Alpen Sultra Minta Kasus Audrey Tak Diselesaikan Secara Kekeluargaan

1063
Alpen Sultra Minta Kasus Audrey Tak Diselesaikan Secara Kekeluargaan
Audrey, diduga dikeroyok secara sadis oleh 12 siswi SMA. (Foto: Instagram/@its.chelsy)

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Aliansi Perempuan (Alpen) Sulawesi Tenggara (Sultra) ikut berkomentar terkait kasus bullying berujung penganiayaan dan kekerasan seksual terhadap Audrey, seorang siswi SMP di Pontianak, Kalimantan Barat.

Menurut Direktur Alpen Sultra Hasmida Karim, memang ada unsur kesengajaan untuk menganiaya Audrey. Meski pelakunya adalah anak-anak, tetap harus diproses secara hukum yang berlaku. Ia menegaskan, kasus ini tidak boleh diselesaikan secara kekeluargaan, karena berdampak buruk bagi anak sebagai korban.

“Tdak boleh penyelesaian kasus seperti ini untuk berdamai, karena pertama, secara psikologis tidak memulihkan trauma anak. Kedua, keluarga pun tidak boleh menolerir kekerasan yang terjadi pada anak mereka. Mau dibayar berapa pun anak Anda sudah jadi korban, sama saja sudah menjual anaknya,” tegas Hasmida Karim, saat dihubungi, Rabu (10/4/2019).

Hasmida menambahkan, menghentikan kasus seperti ini dengan berdamai adalah melanggar hak anak. Jadi tidak perlu berdamai. Kasus seperti ini juga harus terus ditekan karena terjadi berulang-ulang kali.

BACA JUGA :  Hakim Perempuan di PN Andoolo Ungkap Keresahan, dari Minim Fasilitas hingga Rentan Intervensi

“Karena di Indonesia ini tidak pernah peduli dengan kasus seperti ini,” jelasnya.

Hasmida mengatakan, memang ada pelakuan khusus dalam penanganan kasus karena pelaku pidananya adalah anak, yakni berpedoman pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, tapi tetap harus dipersidangkan.

“Polisi tetap berpedoman pada undang-undang perlindungan anak, karena di dalam regulasi itu memang ada klausul tentang anak yang melakukan tindak pidana, ada treatmen khususnya, yaitu pendampingan khusus dari orang tuanya saat persidangan dan sanksi rehabilitasi,” paparnya.

Berkaca dari kasus ini, Hasmida mendesak pemerintah segera mengesahkan rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU-PKS) itu. Karena RUU PKS itu sangat komprehensif secara perlindungan dan pemulihan korban baik perempuan maupun anak yang mengalami kekerasan seksual, termasuk tindak pidana kepada pelaku.

“Kami sangat mendesak pengesahan RUU PKS itu, karena dalam regulasi itu, penghormatannya terhadap korban kekerasan khususnya anak, sudah harus mengadopsi prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM) berbasis anak, dan perlindungan bagi anak,” tutupnya.

BACA JUGA :  Mengenal Quick Count, Benarkah Akurat?

Seperti diberitakan, Audrey siswi SMP di Pontianak menjadi korban pengeroyokan 12 siswa SMA. Tiga orang sebagai pelaku utama dan sembilan orang rekannya yang membantu.

Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Husni Ramli seperti dikutip dari bangkapos.com mengatakan, peristiwa pengeroyokan terjadi di dua tempat berbeda, yakni di Jalan Sulawesi, Kecamatan Pontianak Kota dan Taman Akcaya, Jalan Sutan Syahrir Pontianak, Kalimantan Barat, pada Jumat (29/3/2019) sekira pukul 14.30 WIB.

Pengeroyokan yang menimpa Audrey tersebut banjir dukungan di media sosial lewat tagar #JusticeForAudrey. Tak berhenti di situ, warganet pun sampai membuat petisi membela keadilan untuk Audrey.

Polisi kini menetapkan tiga orang tersangka dalam dugaan kekerasan terhadap Audrey. Ketiga orang itu ditetapkan sebagai tersangka setelah polisi memeriksa sejumlah saksi. (b)

 


Kontributor: Fadli Aksar
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini