Alquran Tulisan Tangan Berusia 500 Tahun Peninggalan Kerajaan Muna

4183
Alquran Tulisan Tangan Berusia 500 Tahun Peninggalan Kerajaan Muna
ALQURAN TULIS TANGAN - Penampakan Alquran tulis tangan berusia kurang lebih 500 tahun yang berasal dari Kabupaten Muna pada masa kerajaan Muna abad ke-15 tahun 1501. Waktu itu dibawah kepemimpinan Sugi Manuru, Senin (20/5/2019). (ILHAM SURAHMIN/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Alquran tulisan tangan menjadi salah satu saksi sejarah peninggalan Islam yang ada di Pulau Muna. Kitab suci umat Islam itu, tintanya dari getah buah-buahan dengan alat tulis terbuat dari lidi pohon enau “koroka” dan tercatat di atas jenis kertas “dluwang”.

Benda bersejarah tersebut dapat ditemui di gedung utama pameran Meseum Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Kota Kendari. Bentuknya sudah sangat kusam dan warnanya didominasi kecoklatan dan sebagian kertasnya dalam kondisi sobek. Namun, beberapa tulisan ayat masih dapat terlihat jelas.

Baca Juga : Jejak Sejarah Benteng Latugho dan Penyebaran Agama Islam di Muna

Berdasarkan informasi yang ditemukan zonasultra, Senin (20/5/2019) pada pajangan Alquran itu, disebutkan bahwa benda tersebut ada pada tahun 1501. Ketika itu, Kerajaan Muna di bawah kepemimpinan Sugi Manuru.

Masa Pemerintahan Sugi Manuru

Berdasarkan berbagai sumber, Sugi Manuru adalah Raja Muna ke-VI. Sosoknya dikenal bijaksana dan memiliki wawasan luas dan sangat ahli dalam ilmu ketatanegaraan. Sugi Manuru diberi gelar sebagai “Omputo Mepasokino Adhati” artinya raja yang menetapkan hukum, adat, nilai-nilai dan falsafah dasar berbangsa dan bernegara.

Bukan tanpa alasan, gelar itu didapatkan karena Sugi Manuru mampu merumuskan nilai dasar dan sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di kerajaan Muna. Penetapan itu dikaitkan dengan relevansi wilayah dalam hubungannya dengan manusia, alam dan Tuhan.

BACA JUGA :  Daftar Figur yang Berpotensi Maju Pilgub Sultra 2024

Penetapan hubungan wilayah dengan manusia itu dipengaruhi oleh ajaran dan nilai Islam. Walaupun Sugi Manuru sendiri belum memeluk Islam, namun nilai Islam telah berpengaruh di kalangan istana Kerajaan Muna.

Pemahaman Sugi Manuru terhadap nilai-nilai Islam dapat dilihat ketika dirinya membagi Kerajaan dalam empat wilayah besar yang disebut dengan Ghoera yaitu Ghoerano Tongkuno, Ghoerano Lawa, Ghoerano Katobu, dan Ghoerano Kabawo.

Pembagian wilayah Kerajaan Muna menjadi empat ghoera tersebut oleh Sugi Manuru yakni Ghoerano Tongkuno diibaratkan asal api hurufnya alif, Ghoerano Lawa diibaratkan asal angin hurufnya ha, Ghoerano Kabawo diibaratkan asal air huruf nya mim dan Ghoerano Katobu diibaratkan asal tanah huruf nya dal.

Baca Juga : Mengenal Jati Berusia 3,5 Abad, Pusaka di Tanah Muna (Bagian I)

Apabila empat huruf yang digunakan sebagai pengandaian empat wilayah dalam Kerajaan Muna tersebut dirangkai suatu kalimat akan menjadi “Ahmad”. Ahmad sendiri dalam sejarah Islam dan dalam Alquran disebut sebagai nama kecil dari Nabi Muhammad SAW.

Masuknya Islam di Kerajaan Muna

BACA JUGA :  Mengenal Quick Count, Benarkah Akurat?

Syekh Abdul Wahid merupakan seorang Islam yang berasal dari Arab yang mulai menyebarkan ajaran Islam pertama di Kerajaan Muna pada masa pemerintahan Sugi Manuru. Sumber lain juga menyebutkan ia adalah pedagang dari Gujarad negara bagian India.

Islam pun mulai diajarkan secara luas olehnya di Kerajaan Muna pada masa akhir pemerintahan Sugi Manuru. La Kilaponto adalah salah satu murid pertama Syekh Abdul Wahid yang merupakan putra Raja Sugi Manuru dan kemudian menjadi Raja Muna ke-7 dan akhirnya menjadi Raja Buton ke-6.

Berubahnya sistem pemerintahan dari kerajaan jadi kesultanan adalah bukti diterimanya agama Islam sebagai agama kerajaan dan sultan pertamanya adalah La Kilaponto. Setelah resmi menjadi sultan, La kilaponto kemudian bergelar Sultan Qaimuddin Khalifatul Khamis.

Dikutip dari CNN Indonesia, Kepala Seksi Koleksi UPTD Museum Provinsi Sulawesi Tenggara, Yustinus mengungkapkan belum diketahui siapa yang menulis alquran tersebut. Hubungan antara kitab dan penyebaran Islam dalam kepercayaan di Muna, Syeh Abdul Wahid tidak membawa kitab Alquran saat menginjakkan kaki di Muna. Alquran inilah yang kemudian ditulis saat proses penyebaran Islam di Muna. (A)

 


Reporter : Ilham Surahmin
Editor : Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini