Demi Kepentingan Freeport, Pemerintah Melanggar UU

76
Nurbaya Al Azis

OPINI : Kebijakan baru pemerintah terkait perizinan ekspor Freeport adalah bukti untuk kesekian kalinya bahwa Pemerintah tunduk kepada kepentingan korporasi. Perusahaan milik Amerika ini mencengkram kekayaan alam di Papua sejak zaman orde baru. Selama puluhan tahun mengelola tambang emas, tentu hasil yang diperoleh berlimpah jumlahnya. Tak kurang dari 220.000 ton biji mentah emas dan perak dihasilkan setiap harinya.
Pemerintah Tidak Konsisten

Nurbaya Al Azis
Nurbaya Al Azis

Namun ternyata, dibalik banyaknya penghasilan yang diperoleh, tak juga menjadikan Freeport patuh terhadap aturan yang ditentukan oleh Pemerintah. Sejak lama, pembangunan smelter belum usai dengan berbagai alasan. Ironisnya, ulah Freeport tidak mendapatkan tindak tegas oleh pemerintah, malah Pemerintah kembali menunjukkan ketundukannya kepada pihak korporasi dengan mengeluarkan izin ekspor konsentrat emas yang tanpa pemurnian. Hal ini bertolak belakang dengan peraturan ynag dibuat oleh Pemerintah sebelumnya. UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba yang mewajibkan pelaku usaha untuk melakukan pemurnian empat tahun sejak aturan diundangkan yang berakhir pada Januari 2014. Akan tetapi pemerintah menjadi tidak konsisten dengan aturan yang sudah dibuatnya sendiri ketika dihadapkan dengan kepentingan korporasi, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor tahun 2017 dengan tujuan agar Freeport dapat kembali melakukan ekspor konsentrat. Perusahaan tambang memang akan cenderung memilih ekspor hasil tambang yang belum melalui proses pemurnian, karena lebih menguntungkan bagi pihak mereka. Sebaliknya mengurangi pemasukan Indonesia sendiri. Ditambah lagi alasan pembangunan smelter yang butuh dana besar, sampai pada alasan menunggu kejelasan izin kontrak dari pemerintah.

Meskipun dalam PP tersebut dinyatakan bahwa ekspor tersebut hanya dapat dilakukan kembali jika status Kontrak Karya perusahaan pertambangan diubah terlebih dahulu menjadi Izin Usaha Pertambangan, pemerintah tak tanggung-tanggung mencarikan jalan untuk memuluskan Freeport. Dengan dalih bahwa proses perubahan tersebut memakan waktu hingga enam bulan sehingga pemerintah akan menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Sementara agar perusahaan itu dapat kembali melakukan ekspor konsentrat. Terkesan memaksa. Namun itulah yang terjadi. Pemerintah tak memiliki daya upaya melawan korporasi yang sudah mencengkramkan kukunya dinegeri ini. Bahkan rela melanggar aturan yang dibuatnya sendiri demi keuntungan besar korporasi.

Demokrasi Biang Masalah Islam Solusinya

Indonesia dikenal sebagai negara kaya akan sumber daya alamnya. Hal inilah yang membuat para investor asing berbondong-bondong datang ke Indonesia tidak lain untuk mengeruk dolar. Dengan besarnya potensi tambang ditambah aturan-aturan yang menguntungkan dan berpihak kepada asing. Tidak ada negara yang ragu untuk menanamkan modalnya demi mendapat kesempatan emas mengelola SDA Indonesia. Tahun 1967 PT. Freeport memulai dengan Kontrak Karya generasi I (KK I) untuk waktu yang cukup lama yaitu 30 tahun.
Perekonomian Indonesia yang masih bergantung kepada utang luar negeri adalah salah satu alasan mengapa Indonesia begitu tunduk kepada perusahaan asing dan abai pada kesejahteraan masyarakat. Kekayaan alam yang seharusnya dikelola negara untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat malah dinikmati oleh pihak asing. Inilah buah dari penerapan sistem demokrasi kapitalisme. Siapapun yang memiliki modal dialah yang berkuasa bahkan di negeri orang lain.

Namun akan beda cerita jika negara kita menerapkan Islam untuk mengelola perekonomiannya. Dalam pandangan Islam barang tambang atau kekayaan alam lainnya adalah milik umum yang harus dikelola hanya oleh negara dan hasilnya harus dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat dalam berbagai bentuk. Berupa barang yang murah dijangkau rakyat atau subsidi untuk kebutuhan primer, seperti pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum lainnya. Pengelolaan sumber daya alam milik umum yang berbasis swasta atau (corporate based management) harus segera dihentikan dan diubah menjadi pengelolaan kepemilikan umum oleh negara (state based management). Begitulah cara Islam mengelola SDA yang merupakan karunia Allah di negeri-negeri muslim khususnya. Dengan kita memahami ketentuan syariat Islam terhadap status sumber daya alam dan bagaimana sistem pengelolaannya, negara akan mendapatkan pemasukan bagi anggaran belanja negara yang cukup besar untuk mencukupi berbagai kebutuhan negara (red: masyarakat). Selain itu, negara juga akan mampu melepaskan diri dari cengkraman asing dalam berbagai bentuk baik itu dalam bentuk utang luar negeri ataupun investasi asing. Wallahu a’lam.

 

Oleh : Nurbaya Al Azis
Penulis adalah Pekerja di Tentor JILC Kendari

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini