PT.Tiran Sulawesi di Konsel Dituding Serobot Lahan Warga

422

Kepala Desa (Kades) Puuduria, Kecamatan Moramo, Muhammad Nasir mengatakan permasalahan tersebut muncul dikarenakan adanya beberapa kaplingan tanah yang telah terjual ke PT. Tiran Sulawesi tanpa ada

Kepala Desa (Kades) Puuduria, Kecamatan Moramo, Muhammad Nasir mengatakan permasalahan tersebut muncul dikarenakan adanya beberapa kaplingan tanah yang telah terjual ke PT. Tiran Sulawesi tanpa ada konfirmasi dari pihak perusahaan yang saat ini sedang melakukan pengukuran di lapangan

“Luasnya sekitar 80 ha, dan yang ada sertifikatnya seluas 35 ha yang selebihnya itu ada SKT saja, bahkan dalam pengukuran mereka tidak melibatkan masyarakat dan kami berharap tanah kami itu dikembalikan,” kata Muhammad Nasir saat ditemui usai berdialog dengan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Konsel, Senin (13/1/2015).

Kepala BPN Konsel, Darmin mengungkapkan permasalaha yang terjadi di Moramo itu merupakan kepentingan antara desa induk yaitu Desa Amohola dan desa pemekaran Puuduria.

“Desa Amohola menandatangani semua transaksi sementara desa pemecahan yaitu Puuduria tidak berani melakukan hal itu,” kata Darmin saat ditemui diruang kerjannya.

Menurut Darmin, persoalan itu sudah pernah dihearing di DPRD Konsel namun hingga saat ini belum juga mendapatkan hasil kesepakatan. Meski demikian, pihaknya telah menyampaikan dalam hearing tersebut agar persoalan ini tidak dulu melibatkan BPN.

“Sebenarnya kalau ranah seperti ini BPN belum perlu dilibatkan sebab itu masih urusan pemerintah dalam hal ini desa dan camat. Nanti ketika ada persoalan sertifikatnya baru BPN masuk di dalam,” ujarnya kepada awak Zonasultra.com

Dikatakan Darmin, sumber permasalah yang ada ialah tidak jelasnya batas-batas wilayah antara desa yang satu dengan desa yang lain. Pihaknya telah mengusulkan agar dilakukan pengukuran tapal batas antara desa atau kecamatan.

Tata cara penyelesaian tersebut yakni dengan melakukan rembuk antara pihak yang berbatasan melalui sarana peta, dan jika tidak ada kesepakatan maka langsung kelapangan sepengatahuan desa dan camat yang berbatasan ketika sepakat barulah pasang patok.

“Jika keduanya juga belum menghasilkan kesepakatan maka pemerintah harus ambil alih supaya tapal batas bisa nampak di lapangan secara fisik,” saran Darmin. (Efan)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini