Salah Penyebutan Tempat Bekerja, Pengacara Terdakwa Dugaan Korupsi di Kolut Minta Batalkan Dakwaan

171
Ilustrasi Sidang Korupsi
Ilustrasi

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Terdakwa kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana pengadaan/penyediaan jasa sewa Bandwidth Internet Koneksi di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara (Sultra) Muliati Masyur meminta majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kendari membatalkan tuntutan jaksa karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) salah menyebutkan tempat bekerja kliennya dalam surat tuntutan itu.

Ilustrasi Sidang Korupsi
Ilustrasi

Pengajuan itu disampaikan kuasa hukum (pengacara) Muliati, Abdul Razak dalam sidang yang di gelar di Pengadilan Negeri (PN) kelas IIA Kendari, Selasa (18/7/2017).

Dihadapan majelis hakim Irmawati Abidin, Abdul Razak mengungkapkan jika surat dakwaan jaksa kepada klieenya tidaklah formal dan wajib untuk dibatalkan.

“Bahwa mencermati dalam surat dakwaan itu, ternyata identitas terdakwa yang termuat dalam halaman satu menyebutkan dengan tegas pekerjaan terdakwa sebagai PNS Bappeda dan Penanaman Modal Kolut,” jelasnya.

Padahal, lanjutnya, terdakwa merupakan pegawai Badan Peneletian dan Pengembangan Kolut. Pihaknya pun menilai, fakta tersebut menunjukkan bahwa Kejaksaan Negeri (Kejari) Kolut sebagai JPU kasus itu tidak cermat dalam mengisi surat dakwaannya.

“Entah di sengaja atau tidak penyebutan kerja terdakwa adalah kesalahan, dan tidak memenuhi identitas yang di syaratkan pada pasal 143 ayat 2 sub A KUHP. Karena itu surat dakwaan jaksa tidak memenuhi syarat formal dan patut di batalkan,” pintanya.

Tidak hanya itu, menurut Razak surat dakwaan JPU kabur dan tidak jelas dalam memuat unsur-unsur pasal yang di dakwakan kepada kliennya.

Apabila dakwaan jaksa di perhatikan secara cermat, tambahnya, baik pada dakwaan primer maupun subsider dasar dakwaan di gunakan untuk menuntut terdakwa, dinilai pihaknya tidak memenuhi unsur hukum sebagaimana yang di sangkakan.

Razak juga menduga, jaksa sendiri tidak dapat menjelaskan dalam dakwaannya, apakah penunjukan terdakwa sebagai PPTK telah dilakukan secara legal atau telah memenuhi syarat-syarat yang telah di tentukan oleh undang-undang.

“Ataukah hanya sekedar menjerumuskan terdakwa, setelah menandatangani sejumlah proyek atas perintah Wardah Mahmud. Seharusnya jaksa menegakkan hukum secara benar, dan harus mempelajari penyidikan, yang kemudian mengisi surat dakwaan tanpa harus memilih terdakwa mana yang duluan di limpahkan ke pengadilan,” tutupnya.

Sementara itu, JPU Kejari Kolut Arief Fulloh, akan mengajukan pendapat terkait bantahan yang dilakukan oleh kuasa hukum terdakwa Muliati Masyur.

“Kita akan mengajukan pendapat terkait hal ini, jadi akan gunakan itu pada persidangan selanjutnya,” singkat Arief Fulloh.

Sebelumnya, kasus dugaan korupsi jasa pengadaan bandwidth koneksi internet mulai bergulir sejak pada 2009 lalu dengan melibatkan Warda Mahmud sebagai kepala dinas Disdukcapil Kolut, yang tak lain adalah adik mantan Bupati Kolut Rusda Mahmud.

Disebutkan, saat itu Warda Mahmud mendapatkan alokasi anggaran program penataan administrasi kependudukan yang digunakan untuk pengoperasian sistem informasi administrasi kependudukan online sebesar Rp 470 juta.

Dalam kegiatan tersebut, CV Gelora Sri Kendari memenangkan proses lelang yang dilakukan oleh Panitia Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah Kolut dan ditetapkan oleh PPTK Muliati Mansyur.

Kemudian, Muliati Mansyur melakukan perikatan dengan direktur CV Gelora Sri Kendari Sucipto Warso (tersangka lainnya pada kasus ini) untuk melaksanakan kegiatan penyediaan jasa sewa bandwidth interneret koneksi yang diketahui terdakwa selaku kuasa pengguna anggaran (KPA). (C)

 

Reporter: Randi Ardiansyah
Editor: Abdul Saban

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini