Geliat Ekonomi Masyarakat di Sekitar Kawasan Industri Morosi

1265
Geliat Ekonomi Masyarakat di Sekitar Kawasan Industri Morosi
KECAMATAN MOROSI - Kecamatan Morosi, merupakan salah satu wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Konawe, sejak ditetapkannya sebagai lokasi pembangunan proyek strategis nasional kawasan industri feronikel terbesar di Sulawesi Tenggara (Sultra), daerah ini mendadak terkenal sebagai daerah dengan perekonomian yang terus menggeliat. (Fadli Aksar/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, KONAWE – Kecamatan Morosi, merupakan salah satu wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Konawe, sejak ditetapkannya sebagai lokasi pembangunan proyek strategis nasional kawasan industri feronikel terbesar di Sulawesi Tenggara (Sultra), daerah ini mendadak terkenal sebagai daerah dengan perekonomian yang terus menggeliat.

Dulunya, kecamatan yang merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Bondoala ini merupakan daerah kategori tertinggal, kebanyakan warga yang mendiami wilayah itu memiliki pendapatan di bawah rata-rata. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari harus mereka meninggalkan kampung halamannya untuk mencari kerja di rantau.

Pada periode 2014 silam, wilayah ini ditetapkan sebagai lokasi pengembangan kawasan industri oleh pemerintah pusat. Pada waktu bersamaan, dua perusahaan raksasa asal China menyatakan tertarik untuk berinvestasi di daerah itu.

Adalah Perseroan Terbatas (PT) Virtue Dragon Nikel Industri (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS), kedua perusahaan ini masuk melalui PT Konawe Putra Propertindo (KPP). Sejak saat itu, geliat ekonomi masyarakat mulai berubah. Terlebih kedua perusahaan yang sedang dalam masa pembanguan mulai merekrut tenaga kerja untuk beberapa bidang.

Geliat Ekonomi Masyarakat di Sekitar Kawasan Industri Morosi
Sasto

Sasto (53), warga Desa Puurui, Kecamatan Morosi, menceritakan bagaimana sulitnya masyarakat di desa itu sebelum adanya kawasan industri. Kebanyakan dari mereka hanya mengandalkan hasil berkebun untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

“Dulu masyarakat sini hanya tanam-tanam sayuran, itu pun kalau musim hujan mati semua, untuk memenuhi kebutuhan, kami turun cari-cari udang, meskipun harganya tidak seberapa,” ujar Sasto, Minggu (14/6/2020).

BACA JUGA :  Realisasi Belanja Negara di Sultra Tahun 2023 Sebesar Rp29 Triliun

Saking tertinggalnya, Sasto menyebut desanya dahulu juga dikenal dengan sebutan kampung mati. Label ini diberikan oleh masyarakat luar lantaran tidak adanya potensi unggulan desa itu yang bisa dikembangkan.

Pria yang saat ini berprofesi sebagai pengusaha kuliner dan kos-kosan ini mengaku keberadaan kawasan industri Morosi membawa banyak manfaat bagi daerah itu, mulai dari ekonomi hingga perubahan sosial masyarakat.

“Dulu hanya 10 rumah saja, itu pun banyak yang keluar merantau. Tapi sekarang dengan adanya kawasan industri kehidupan masyarakat berubah drastis, masyarakat tidak lagi keluar daerah untuk mencari kerja, pendapatan masyarakatpun mengalami peningkatan,” ujarnya.

Kawasan Industri dan Kemajuan Daerah

Kehadiran kawasan industri Morosi tidak hanya berimbas pada peningkatan ekonomi masyarakat, tetapi juga membawa dampak baik bagi kemajuan daerah.

Geliat Ekonomi Masyarakat di Sekitar Kawasan Industri Morosi
Mahadi

Kepala Desa Puurui, Mahadi mengaku, sebelum adanya kawasan industri, sebagian masyarakatnya hanya mengandalkan hasil pertanian, sementara lainnya berprofesi sebagai buru angkut pasir.

Ia mengakui jika ada label kampung mati yang disematkan masyarakat lain, sebab desanya dahulu hanya dihuni 70-an lebih kepala keluarga (KK), yang kebanyakan keluar daerah untuk merantau demi memenuhi kebutuhan keluarga.

Sebelum adanya kawasan, 80 persen masyarakatnya tidak memiliki penghasilan tetap, bahkan jumlah pengangguran terbilang mayoritas.

“Sejak adanya kawasan industri ini, kehidupan masyarakat saya jauh lebih baik, banyak masyarakat saya saat ini memiliki usaha warung makan dan usaha kos-kosan. Kemudian anak-anak muda di desa ini mayoritas sudah bekerja di perusahaan itu,” ujarnya.

BACA JUGA :  Indosat membukukan pendapatan sebesar Rp51,2 triliun di tahun 2023

Pria yang sudah 8 tahun menjabat (periode kedua) mengaku, sebelum adanya kawasan, tanah di tempat ini tidak memiliki nilai, selain sering banjir karena tingkat kesuburan juga menjadi pertimbangan calon pembeli.

“Tempat dibangunnya kawasan saat ini adalah lahan gambut yang tidak dimanfaatkan. Kalau dulu harga tanah di sini tidak ada nilainya, bahkan kita tawari dengan harga seratus ribu per hektar saja tidak ada berminat, karena tidak bisa dimanfaatkan, namun sejak adanya kawasan nilai jual sebidang tanah bisa sampai ratusan juta rupiah,” imbuhnya.

Soal manfaat kawasan industri terhadap pembangunan di desanya, Mahadi mengaku yang paling nampak adalah pembangunan jalan beton sepanjang 9 kilo meter dengan konstruksi mumpuni. Jalan ini menurut Mahadi, merupakan tidak mungkin dapat dibangun hanya dengan mengandalkan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD).

“Jadi bohong orang kalau mengatakan bahwa kehadiran kawasan industri ini tidak membawa dampak baik bagi masyarakat dan daerah, kalau masih ada yang mengatakan itu silahkan ke daerah kami untuk melihat lebih dekat, kecuali memang kalau ada kepentingan pribadi,” ucapnya. (B)

 


Kontributor: Fadli Aksar
Editor: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini