Semoga Desember Jangan Kelabu!

40

Pilkada yang digelar pada Desember mendatang kian terbuka nuansa demokratisnya, ketika sejumlah partai menawarkan “pendaftaran gratis” kepada figur-figur yang diyakini bias membawa keberuntungan. Mir

Pilkada yang digelar pada Desember mendatang kian terbuka nuansa demokratisnya, ketika sejumlah partai menawarkan “pendaftaran gratis” kepada figur-figur yang diyakini bias membawa keberuntungan. Mirip kontestan reality show, ‘pabila suatuwaktu kita menyaksikan prosesi eliminasi figur.
Dalam proses ini, kita tentu sangat berharap, semoga seleksi pendaftaran tersebut dijalankan secara jujur,  transparan, dan jauh dari riak popularitas. Jangan sampai cara-cara semi-konvensi seperti ini hanya untuk menarik atensi media massa guna mendongkrak popularitas parpol.
Jika pintu demokrasi yang dibuka lebar partai politik itu hanya menawarkan indikator keterkenalan sebagai syarat mutlak figur, ambivalensi pun muncul. Kita harus ragukan pula bahwa jalan demokratis ini bisa jadi membawa malapetaka.
Bisa jadi, akan berubah menjadi ruang kecurangan. Penuh intrik. Balas jasa politik. Dan ketidakpatuhan definisi demokratis.
Politik harus dijalankan sesuci mungkin, karenaa pabila ia ternoda maka yang lain ikut ternoda. Bukan mengkambingkan-hitamkan atau berupaya menggeneralisir, inilah faktanya.
Budaya politik kita mengatakan begitu. Demikan pula Pak Daoed Joesoef, ia mengatakan “Negara yang brengsek secara politik, maka brengsek pula keadaanya, ekonominya, hukumnya, keamanannya, kebudayaannya, pendidikannya, dan pembangunannya,”. 
Artinya, parpol-parpol itu harus berani menggaransi bahwa usaha itu bakal menghasilkan calon kepala daerah yang betul-betul dikehendaki rakyat. Jika itu bias dibuktikan, parpol-parpol tersebut teruji di depan publik, mampu menjalankan darma berpolitik.
Setidaknya, fenomena ini akan menjadi sandaran kalangan akar rumput(grass root). Mereka bias menawarkan jagoannya tampil memenuhi kesempatan emas itu. Dengan jalan ini, mereka dan saya, bisa menitip harapan.
Setitik Harapan
Mereka yang muak dengan tontonan politik yang kotor, dan penuh nafsu, tentu punya keengganan untuk terlibat dalam ritus lima tahunan.
Begitu banyak terjadi bias demokratis, mulai jual-beli suara sampai pada upaya nepotisme untuk membagi-bagi proyek berdasarkan pada prinsip kekeluargaan.
Hasilnya, menyisakan penyesalan ketika rakyat minus perhatian atau muncul kebijakan yang sama sekali tidak pro agenda kerakyatan. Atau pula ketika lahir upaya-upaya memiskinkan pribumi dan memperkaya elit lokal, itu pun dari keluarga-keluarga pemegang kekuasaan.
Olehnya, semoga saja upaya parpol itu menandakan kedewasaan. Sebuah usaha untuk menebas kecurangan. Sebuah upaya untuk melibas budaya politik dinasti.
Akhir kata, semoga Desember jangan kelabu! (***)
Penulis adalah Mahasiswa FKIP UHO

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini