Ini Kasalahan Prosedur Penerbitan Izin PT.AHB Oleh Tersangka Gubernur Sultra

322
Nur alam kpk
Nur Alam

ZONASULTRA.COM, BAUBAU– Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam kini telah menyandang status tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (23/8/2016). Nur Alam menjadi tersangka korupsi atas penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT.Anugrah Harisma Barakah (AHB).

Nur alam kpk
Nur Alam

Kasus ini mencuat ke publik setelah Nur Alam menerbitkan surat keputusan (SK) nomor 828 tahun 2008 tentang persetujuan pencadangan wilayah pertambangan PT.AHB seluas 3.084 hektar di atas lahan tambang milik PT Prima Nusa Sentosa (PNS).

SK yang dikeluarkan oleh Nur Alam di atas ditingkatkan lagi dengan menerbitkan SK nomor 815 tahun 2009 tantang izin usaha pertambangan eksplorasi milik PT AHB, serta ditingkatkan lagi statusnya melalui SK gubernur nomor 435 tahun 2010 tentang persetujuan peningkatan IUP eksplorasi menjadi IUP eksploitasi di lahan yang sama.

Direktur LBH Buton Raya, Dedi Ferianto, dalam keterangan persnya pada 16 Nopember 2015 lalu kepada zonasultra.id menjelaskan, penerbitan IUP PT.AHB oleh Gubernur Sultra, adalah pelanggaran hukum yakni penyalahgunaan kewenangan.

(Artikel Terkait : Gubernur Sultra Terlibat Korupsi Penerbitan Izin PT. AHB)

Indikasi ini dapat dilihat dari adanya tumpang tindih kawasan ratusan hektar wilayah konsesi PT AHB yang juga berada dalam kawasan hutan lindung (HL). Hal ini dibuktikan dengan data hasil telaah spasial Dirjend Planologi Kemenhut RI tahun 2014. PT. AHB sendiri memiliki wilayah konsesi seluas 3.084

Sebelumnya, kasus ini telah masuk keranah Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN), dan Gubernur Sultra Nur Alam kalah dua kali di PT TUN atas gugatan PT. Prima Nusa Sentosa (PNS) terkait tumpang tindih ijin lahan tambang dengan PT. AHB.

Hal ini sesuai putusan PT TUN Kendari yang disidangkan tanggal 30 Mei 2011 dengan Nomor 33/G.TUN/2010/PT-Kdi dan putusan pada  PT TUN Makassar  dalam perkara banding bernomor 106/B.TUN/2011/PT TUN MKS tanggal 29 September 2011 sekaligus menguatkan putusan PT TUN Kendari.

PT TUN Makassar menilai Gubernur Sultra dalam menerbitkan izin yang menjadi obyek sengketa, terbukti secara prosedural formal dan subtansi materil bertentangan dengan peraturan perundang-undangan berlaku yaitu UU No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No 1603.K/40/M.EM/2003, serta bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Putusan PTUN Makasar yang menguatkan putusan PTUN Kendari yang sekaligus menegaskan bahwa PT PNS berhak secara hukum untuk melakukan penambangan di atas lahan seluas 1.999 ha di kecamatan Kabaena Tengah dan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana, selama 20 tahun.

(Artikel Terkait : Gubernur Sultra Terima Imbalan Saat Terbitkan Izin PT. AHB)

Anehnya, walau dinyatakan kalah di persidangan, aktivitas penambangan tetap dilakukan PT.AHB saat itu.

Melihat kejanggalan fakta hukum yang terabaikan itu, LBH Buton Raya mendesak kepada tim penyidik KPK RI yang sedang melakukan penyelidikan/penyidikan atas kasus PT AHB pada Nopember 2015 lalu agar menyasar aktor utama dalam kasus ini dan segera memeriksa Gubernur Sultra.

Sekaitan dengan penerbitan IUP yang tak prosedural itu, maka para subyek hukum yang tersangkut kasus ini dapat dijerat dengan pasal berlapis yakni Tindak Pidana Kehutanan UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, dan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana ketentuan dalam UU 31 Tahun 2009 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam kasus ini, KPK telah memeriksa 29 orang pejabat aktif maupun mantan pejabat Pemprov Sultra, Kabupaten Bombana, Buton dan dari kalangan pengusaha.

Penulis : Rustam

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini