Sampah Plastik, Mengancam Ekosistem Laut, Musuh Besar Aquaman

829
Sampah Plastik, Mengancam Ekosistem Laut, Musuh Besar Aquaman
Ilustrasi

ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Film Aquaman tentu meninggalkan kesan yang kuat di hati para penggemar film Holywood. Baik dari alur cerita, maupun setting film yang menggambarkan kehidupan Atlantis yang seolah-olah memang nyata.

Karakter Master Ocean Orm yang diperankan Patrick Joseph Wilson menginginkan peperangan dengan manusia permukaan laut. Orm mengangkat isu kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh manusia yang mengancam kehidupan bawah laut.

Aquaman bernama Arthur Curry adalah seorang penguasa kerajaan bawah laut yang terletak di Atlantis. Aquaman merupakan peranakan dari manusia dan bangsa Atlantis. Ia adalah pewaris tahta kerajaan dan harus merebut tahtanya dari Raja Orm untuk menghentikan perang.

Bukan peperangan antara kerjaan Atlantis dan manusia yang akan dibahas di sini. Sebagai manusia tentu akan merasa tersindir dengan ambisi perang Orm kepada manusia karena perilakunya yang membuang sampah sembarangan. Jika kita merenung, sampah-sampah plastik kita dapat mengancam kehidupan Atlantis jika memang Atlantis itu ada.

Alih-alih negara Atlantis, manusia telah membunuh makhluk lain dengan sampahnya. Beberapa waktu yang lalu Sperm whale ditemukan mati terdampar di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra). Di dalam perut paus tersebut ditemukan 5 kilogram sampah plastik.

“Ini artinya paus telah memakan sampah plastik dalam kurun waktu tertentu, mengira plastik tersebut adalah makanannya,” ungkap aktivis World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia Indarwati saat dikonfirmasi awak zonasultra.id, Senin (21/1/2019).

Menurut Indar, peristiwa ini tak hanya menjadi pembelajaran bagi WWF, tapi semua pihak bahwa sampah plastik di lautan telah menjadi momok menakutkan. Sampah yang tidak tertangani di darat ini bocor hingga ke laut, berpeluang menjadi serpihan kecil dan menjadi santapan hewan-hewan laut.

“Ini tak hanya mengancam ekosistem, tapi juga mengancam manusia, karena kita berada pada mata rantai yang juga menikmati hasil laut tersebut,” kata Indar.

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih

Bagi Sultra yang memiliki banyak potensi wisata tentu saja manajemen sampah harus diperhatikan. Sampah membawa akibat yang nyata seperti dari aspek estetika mengancam potensi kepariwisataan, dari aspek kesehatan sampah berpeluang menambah daftar kehilangan kualitas hidup manusia. Sebab sampah justru menjadi santapan hewan-hewan laut, dan manusia menjadi kelompok yang pada akhirnya memakan hewan laut tersebut.

Sejumlah penelitian telah menunjukkan hasil bahwa ikan-ikan di lautan tercemari plastik. Masyarakat Sultra tidak bisa menikmati ikan yang segar dan higenis apabila tidak bisa menjaga kelestarian lautnya. Perlu mendorong semua pihak mengambil langkah berani menyatakan stop pada plastik sekali pakai.

“Tak perlu menunggu pemerintah bergerak, semua pihak yang secara nyata mengurangi penggunaan kantong plastik (sebagai contoh), akan memberi dampak positif pada sumber daya alam kita saat ini,” tegas Indar.

Indar yang tergabung dalam WWF mengatakan pihaknya secara nasional tengah menjalankan tiga komponen penting program dalam rangka pengurangan sampah. Tujuan besarnya adalah membantu Indonesia mengurangi 70% sampah plastik di Indonesia.

Komponen pertama adalah mengadvokasi kebijakan pemerintah Indonesia untuk lebih pro pada aspek sustainable. Kebijakan pengelolaan sampah perlu dibuat dari hulu ke hilir, sehingga secara riil bisa dilihat volume pengurangan sampah. Komponen kedua melibatkan private sector (modern retailer, pengusaha armada, pengelola hotel, restaurant dll) untuk terlibat dengan mentransformasi bisnisnya ke arah yang lebih baik.

“Kami mendorong pelaku usaha mengambil langkah berani untuk mengurangi plastik di lingkup kerjanya. Saat ini di Bali WWF telah bekerjasama dengan Blue Bird Bali yang memiliki 681 taxi aktif untuk mengurangi penggunaan botol plastik,” ungkap aktivis lingkungan asal Sultra ini.

BACA JUGA :  Hakim Perempuan di PN Andoolo Ungkap Keresahan, dari Minim Fasilitas hingga Rentan Intervensi

WWF juga mendorong toko-toko tidak lagi menyediakan kantong plastik, dan atau menyediakan skema pengembalian botol plastik. Komponen ketiga yakni mendorong komunitas mampu mandiri dan melakukan praktik daur ulang sampah dengan teknologi yang inovatif.

WWF saat ini tengah melakukan uji coba dengan mesin pryrolisis yang mengubah plastik menjadi bahan bakar minyak dengan teknik pemanasan. Selain itu, sampah yang sudah menumpuk dilakukan proses daur ulang yang dapat meningkatkan nilai sampah tersebut.

Peran Pemerintah

Anggota DPR RI Haerul Saleh mengatakan bahwa pemerintah harus mengambil peran dalam persoalan lingkungan dan bahaya sampah plastik. Menurutnya pemerintah harus memberikan kesadaran kepada masyarakat secara luas tentang bahaya sampah plastik.

“Karena tidak semua masyarakat tahu bagaimana dampaknya sampah plastik, bagaimana proses meleburnya sampah plastik yang butuh waktu ratusan tahun,” kata Haerul saat dikonfirmasi.

(Baca Juga : Aksi Beach Clean Up di Kawasan Taman Nasional Wakatobi, 1,7 Ton Sampah Plastik Dikumpulkan)

Menurut Haerul, pemerintah belum melakukan upaya serius untuk melakukan sosialisasi ke masyarakat terkait dengan penggunaan sampah. Menyikapi paradigma masyarakat yang belum sadar terhadap lingkungan, Haerul menyarankan perlunya intervensi pemerintah terhadap peraturan lingkungan.

“Kita tidak bisa menutup mata, di samping kita melakukan upaya memberikan kesadaran. Pemerintah harus melakukan intervensi melalui peraturan yang menegaskan penggunaan bahan plastik tertentu terhadap bahan-bahan konsumsi masyarakat,” tegas politisi Gerindra ini.

Dengan peraturan pemerintah yang mengurangi penggunaan plastik, maka sampah akan berkurang dengan sendirinya. Pemerintah dapat saja mengeluarkan kebijakan-kebijakan seperti tidak memperbolehkan penggunaan plastik saat berbelanja. (*)

 


Penulis : Rizki Arifiani
Editor : Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini