Tercekik Ekonomi, Warga Bajo Protes Pulau Bokori Tak Kunjung Dibuka

1110
Tercekik Ekonomi, Warga Bajo Protes Pulau Bokori Tak Kunjung Dibuka
DEMO - Puluhan papalimbang mendatangi Pulau Bokori melakukan aksi demo ke pengelola pulau, dalam hal ini petugas dari Dinas Pariwisata (Dispar) Sultra. Demo tersebut sebagai bentuk protes atas penutupan pulau yang hingga saat ini dilakukan oleh pemerintah. (Randi Ardiansyah/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, UNAAHA – Sudah hampir lima bulan lamanya Wahab bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sejak objek wisata Pulau Bokori, yang terletak di Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) ditutup oleh pemerintah, ia kehilangan pendapatan.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra telah menutup kawasan wisata Pulau Bokori sejak Maret 2020, menyusul adanya wabah virus corona atau Covid-19.

Wahab bercerita, sejak kawasan wisata itu ditutup, ia dan rekan-rekannya sesama papalimbang (pengantar wisatawan ke Pulau Bokori) terpaksa harus bekerja serabutan demi menyambung hidup. Mulai dari bekerja sebagai buruh bangunan, hingga kembali melaut meski di tengah cuaca buruk.

“Mau bagaimana lagi Pak, Pulau Bokori sudah ditutup. Kalau tidak ada tamu (wisatawan), kita tidak dapat uang,” ucap Wahab kepada awak media saat ditemui di Desa Bajoe, Rabu (5/8/2020).

Menggantungkan hidup di sektor pariwisata, membuat Wahab dan teman-temannya ini tak dapat berbuat banyak. Harapan agar kawasan itu segera dibuka pun sirna tatkala pemerintah hingga kini tak kunjung memberikan kepastian.

Meski saat ini Pemprov Sultra telah membuka kembali sejumlah objek wisata, salah satunya Pantai Toronipa yang ada di daerah itu, namun Pulau Bokori tetap ditutup hingga waktu yang belum ditentukan.

Hal itu memancing reaksi dari warga Bajo yang merasa dirugikan dan diperlakukan tidak adil oleh pemerintah.

“Pantai Toronipa sudah dibuka, minggu kemarin itu pengunjung padat sekali. Tapi Bokori sampai sekarang masih ditutup. Kami bingung ada apa sebenarnya dengan Bokori?” tanyanya.

Papalimbang lainnya, Taarupi (54), warga Desa Leppe juga mengeluhkan hal yang sama. Ia bahkan harus bekerja sebagai kuli untuk membuat dapur rumahnya tetap mengepul.

“Untuk sekarang kita menganggur semua Pak, sesekali kalau ada panggilan sebagai kuli kita kerja. Biar anak dan istri bisa tetap makan,” katanya.

Taarupi mengaku, sejak Pantai Toronipa dibuka, sejumlah wisatawan sempat berkunjung di Pulau Bokori. Akan tetapi, terpaksa harus pulang kembali lantaran mendapat larangan dari pengelola pulau.

“Kemarin itu ada tamu, ada sekitar 200 orang lebih. Kita ini sudah senang, panggil teman-teman yang lain untuk mengangkut mereka. Tapi sampai di pulau malah disuruh pulang, katanya masih ditutup,” ungkapnya.

Kekecewaan pun bertambah manakala Pantai Toronipa justru dibuka dan dipadati wisatawan. Sedangkan Pulau Bokori tempat warga setempat menggantungkan hidup tak kunjung dibuka tanpa alasan yang jelas.

“Pendapatan kami dari sini, kami hidup dari sini. Toronipa sudah dibuka, sedangkan di sini belum. Katanya warga di Pantai Toronipa menangis-menangis minta dibuka, kalau hanya itu kami juga mau menangis biar Bokori dibuka,” ujarnya.

Demo di Pulau Bokori

Tercekik Ekonomi, Warga Bajo Protes Pulau Bokori Tak Kunjung Dibuka

Rabu, 5 Agustus 2020, puluhan papalimbang mendatangi Pulau Bokori melakukan aksi demo ke pengelola pulau, dalam hal ini petugas dari Dinas Pariwisata (Dispar) Sultra.

Demo tersebut sebagai bentuk protes atas penutupan pulau yang hingga saat ini dilakukan oleh pemerintah. Dengan membawa spanduk bertuliskan “Buka Pulau Bokori” mereka menyuarakan protes dan reaksinya.

Wahab yang memimpin rekan-rekannya berunjuk rasa meminta kejelasan kepada pengelola tentang kepastian dibukanya kembali kawasan itu.

“Ada apa dengan Bokori, Pak? Kenapa belum dibuka juga? Kalau tidak, kami tidak tahu apa yang akan terjadi sama keluarga kami. Audah hampir lima bulan kami menderita Pak,” teriak Wahab mewakili aspirasi rekan-rekannya.

Meski tak mendapat tanggapan dari pihak pengelola, Wahab dan rekan-rekannya tak menyerah mendesak pulau tersebut dibuka.

“Pak hidup kami bertanggung di sini Pak, kasian anak dan istri kami butuh makan, tolong sampaikan ke Pak Gubernur agar Bokori segera dibuka,” pintanya.

Tercekik Ekonomi, Warga Bajo Protes Pulau Bokori Tak Kunjung Dibuka

Menurut Wahab, sebelum adanya pandemi Covid-19 dan penutupan kawasan Pulau Bokori, ia bisa meraup rupiah Rp500 ribu hingga Rp1 juta per harinya.

“Itu kalau pengunjung sedang ramai-ramainya, kita bisa dapat uang lumayan banyak. Tapi sekarang semenjak ditutup, jangankan Rp500 ribu, nol rupiah pak sekarang,” keluh Wahab.

Beredar Isu Bokori akan Dijual ke Investor Asing

Di tengah ketidakpastian nasib para papalimbang, beredar isu Pulau Bokori telah dipihakketigakan. Oleh Pemprov Sultra, Bokori telah diserahkan ke pihak asing untuk dikelola.

Isu itu pun bahkan telah sampai ke telinga masyarakat setempat. Wahab juga mengakui hal itu.

“Kita juga dapat kabar seperti itu pak, katanya ada investor yang mau masuk. Orang China. Dan Pulau B yang ada di belakang itu katanya sudah dijual, dan Pulau A ini juga sebentar lagi akan dijual,” kata Wahab.

Dengan serentak, aksi penolakan pun dilakukan oleh para papalimbang yang menggantungkan hidupnya di Bokori. Mereka tak ingin pengelolaan pulau yang dibenahi pada kepemimpinan Nur Alam dan Saleh Lasata itu jatuh ke tangan asing.

“Kami tidak setuju kalau ada investor yang akan masuk, kalau sampai di kelola sama investor asing. Kami harus bagaimana, karena kami bergantung hidup di sini,” ujarnya.

Wahab mengaku, bila Pulau Bokori benar-benar jatuh ketangan asing, maka ada puluhan bahkan ratusan Kepala Keluarga (KK) yang tersebar di Kecamatan Soropia yang akan terkena dampaknya, utamanya dampak ekonomi.

Ia menyebutkan, ada tujuh desa yang mayoritas warga menggantungkan hidup sebagai penyedia jasa penyeberangan ke Pulau Bokori.

Seperti warga di Desa Leppe, Desa Bokori, Desa Bajo Indah, Desa Sorue Jaya, Desa Tapulaga, Desa Mekar, serta Desa Bajoe Samajaya. Smentara Plt Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Sultra, I Gede Panca saat coba dikonfirmasi terkait adanya dugaan Pulau Bokori yang akan dipihakketigakan ke pihak asing, belum dapat dihubungi.

Pengunjung Kecewa

Meski sampai saat ini Pulau Bokori belum juga dibuka untuk umum, namun faktanya sejumlah pengunjung tetap nekat masuk ke dalam kawasan tersebut.

Walau pada akhirnya mereka diminta untuk meninggalkan pulau oleh pihak pengelola pulau.

Seperti dialami oleh Melisa, yang terpaksa harus mengurungkan niatnya menikmati indahnya pasir putih dan biru laut Bokori. Lantaran pengelola pulau meminta ia dan sanak saudaranya untuk pulang dan meninggalkan pulau.

“Kita tidak tahu kalau ditutup, tadi kata yang punya perahu bisa ke sini. Tapi sampai di sini petugasnya bilang pulau masih ditutup, kita disuruh pulang, tapi perahu sudah balik duluan,” ungkapnya.

Meski begitu, Melisa mengaku tidak kecewa dengan hal itu. Ia berpendapat, larangan tersebut karena adanya Covid-19.

Berbeda dengan Melisa, Hamida, perempuan paru baya itu justru melakukan protes keras kepada pengelola Pulau.

“Ada apa di Bokori ini? Pantai yang lain bisa. Kemarin padat kendaraan ke Toronipa dibiarkan saja. Di sini malah tolak, kita juga ke sini karena berpikir sudah dibuka sama seperti Toronipa, sampai di sini malah di suruh pulang,” kesalnya. (A)

 


Reporter: Randi Ardiansyah
Editor: Jumriati

1 KOMENTAR

  1. Kasian juga sebagian warga yg putus mata pencaharian sehar”nya,apalgi di tengah”pandemi covid19 ini dimana lagi masyarakat yg mempunyai mata pencaharian tertentu,yg jadi keganjalan di sini ,kenapa pantai toronipa di kasi izin sedangkan pulau bokori di tutup padahal sama saja, antara jarak dari pulau bokori dgn pantai toronipa itu sangat dekat,sy sebagai penonton mendoakan ke pda warga bajo agar segera pemerintah menanggapi keluhan sebagian masyarakat bajo tetap semangat wasalam

Tinggalkan Balasan ke Nama*Tahir sanrego Batal membalas

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini