Selamat Datang Di Era Kemunduran Demokrasi Indonesia

113
Selamat Datang Di Era Kemunduran Demokrasi Indonesia
Muhammad Tun Samudra

Saat ini pemerintah pusat tengah merencanakan resufle sistem Pemilihan Umum (Pemilu), dimana beberapa partai politik seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golongan Karya (Golkar), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sudah menandatangani perubahan sisten tersebut, dari sistem Pemilu proporsional terbuka kembali menjadi sisten pemilu proporsional tertutup seperti pada zaman orde lama.

Selamat Datang Di Era Kemunduran Demokrasi Indonesia
Muhammad Tun Samudra

Jika hal itu benar terjadi maka yang ada adalah Negara ini akan mengalami kemuduran dalam sistem berpolitik, dan tentunya hal ini akan menuai banyak protes dari sebahgian besar masyrakat yang memang menginginkan untuk memilih wakilnya di parlemen ataupun memilih pemimpinya mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah.

Pesta Demokrasi selalu menjadi hal yang di tunggu-tunggu masyarakat Indonesia, jika Pemilihan Umum (Pemilu) tiba, masyarakat akan sibuk dengan pilihannya, entah mengkampanyekan pilihannya maupun menaruh harapan agar suatu ketika pilihannya itu terpilih maka harapan nasibnya akan menjadi lebih baik.

Dengan turut serta dalam pesta demokrasi maka berarti kita peduli dengan bangsa ini, sama halnya dengan kita peduli terhadap sesama. Kata orang  Politik itu kotor, yah memang kotor jika Hukum di jadikan alat untuk mengedepankan ambisi dengan instrumen politik, yang memang istilah itu adalah sebuah Fakta mampukah rakyat sejahtera dengan proporsional tertutup?

Dimana rakyat dihidangkan figur yang bukan pilihannya, melainkan pilihan partai yang katanya kompetensi untuk menjadi wakil rakyat telah terjamin Kapabilitasnya, sedangkan partai adalah suatu yang Fictie namun mempunyai elemen –elemen yang  telah terkenal dengan istilah  petugas partai. Jadi yang menentukan pilihan rakyat adalah petugas partai. Pertanyaanya maukah rakyat memilih wakilnya yang dipilihkan oleh petugas partai?

Kita bukannya curiga dengan partai politik, namun kami mempunyai hak yang di lindungi oleh Undang – Undang Dasar walaupun hak itu bisa saja di cabut oleh yang terhormat anggota parlemen disana, sehingga kami tidak bisa berbuat apa-apa. dan pada dasarnya kami sadar di dalam suatu negara dikenal dua kaum, yaitu kaum pemerintah dan Rakyat Biasa.

Masyarakat pada umumnya sebenarnya sangat sadar dengan posisi mereka sebagai warga biasa yang tidak memiliki kekuatan untuk memperjuangkan nasibnya  agar menjadi lebih baik, sebab mereka percaya bahwa apabila figur yang mereka dorong untuk menduduki kursi legislatif akan timbul suatu kewajiban, namun hal itu tidak akan terjadi jika proporsional tidak dikembalikan pada fungsi sebenarnya.

Kebanyakan ketika pemimpin tertentu terpilih dan tidak sesuai dengan janji politik ataupun janji terhadap masyarakat kecil saat kampanye, masyarakat biasa hanya bias menyuarakan keluhan mereka melalui media massa ataupun dengan cara berdemonstrasi.

Mereka juga tahu jika hanya ada sedikit figur yang memiliki propesionalitas terbuka dalam membangun darahnya terpilih akan kembali ke konstituennya, tetapi hal itu lebih baik dari pada tidak ada yang peduli sama sekali.

Dalam proporsional terbuka akan terwujud  Demokrasi yang sesunguhnya dari pada kedaulatan rakyat  yang tercampakan, dalam proporsional terbuka siapapun bisa turut serta untuk dipilih  dan terpilih, itu sangat lebih baik daripada hanya segelintir orang yang setia kawan terhadap partai saja yang bisa terpilih. Masyarakat tidak tau apakah pilihan partai akan merasa bertanggungjawab terhadap mereka.

Negara Indonesia adalah negara demokrasi, demokrasi Proporsional Terbuka memang ada sisi negatifnya, yaitu membutuhkan anggaran yang lebih besar di banding sistem proporsinal tertutup, namun itu sudah menjadi resiko negara demokrasi terbesar ke 3 setelah Amerika dan India, Indonesia perlu Konsisten, sistem Proporsional terbuka memang berpotensi subjektif namun yang memilih adalah rakya,, proporsional terbuka potensinya lebih besar karena yang menentukan adalah partai, dan rakyat tidak tahu asal usul wakil mereka.

Rakyat seharusnya belajar dari kesalahan memilih figur dimasa lalu, agar mereka tidak bisa lagi di perbodohi dengan iming-iming money politik, atau janji manis calon pemimpin yang hanya tersenyum saat masa kampanye tiba.

Pertanyaan yang kerap timbul dibenak masyarakat adalah apakah Partai dapat menjamin bahwa yang di usungnya untuk menjadi nomor urut 1 (satu) adalah figur yang mempunyai potensi dalam berpolitik, memiliki kemampuan Intelektual yang mumpuni, serta Kredibilitas yang baik, dan yang perlu di ingat mampukah dia mendulang suara rakyat, meyakinkan rakyat, jangan sampai yang terjadi malah kehilangan kursi karena figur yang di usung menjai kosong akibat kurang populer di mata masyarakat, dan hal yang sepeti ini banyak terjadi di daerah Tingkat I dan II.

Proporsional tertutup hanya untuk menjaga kualitas Anggota Legislatif Tingkat Pusat sementara Tingkat I dan II tidak terlalu diperhatikan, juga proporsional tertutup ini akan membuat para muda-mudi kehilangan hak nya untuk dipilih sebagai wakil rakyat, pasalnya yang akan di usung untuk menjadi nomor urut satu maupun dua adalah kader partai yang sudah terbukti loyalitasnya, sedangkan untuk Caleg Eksternal akan ditempatkan nomor urut di bawa dua yang kemungkinan terpilihnya nihil.

Jika dibandingkan dengan proprsional terbuka Kader tulen maupun Eksternal tidak masalah apabila ditempatkan di nomor urut mana saja karena yang menetukan adalah suara terbanyak. Hal ini pelru di perhatikan oleh partai dalam mengusung calonnya. Bukan hanya persoalan Kader yang Loyal, kredibel, dan berpotensi, namun apakah dia mempunyai kemampuan untuk mengambil hati rakyat sehingga dapat memberikan 1 kursi untuk partai di parlemen.

Melihat konstalasi politik saat ini sepertinya potensi untuk Pemilu kedepannya dengan mengganti Proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup sangatlah besar kemungkinannya, dengan mengacu oleh pernyataan sikap oleh beberapa partai politik yaitu, PDIP, Golkar, dan PKS, sudah mewakili suara mayoritas di parlemen, namun perlu ada kajian yang lebih mendalam mengenai resufle sistem ini, karena dengan menerapkan sistem pemilu proporsional tertutup kita akan mundur beberapa langkah ke belakang tanpa melangkah lebih jauh kedepan, Indonesia baru 2 kali melaksanakan pemilu dengan proporsional terbuka, proporsional tertutup tidak menjamin kesejahteraan rakyat, rakyat ingin memilih wakilnya di parlemen serta memilih pemimpinnya sendiri untuk memperjuangkan aspirasinya.

Dalam istilah lain, janganlah engkau menyiapkan kami makanan tetapi biarkanlah kami memilih sendiri makanan kami,  karena persoalan yang sebenarnya bukan tentang meperjuangkan masalah kewenangan partai politik yang dinilai melemah akibat sistem proporsional ini, melainkan ini soal bagaimana kesejahteraan rakyat bisa terwujud, proporsional terbuka artinya rakyat mengetahui dan mempunyai hubungan timbal balik dengan figur pilihannya, proporsional tertutup rakyat tidak tahu siapa yang dia pilih jangan-jangan politikus kelas kakap.

 

Selamat Datang Di Era Kemunduran Demokrasi Indonesia
(Kajian Perbandingan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Dengan Proporsional Terbuka)

Muhammad Tun Samudra, SH
Warga Desa Mokaleleo Kecamatan Puriala, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini