Wilayah yang Berpotensi Kekeringan di Sultra Bertambah

180
ilustrasi musim kemarau
Ilustrasi

ZONASULTRA.COM,KENDARI- Berdasarkan data terbaru Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sulawesi Tenggara (Sultra) per tanggal 11 September 2019, jumlah wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan bertambah. Sebelumnya ada 11 wilayah menjadi 27 wilayah dan 6 di antaranya naik status awas sedangkan sisanya berstatus siaga dan waspada.

Kepala Stasiun Klimatologi Ranomeeto, Aris Yunatas mengatakan, 6 daerah dengan status potensi awas ini telah mengalami hari tanpa hujan 61 hari atau dua bulan yaitu Kota Baubau, Kecamatan Bungi (Baubau), Kecamatan Kabaena Barat (Bombana), Kecamatan Poleang Barat (Bombana), Kecamatan Batauga (Buton Selatan) dan Kecamatan Tongkuno (Muna).

Kemudian, daerah dengan status potensi siaga adalah wilayah yang telah mengalami hari tanpa hujan 31 hari atau satu bulan yakni Kecamatan Sorawolio (Baubau), Kecamatan Poleang Timur, Kecamatan Poleang (Bombana), Kecamatan Lasalimu (Buton), Kota Kendari, Kecamatan Wawotobi (Konawe), Kecamatan Palangga dan Lainea (Konawe Selatan).

Untuk daerah dengan status potensi waspada kekeringan adalah wilayah yang telah mengalami hari tanpa hujan di bawah 31 hari yaitu Kecamatan Kabaena Timur (Bombana), Kapontori (Buton), Mawasangka (Buton Tengah), Poasia (Kendari), Kolaka, Watubangga, Tanggetada, Toari, Samaturu (Kolaka), Ladongi (Kolaka Timur), Laeya, Ranomeeto dan Wolasi (Konawe Selatan).

(Baca Juga : 50 Hektar Sawah di Ranomeeto Terancam Puso)

Sebelumnya, BMKG mengeluarkan peringatan dini potensi kekeringan pada 9 September 2019 lalu dan ada 11 daerah dengan potensi siaga yakni Kota Baubau, Kabaena Barat, Poleang Timur, Poleang, Poleang Barat (Bombana), Lasalimu, Batauga (Buton Selatan), Kota Kendari, Lainea (Konawe Selatan), Parigi, dan Tongkuno (Muna).

“Ini berpeluang terjadi hingga akhir September pak,” kata Aris melalui pesan WhatsApp, Rabu (11/9/2019).

Dibandingkan tahun 2018, kata Aris, kekeringan tahun ini lebih kering karena selain memasuki musim kemarau terdapat pula faktor El Nino meski kekuatannya lemah. Di Indonesia secara umum dampak dari El Nino adalah kondisi kering dan berkurangnya curah hujan. El Nino merupakan fenomena memanasnya suhu muka laut di Samudra Pasifik bagian tengah hingga timur.

(Baca Juga : Musim Kemarau, Ini Lokasi Hutan dan Lahan Berpotensi Terbakar di Sultra)

Aris menyebutkan, peringatan dini potensi kekeringan tersebut dapat menjadi perhatian pemerintah setempat untuk mengantisipasi kekeringan yang bakal terjadi, terutama dampak bagi petani padi yang bisa saja mengalami gagal panen (puso).

Bukan hanya itu, dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga penting diawasi. Sebab, dalam kondisi puncak musim panas, kebakaran bisa saja disebabkan karena suhu panas yang tinggi, belum lagi faktor disengaja oleh oknum tertentu. (A)

 


Reporter: Ilham Surahmin
Editor: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini