tulisan

Bagi saya, tulisan Saldi tadi merupakan karya jurnalistik yang mengandung dua bagian penting. Pertama, kritik terhadap Bupati dan Pemkab Buton Tengah agar transparansi dan konsisten dalam menjalankan pemerintahan yang bersih dan dengan tata kelola baik (goodgovernance) dalam pelaksanaan pembangunan dan tender proyek. Kedua, berisikan harapan dari masyarakat agar segala kegiatan pembangunan terkhusus kawasan Labungkari sebagai kawasan ibukota kabupaten agar untuk kepentingan masyarakat.

Jika dibaca secara utuh isi surat dakwaan dengan Reg. Perkara Nomor: 60/Rp.9/Eku.2/12/2019 atas nama Sadli maka sebenarnya tidak nampak adanya unsur kesengajaan atau niat jahat dalam diri Sadli untuk melakukan dugaan perbuatan pidana. Status Saldi sebagai jurnalis dan karya jurnalistiknya mestinya harus dilihat dari sisi UU Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman Pemberitaan Media Siber (bagi media online).

Karenanya Saldi dan tulisannya tidak bisa secara serta merta dibawa ke ranah pidana. Sebagai sebuah karya jurnalistik maka ada proses yang harus dilalui secara berjenjang. Pihak yang keberatan dengan karya tersebut termasuk tulisan Saldi tadi, semestinya lebih dulu mengajukan hak jawab atau hak klarifikasi secara resmi ke media massa (liputanpersada.com).

Berikutnya, jika hak jawab atau hak klarifikasi tidak ditanggapi atau tidak ditayangkan liputanpersada.com, maka pihak yang keberatan menggugat atau melaporkan ke Dewan Pers. Nanti Dewan Pers yang akan melakukan pemeriksaan atas pengaduan laporan tersebut termasuk jika ada hubungannya dengan status badan hukum PT GMN.

Hakikatnya tulisan Saldi merupakan bagian dari meneruskan hak masyarakat dalam menyampaikan kegelisahan mereka atas proyek ‘Penataan Kawasan Jalan Simpang 5 Labungkari’ pada Pemerintah Kabupaten Buton Tengah yang dimenangkan dan digarap oleh PT Milano Masagena Perkasa. Karena bagaimanapun itu, proyek tersebut harusnya dinikmati secara maksimal oleh masyarakat dan untuk kepentingan masyarakat. Karena jika terjadi penyimpangan hingga dugaan korupsi, maka yang mengalami kerugian adalah masyarakat.

Selain itu, dalam posisinya sebagai warga negara maka Saldi memiliki hak yang dijamin oleh UUD 1945. Lihat BAB X Warga Negara dan Penduduk. Pasal 28 berbunyi, ‘Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.’ Selanjutnya Pasal 28C ayat (2) tertuang, ‘Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.’

Pada posisi sebagai anggota masyarakat pun, Saldi diakui dalam UU Pers. Pasal 17 UU Pers tentang peran serta masyarakat pada ayat (1) menegaskan bahwa, ‘Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.’

Dengan demikian sebenarnya Pemerintah Kabupaten Buton Tengah dan/atau Bupati Buton Tengah Samahuddin sejak awal tidak perlu membawa Saldi dan tulisannya ke ranah hukum. Karena Saldi melalui tulisannya sedang menjalankan fungsi sebagai media informasi dan kontrol sosial. Dengan tulisannya, Saldi melakukan pengawasan dan kontrol agar dua bagian penting yang penulis sebutkan di atas bisa tercapai.

Bupati Buton Tengah Samahuddin, sebagai pimpinan –‘penguasa’ – tertinggi eksekutif di kabupaten mestinya tidak antipati dengan kritik, kontrol, dan pengawasan yang dilakukan oleh media massa dan para jurnalis termasuk yang dilakukan Saldi dan liputanpersada.com. Melaporkan dan membawa sebuah karya jurnalistik dan seorang jurnalis ke ranah pidana ibaratnya sedang membungkam suara masyarakat. Langkah ini pun akan menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat untuk bersuara dalam mengkritik pemerintah.

Pemerintah Kabupaten Buton Tengah melalui Kabag Humas dan Protokoler Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Buton Tengah Sarifuddin Fanta menyatakan, tulisan yang dibuat Saldi berjudul “Abracadabra: Simpang Lima Labungkari Disulap Menjadi Simpang Empat” dan dimuat liputanpersada.com sebagai fitnah. Tulisan tersebut membuat Pemerintah Kabupaten Buton Tengah merasa terganggu dan difitnah. Tulisan itu juga telah meresahkan Pemerintah Kabupaten dan masyarakat Buton Tengah. Pasalnya tulisan tersebut tidak memiliki dasar.

Sarifuddin mengklaim, Pemerintah Kabupaten dan Bupati Buton Tengah telah berupaya memberikan penjelasan dan klarifikasi kepada Saldi baik secara langsung maupun tidak langsung. Tapi Saldi selalu menolaksertaupaya bertemu Saldi selalu gagal karena Saldi tidak pernah hadir. Sarifuddin memaparkan, pemuatan tulisan ini berjalan kurang lebih 3 bulan yang dimuat secara berulang-ulang di media sosial bahkan hampir setiap saat memposting dan mengirim secara berulang di grup WhatsApp.

Pemerintah Kabupaten Buton Tengah menganggap, tindakan tersebut berlebihan. Karenanya Pemerintah Kabupaten Buton Tengah melalui Kepala bagian Hukum Setda Kabupaten Buton Tengah akhirnya melaporkan konten tulisan yang dimuat pada liputanpersada.com yang merupakan hasil tulisan Sadli ke pihak yang berwajib yakni Polres Baubau.

Penjelasan Sarifuddin ini disampaikan melalui siaran pers ke sejumlah media massa dan jurnalis pada Selasa, 11 Februari 2020. Penulis juga menerima siaran pers tersebut. Hanya saja dalam dua lembar siaran pers dengan 10 poin tersebut, tidak tertera jelas upaya Pemerintah Kabupaten maupun Bupati Buton Tengah melayangkan secara resmi hak jawab atau hak klarifikasi ke redaksi liputanpersada.com serta upaya melaporkan isi tulisan dan Saldi ke Dewan Pers.

BACA JUGA :  Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era UU Omnibus Law

Yang harus diingat pula, Pemerintah Kabupaten Buton Tengah adalah badan/lembaga publik dan Bupati Buton Tengah Samahuddin merupakan pejabat publik. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), badan publik wajib menyediakan dan menyampaikan informasi publik. Informasi publik terbagi tiga bagian yakni informasi berkala, serta merta, dan setiap saat.

Pasal 9 UU KIP menyebutkan ada empat informasi publik yang harus disediakan dan disampaikan badan publik. Masing-masing informasi yang berkaitan dengan badan publik, informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik terkait, informasi mengenai laporan keuangan, dan/atau informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Sedangkan kewajiban badan publik menyediakan informasi publik setiap saat yang meliputi delapan hal, sebagaimana diatur pada Pasal 11. Satu, daftar seluruh informasi publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan. Dua, hasil keputusan badan publik dan pertimbangannya. Tiga, seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya. Empat, rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan badan publik.

Lima, perjanjian badan publik dengan pihak ketiga. Enam, informasi dan kebijakan yang disampaikan pejabat publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum. Tujuh, prosedur kerja pegawai badan publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat. Delapan, laporan mengenai pelayanan akses informasi publik sebagaimana diatur dalam UU KIP.

Jika kembali ke Pasal 3 UU KIP, maka tampak jelas bahwa UU ini memiliki delapan tujuan. Lima di antaranya, satu, menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik. Dua, mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik. Tiga, meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik. Empat, mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan. Lima, mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak.

Dalam penjelasan umum UU KIP disebutkan bahwa salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hak atas informasi menjadi sangat penting karena makin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Karenanya hak setiap orang untuk memperoleh informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi atau pelibatan masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan keterbukaan Informasi Publik.

Karenanya, peran Saldi sebagai jurnalis maupun sebagai anggota masyarakat dijamin oleh UU KIP. Berikutnya, proses penyusunan, pengesahan, dan penggunaan anggaran serta proses pelaksanaan tender proyek, penentuan pemenang lelang, pelaksanaan proyek di lapangan, kendala, hingga laporan pelaksanaannya bukan merupakan informasi publik yang dirahasiakan.

Ketika Saldi melalui tulisannya mengkritik Pemerintah Kabupaten Buton Tengah dan/atau Bupati Buton Tengah serta menyampaikan harapan masyarakat Buton Tengah, maka Saldi sedang memperjuangkan hak masyarakat. Termasuk dan tidak terbatas pada hak masyarakat memperoleh informasi publik sehubungan dengan proyek ‘Penataan Kawasan Jalan Simpang 5 Labungkari’. Pemerintah Kabupaten dan Bupati Buton Tengah serta DPRD Kabupaten Buton Tengah maupun perusahaan pelaksana proyek seyogyanya terbuka dan memberikan informasi yang sebenar-benarnya.

Benarkah Ada Indikasi Korupsi?

Pada laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Pemerintah Kabupaten Buton Tengah tertuang bahwa pekerjaan proyek ‘Penataan Kawasan Jalan Simpang 5 Labungkari’ pada Pemerintah Kabupaten Buton Tengah berada pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Pagu anggarannya sebesar Rp6,8 miliar dengan nilai harga perkiraan sementara (HPS) Rp6.789.838.000. Anggaran proyek dari APBP Perubahan 2018 Kabupaten Buton Tengah. Lihat tautan http://www.lpse.butontengahkab.go.id/eproc4/lelang/300728/pengumumanlelang .

Berdasarkan lansiran berbagai media massa termasuk liputanpersada.com, faktanya di lapangan proyek yang dikerjakan PT Milano Masagena Perkasa baru menjadi simpang 4. Alasannya ada beberapa kendala di lapangan termasuk sengketa lahan dengan warga. Artinya jika kemudian akan dilanjutkan satu simpangan lagi maka akan menambah biaya anggaran.

Proyek ini menyita perhatian masyarakat di Kabupaten Buton Tengah. Ada beberapa kali demonstrasi yang dilakukan warga. Warga menyebutkan, adanya indikasi atau dugaan korupsi dalam proyek tersebut. Bupati Buton Tengah Samahuddin beberapa kali menemui warga yang melakukan demonstrasi. Kepada warga, Samahuddin menyebutkan tidak ada ada masalah karena sudah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Kawasan Labungkari, Kecamatan Lakudo memang menjadi bagian sentral dari Kabupaten Buton Tengah. Berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kabupaten Buton Tengah di Provinsi Sulawesi Tenggara, tertuang bahwa ibu kota kabupaten berada di Labungkari. Karenanya Pemerintah Kabupaten Buton Tengah memacu berbagai pembangunan di kawasan ini.

Harus diakui hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari lembaga penegak hukum baik itu Kepolisian, Kejaksaan, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa pihak penegak hukum termasuk menangani indikasi atau dugaan korupsi proyek ‘Penataan Kawasan Jalan Simpang 5 Labungkari’ dari APBD Perubahan 2018 pada Pemerintah Kabupaten Buton Tengah. Baik itu pada tahap pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) atau penyelidikan atau penyidikan.

Di sisi lain kalau kita mau jeli, ternyata BPK pernah melakukan pemeriksaan dengan objek pemeriksaan ‘Belanja Modal Infrastruktur Pemerintah Kabupaten Buton Tengah Tahun Anggaran 2015 dan 2016 di Labungkari’. Hal ini tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) Semester II Tahun 2016. Silakan unduh dokumen IHPS pada tautan https://www.bpk.go.id/ihps .

Pada halaman 441 IHPS tersebut, BPK mencantumkan ada empat temuan atas ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dengan nilai Rp288,88 juta. Rinciannya satu temuan kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang sejumlah Rp160,53 juta. Satu temuan kelebihan pembayaran pekerjaan, namun belum dilakukan pelunasan pembayaran kepada rekanan sejumlah Rp77,81 juta. Terakhir dua permasalahan lainketidakpatuhan dengan angka Rp50,54 juta.

Pada bagian akhir tulisan ini, saya ingin menyampaikan, pekara atas nama Sadli harus terus dikawal bersama oleh semua pihak. Dengan melihat sudut pandang jurnalistik dan seorang jurnalis, maka harapannya tentu Sadli dibebaskan dari segala tuntutan, #BebaskanSadli.

Sekali lagi, saya memberikan dukungan moril kepada Sadli dan keluarganya. Tetap sabar, tabah, berdoa, dan terus berjuang. Yakinlah, insya Allah, Allah subhanahu wata’ala tidak tidur. Segala doa orang yang terzalimi selalu makbul. Sadli, kamu adalah temanku, isincusaba’ngkaku.

Pada sisi lainnya kita tentu berharap JPU yang menangani perkara Sadliserta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkaranyabertindak objektif. Majelis hakim pun harus imparsialsaat nanti menjatuhkan putusan. Tegakkan keadilan dengan arif dan hanif. Karena di tangan majelis hakim yang menangani perkara Sadlipula wajah kemerdekaan pers dan profesi seorang jurnalis dipertaruhkan.

 


Oleh : SABIR LALUHU
Penulis adalah Jurnalis Media Nasional

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini