Sengkarut RSUD Muna ; Manajemen Rumit, Pasien Menjerit, Direktur Stres

939
Sengkarut RSUD Muna ; Manajemen Rumit, Pasien Menjerit, Direktur Stres
RSUD MUNA - Suasana di ruang inap pasien di RSUD Muna. Banyak pasien mengeluhkan layanan di rumah sakit ini yang jauh dari harapan. (KASMAN/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM,RAHA-Dengan sejumput asa di dadanya, MM jauh-jauh dari kampungnya di salah satu desa di Kecamatan Watoputeh, Muna. Lelaki berusia 33 tahun itu menuju Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Raha. Anaknya yang baru berusia 3 tahun, ia dekap erat. Di kantongnya, ada kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Nafas sang bocah sesak.

Hari itu, Rabu (8/8/2018) sekira pukul 10.00 Wita, ia tiba di pelataran rumah sakit pelat merah itu. Segera ia masuk ke Unit Gawat Darurat (UGD). Sang buah hati masih megap-megap. Para perawat bergegas memasang oksigen, membantu nafas bocah perempuan itu. Sejenak memang ada harapan hidup.

Mereka lalu dipindahkan ke ruang inap. Sayang, sudah penuh. Ia diarahkan lagi ke ruangan Anggrek kelas 3, tapi penuh juga. Ruang isolasi jadi alternatif lain. Sayup-sayup, ia mendengar dokter memerintahkan perawat untuk membersihkan ruangan itu.

“Malah perawatnya yang suruh kita bersihkan sendiri itu ruangan. Mana banyak infus yang tergantung di ranjang pasien, belum dicabut. Kita menyapu sendiri dulu. Inka ngerinya belaa,” ketusnya, mengomentari standar pelayanan rumah sakit itu.

Di ruangan itu, alih-alih ia bisa rehat dengan baik. Penyejuk udaranya tak berfungsi. “Kami hanya semalam di rumah sakit, anak saya tak terselamatkan, dia meninggal pagi harinya,” kata MM, Kamis (9/8/2018) lalu, dengan nada sedih.

(Baca Juga : DPRD Didesak Ikut Bereskan Masalah di RSUD Muna)

Takdir memang tak memihak keluarga MM. Tapi setidaknya, ia harusnya bisa mendapatkan layanan rumah sakit yang memadai. Bukan hanya penyejuk udara yang tak tersedia, bahkan toilet di ruang inap itu tak berfungsi. “Betul palee orang bilang, banyak masalah di rumah sakit ini,” tukasnya.

Kisah Muhammad Olo (20) jauh lebih tragis. Tukang ojek dari Desa Banggai, Duruka, ini bahkan pernah merasakan kegetiran yang jauh tak manusiawi. Anaknya yang meninggal di rumah sakit itu tak bisa ia bawa pulang jasadnya karena belum melunasi biaya rumah sakit, yang berjumlah Rp 8 jutaan. Peristiwa 5 Juni lalu itu sempat membuat geger publik di Muna.

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih

Itu hanya sedikit kisah ironi di rumah sakit plat merah yang dibangun di era pemerintahan LM Baharuddin tersebut. Tiga bulan terakhir, keluhan, sorotan bahkan caci maki ke rumah sakit plat merah itu silih berganti hadir. Tapi tak terlihat adanya perbaikan mendasar. Tata kelola layanan rumah sakitnya amburadul, sarananya juga penuh masalah.

Dari luar, bangunan yang berada di Kecamatan Katobu, Muna itu terlihat lumayan megah. Tiga lantai ia dibangun dengan warna utama biru. Tapi cobalah tengok ke dalam. Di teras utama, plafonnya sudah rubuh. Pelatarannya aneka kendaraan terparkir tanpa aturan. Semrawut menahun.

Selasarnya nyaris tak terurus kebersihannya. Tong sampah yang disediakan, lebih sering penuh dan berserakan ketimbang diangkut ke tempat pembuangan sampah. Toilet di setiap ruang perawatan lebih sering mampet, dengan air tak lancar. “Kalau kita tanya saja kenapa toilet rusak, perawatnya jawab, bukan urusanku itu kalau WC, kita urus pasien saja,” kata salah seorang pasien yang ditemui zonasultra.id, Jumat (10/8/2018).

Di rumah sakit itu ada enam ruangan perawatan yakni ruangan Mawar, Melati, Kamboja, Anggrek, Borgenvil dan Flamboyan. Tak ada penyejuk ruangan bernama AC. Jika pun ada, pastikan itu tak berfungsi. Jangan heran kalau di rumah sakit itu lebih sering terdengar desau bunyi kipas angin, yang dibawa sendiri pasien dari rumah.

(Baca Juga : RSUD Muna Dideadline Bayar Uang Jasa Tenaga Honorer Sebelum Lebaran)

Bagaimana dengan layanan medisnya? Naif mungkin jika menyebut bahwa si sakit akan lebih lama sembuhnya jika menerima perawatan di tempat itu, karena faktanya memang ada yang sukses bisa disembuhkan. Tapi suara sumbang soal standar medis di RSUD Muna memang kencang terdengar.

Mulai dari dokter yang lebih suka memberi resep obat di apotek pribadinya ketimbang mengarahkan pasien ke apotek rumah sakit. Pernah pula ada kisah tentang dokter yang menggunakan silet untuk operasi hingga meminta pasien BPJS meninggalkan ruang inap dengan terpaksa, karena “harga” BPJS nya yang terbatas.

BACA JUGA :  Hakim Perempuan di PN Andoolo Ungkap Keresahan, dari Minim Fasilitas hingga Rentan Intervensi

Manajemen RSUD Muna bukannya tak tahu semua itu. Tapi memang problem rumah sakit ini menahun dan sudah sangat sengkarut. “Saya sudah stres urus ini rumah sakit,” keluh Agus Santoso, Direktur RSUD Muna, saat ditemui, Jumat (10/8/2018).

Agus bahkan menganggap berbagai keluhan terkait pelayanan merupakan hal wajar. Menurutnya, lembaganya dan manajemen RS tidak bisa berbenah sendiri tanpa bantuan semua pihak. Sehingga, dirinya berharap semua bekerja sesuai standar yang dimiliki berdasarkan bidang dan fungsi masing-masing.

Sengkarut RSUD Muna ; Manajemen Rumit, Pasien Menjerit, Direktur Stres
Beginilah kondisi salah satu toilet di RSUD Muna, beraroma pesing dan sering mampet. Airnya pun tak selalu lancar.

“Sekuat apapun saya, tidak mungkin mampu mengelola manajemen rumah sakit sampai ke layanan paling kecil. Jujur saja saya tidak mampu (kalau begini terus). Hal kecil saja, biar WC tersumbat saya juga yang harus turun tangan membersihkan, terkadang saya juga stres melihatnya,” jujur Agus Susanto saat ditemui di Galampano Rujab Bupati Muna, Jumat (10/8/2018).

Kata Agus, mengenai keluhan pasien, dirinya sudah menggelar rapat bersama internal manajemen RSUD bersama para dokter. Lanjut dia, dirinya berjanji jika masalah terulang lagi akan mengambil tindakan tegas jika kewajiban RSUD Muna dapat membayar insentif kepada dokter dan para perawat.

(Baca Juga : RSUD Muna Berbenah untuk Raih Predikat Bintang Lima)

“Bila tidak melakukan tugasnya, mungkin kita akan beri sanksi atau pemotongan insentif mereka. Bila tidak (terbayar insentif), saya juga tidak bisa bertindak tegas,” ungkapnya.

Agus mengakui, bahwa sangat sulit dirnya untuk mengontrol para bawahannya. Sebab, persoalan RS sangat komplit, karena setiap dokter yang ada berbeda-beda pemikiran. “Saya berharap apa yang dipelajari pada waktu sekolah, diterapkan keahliannya dan etika profesi dokter secara profesional,” jelasnya.

Dia menambahkan, di RSUD Muna memiliki 189 orang PNS dan 372 non PNS. Sedangkan untuk dokter baik dokter umum dan spesialis berjumlah 22 orang. (A)

 


Reporter : Kasman
Editor : Abdi MR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini