Dibangun Sejak 2006, Lahan Masjid Al-Imran Ternyata Belum Dibebaskan

518
Dibangun Sejak 2006, Lahan Masjid Al-Imran Ternyata Belum Dibebaskan
Masjid Raya Konsel: Masjid Al-Imran yang dibangun sejak tahun 2006 silam namun tidak memiliki kejelasan. Bahwa tanah tempat bangunan masjid tersebut hingga saaat ini masih dimiliki oleh pemilik lahan dan belum dibebaskan oleh pemerintah Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) sementara telah dianggarkan pada tahun 2015 lalu, Jum’at (29/1/2016). IRFAN MUALIM/ZONASULTRA.COM
Dibangun Sejak 2006, Lahan Masjid Al-Imran Ternyata Belum Dibebaskan
Masjid Raya Konsel: Masjid Al-Imran yang dibangun sejak tahun 2006 silam namun tidak memiliki kejelasan. Bahwa tanah tempat bangunan masjid tersebut hingga saaat ini masih dimiliki oleh pemilik lahan dan belum dibebaskan oleh pemerintah Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) sementara telah dianggarkan pada tahun 2015 lalu, Jum’at (29/1/2016). IRFAN MUALIM/ZONASULTRA.COM

 

ZONASULTRA.COM, ANDOOLO– Masjid Al-Imran yang dibangun sejak 2006 silam silam, ternyata lahannya hingga saat ini belum pernah sama sekali dibebaskan (ganti rugi) oleh pihak pemerintah setempat. Tak hanya itu, masjid yang belum rampung seratus persen ini juga pembangunannya dihentikan akibat kontraktor tak mampu menyelesaikannya.

Kepala Bagian (Kabag) Pemerintahan Umum Konsel, Rahmat Saleh membenarkan jika lahan tersebut belum dilakukan pembebasan, namun biasanya jika ada pembangunan dari pihak pemerintah maka sifatnya hibah.

Karena ada beberapa pemilik lahan menuntut untuk dilakukan ganti rugi lahan, maka pihaknya saat ini membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) pembayaran yang didasarkan pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di wilayah itu.

“Kemarin-kemarin itu belum ada dasar kita untuk melakukan pembayaran lahan karena kalau bicara keuangan itukan harus ada prosedurnya,” katanya, Jum’at (29/1/2016).

Lahan yang luasannya 4 hektar itu, lanjut Rahmat, akan dibayar pada tahun ini dengan mengkoordinasikan terlebih dahulu kepihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Konsel. Sebab ia tidak mengetahui secara pasti pemilik lahan tersebut.

“Setahu saya, saat koordinasi awal dengan BPN, lahan tersebut sudah punya sertifikat sejak tahun 1985, waktu itu masih Kabupaten Kendari,” ujarnya.

Terkait ganti rugi lahan ini, ia mengaku telah menyiapkan anggaran milaran rupiah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang sifatnya gelondongan. Sedangkan nilai ganti rugi masih akan dibicarakan dengan pemilik lahan itu.

Kepala Seksi (Kasi) Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah BPN Konsel, Muhammad Rahman mengatakan belum bisa menentukan siapa pemilik lahan di atas bangunan masjid Al-Imran tersebut. Pihaknya baru dapat mengetetahui apabila telah diambil koordinatnya.

Namun menurut Muhammad Rahman, lahan tersebut sama sekali tidak memiliki masalah, dalam artian tidak ada sertifikat yang tumpang tindih sebab sertifikat tanah yang terbit berkisar tahun 1980-an, yang dulunya masih Desa Alangga, Kecamatan Andoolo, Kabupaten Konawe.

“Kalau sekarangkan sudah Kelurahan Potoro Kecamatan Andoolo,” ujarnya.

Muhammad Rahman menjelaskan, apabila pihak pemerintah mau melakukan pengukuran tanah tanpa melibatkan pihak mana pun, dibolehkan dengan catatan ukuran tanah yang hendak dibebaskan dengan luasan dibawah 5 hektar.

Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Sekertaris Daerah (Sekda) Konsel, Rachmi A Djufri mengatakan, mengenai proses pembangunan masjid raya tersebut pihaknya tidak dapat menjawab secara rinci karena kebijakan pembangunannya berada pada masa jabatan bupati dua periode sebelumnya yakni Imran.

Namun semestinya, jika hendak melakukan pembangunan maka tanah (lahan) yang akan digunakan telah dibebaskan sehingga tidak terjadi polemik seperti protes pemilik lahan.

“Harus ada pembebasan lahan dulu, gimanami kalau itu tanahmu pasti menolak toh. Artinya kalau umpamannya pemerintah mau membangun maka harus dibayarkan dulu,” ujarnya.

Ia menjelaskan, lahan perkantoran yang luasnya mencapai 85 hektar itu tidak lepas dari nilai politis saat penempatan wilayah ibu kota kabupaten ditahun 2003 silam. Dimana saat itu kabupaten Konawe Selatan (Konsel) berpisah (mekar) dari kabupaten Konawe sebagai induk. Namun demikian, apabila masyarakat pemilik lahan melakukan gugatan maka pihak pemerintah harus menyahutinya.

Semestinya, lanjut Rachmi, untuk menempatkan ibu kota kabupaten harus ada tanah hibah.

Ketua DPRD Konsel, Irham Kalenggo mengatakan sebenarnya sejak dulu anggaran untuk ganti rugi lahan telah dianggarkan beberapa kali, namun karena tidak mendapatkan kesepakatan harga antara pihak pemilik lahan dan pemerintah daerah sehingga pembayaran tanah pun dibatalkan.

Pihaknyapun berharap agar pemerintah daerah menseriusi permasalahan tersebut sebelum menjadi polemik yang besar.

 

Penulis : Irfan Mualim
Editor  : Rustam

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini