Makna Kemerdekaan Warga Latoma, Daerah Tertua di Konawe yang Tak Teraliri Listrik

553
Makna Kemerdekaan Warga Latoma, Daerah Tertua di Konawe yang Tak Teraliri Listrik
JALAN RUSAK - Akses jalan menuju kecamatan Latoma juga rusak parah. Masyarakat pun kesulitan mencapai ibukota. Di perjalan, seringkali mereka terjatuh dari atas kendaraan karena jalan licin dan berlumpur. (Dedi Finafiskar/ZONASULTRA.COM)

Makna Kemerdekaan Warga Latoma, Daerah Tertua di Konawe yang Tak Teraliri Listrik JALAN RUSAK – Akses jalan menuju kecamatan Latoma juga rusak parah. Masyarakat pun kesulitan mencapai ibukota. Di perjalan, seringkali mereka terjatuh dari atas kendaraan karena jalan licin dan berlumpur. (Dedi Finafiskar/ZONASULTRA.COM)

 

ZONASULTRA.COM, UNAAHA – Warga Kecamatan Latoma, kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) sudah lama hidup dalam gelap. Sejak bangsa ini merdeka pada 72 tahun silam, daerah ini sama sekali belum teraliri listrik. Padahal bila dihitung, aksesnya hanya 4 kilometer dari kota Unaaha, ibukota kabupaten Konawe.

Latoma merupakan berada di bagian barat Kabupaten Konawe yang terbentuk pada tahun 2003 lalu. Dengan luas wilayah 93.634 hektar, termasuk hutan negara sebesar, atau sekitar 14,05 persen dari wilayah Konawe.

Konturnya berbukit dengan jumlah penduduk 2.549 jiwa. Ibukota kecamatan ini berada di Kelurahan Waworaha, berjarak 82 Km dari Kota Unaaha.

Walau menjadi daerah tertua sejak berdirinya kabupaten Konawe, masyarakat di daerah ini ternyata Kondisinya sangat memprihatinkan. Selain tak dialiri penerangan listrik, akses jalannya juga sangat sulit dilintasi kendaraan. Belum lagi tak ada jaring telepon seluler yang tersedia di daerah ini.

Mirisnya, kondisi ini tetap saja tidak menjadi perhatian pemerintah daerah, baik itu di Konawe ataupun pemerintah provinsi Sultra. Porsi pembangunan untuk mereka nyaris tidak ada.

Faizal, warga sekitar bercerita, bila malam tiba, di lingkungan desanya tampak gelap gulita. Bahkan untuk penerangan rumah saja, satu-satunya yang digunakan hanya hanya mengandalkan pelita.

“Di tempat kami kebanyakan menggunakan pelita,” tuturnya kepada ZONASULTRA.COM, Rabu (15/8/2017).

Meski begitu, pelita, menjadi satu-satunya andalan warga ini bukanlah tanpa kendala. Di daerah ini terkadang tidak setiap hari minyak tanah sulit diperoleh. Kalaupun ada harganya juga sangat mahal.

Bila malam semakin larut, sebagian besar lampu pelita yang ada dimatikan. Jadilah kampung ini sepi dan sunyi. “Hanya suara jangkrik dan binatang malam saja yang bisa didengar,” Kata Faizal.

Dampak lain dusun ini tidak teraliri listrik adalah, anak-anak sekolah di kampung sulit untuk belajar. Untuk mengerjakan PR dan mengaji, lagi-lagi mereka harus menggunakan peneranganlistrik.

“Jangan heran, bila selesai belajar atau mengerjakan PR, lubang hidung anak –anak di kampung ini jadi hitam legam,” tuturnya.

”Pemerintah harus bersikap bijaksana dan secepatnye betindak untuk mengalirkan listrik PLN di daerah kami”, ujarnya.

Ia juga mengaku sudah berapa kali pemerintah kecamatan meminta pengajuan pengadaan fasilitas listik. Tapi nyatanya hingga sekarang tidak ada sama sekali respons yang diberikan pemerintah.

Warga sangat berharap, pemerintah memperhatikan keluhan pasokan listrik yang belum juga ada di kampung mereka meski sudah puluhan tahun mereka tinggal di sana.

 

Akses Jalan Juga Sulit

Akses jalan menuju kecamatan Latoma juga rusak parah. Masyarakat pun kesulitan mencapai ibukota. Di perjalan, seringkali mereka terjatuh dari atas kendaraan karena jalan licin dan berlumpur.

“Apalagi saat di musim hujan seperti sekarang ini, kami terpaksa berjalanan kaki kalau mau ke Unaaha, karena kendaraan tidak bisa melalui jalan itu,” tambah Faizal.

Saking terisolirnya, daerah ini nyaris seperti kampung mati. Minyak tanah, ikan laut dan garam menjadi barang mewah. Jangan harap bisa nonton televisi.

Segala layanan yang berkaitan dengan komunikasi dan listrik, tidak tersedia di daerah ini.

Jika dibandingkan dengan kecamatan tetanggannya, Abuki. Di daerah itu, warga sudah bisa mengakses dunia luar melalui telepon seluler dan internet. Belum lagi fasilitas listrik sudah tersedia kapan saja.

Kata Murnia, pada umumnya, harga barang yang dijual di daerah ini sangat mahal, misalnya semen. Bahan bangunan rumah ini, harganya nyaris tidak dapat dijangkau oleh masyarakat setempat, saking mahalnya.

Itu sebabnya, rumah warga di Latoma banyak terbuat daru kayu dan bukan rumah mewah. Warganya berprofesi sebagai petani, penggarap kebun orang lain dan ada juga yang memiliki ladang namun jumlahnya tidak banyak dan juga tidak luas.

“Kalau yang punya ladang hasilnya paling untuk hidup sehar-hari, itupun kalau hasil ladangnya baik. Harga beras dan bahan makanan lainya juga sangat mahal,” terang Murnia.

Menjadi daerah terisolir, sudah pasti berdampak pada rendahnya tindak pendidikan masyarakat. Begitu juga yang terjadi di Latoma.

Pada tahun ajaran 2015/2016 tercatat 9 Sekolah Dasar (SD) dan 2 unit Sekolah Menengah Pertama (SMP) di daerah ini hanya memiliki 527 murid dan 67 orang tenaga pengajar.

Sementara Sekolah Menengah Atas (SMA) belum ada di daerah ini. Sehingga, kebanyakan anak usia sekilah melanjutkan pendidikannya di luar kecamatan Latoma. Seprti di kecamatan Unaaha atau Uluiwoi di kabupaten Kolaka Timur.

Akses layanan kesehatan yang merata, mudah, dan terjangkau juga menjadi hal yang sangat mahal bagi warga di kecamatan ini.

Beberapa sarana layanan kesehatan sebetulnya sudah terbangun di daerah ini. Terdapat satu unit Puskesmas dan empat unit Puskesmas pembantu. Sayangnya, bangunan itu kini menjadi terbengkalai karena tak ada tenaga medisnya.

Akibatnya, masarakat harus berkalan jauh untuk bisa mendapatkan layanan kesehatan.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Konawe Syahrullah mengakui, selama ini kondisi jalan di Latoma memang sangat memprihatikan. Warga selalu kesulitan melintasi jalur yang menghubungkan Konawe dan Kolaka Timur (Koltim) itu.

Namun, tahun ini pihaknya sudah mengagendakan perbaikan jalan di Latoma sejauh 22 Kilometer (KM).

“Kita sudah targetkan perbaikan jalan di Latoma sejauh 22 Kilometer (KM) yang melintasi 13 desa dan 1 kelurahan , anggaran perbaikannya kita sudah ajukan di DPRD Konawe, kemungkinan pada anggaran perubahan nanti bisa terealisasi sehingga bisa kita segera melakukan perbaikan jalan,” terangnya. (A)

 

Penulis: Dedi Finafiskar
Editor: Abdul Saban

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini