Ibu Cerdas Lahirkan Generasi Berkualitas (Refleksi Hari Ibu)

78
Yuni Damayanti
Yuni Damayanti

Baru-baru ini telah digelar Acara Peluk Ibu Satu Indonesia yang digagas oleh Komunitas Perempuan Keren di Bundaran HI, Jakarta (Republika.co.id, 23/12/2018). Acara tersebut untuk merayakan Hari Ibu ke-90 yang jatuh pada sabtu (22/12).

Menurut Ketua komisi Perlindungn Anak (KPAI) Susanto,peranan ibu dalam mendidik anak tidak dapat digantikan oleh kemajuan teknologi seperti pada era digital saat ini. KPAI mengapresiasi para ibu yang serius mengasuh anak hingga pendidikan tinggi, meski ditengah keterbatasan ekonomi. Pada era industri 4,0 yang diwarnai oleh kecerdasan buatan, era super komputer, inovasi dan perubahan cepat, tetap tak dapat menggnti peran ibu mendidik anak.

Dalam pengasuhan, selain ibu, KPAI juga meminta ayah untuk berperan aktif. Karena ayah yang hebat dalam pengasuhan anak turut menentukan perkembangan generasi. Tugas utama orangtua adalah bagaimana memenuhi hak dasar anak dan melatih anak agar tahapan demi tahapan perkembangan terbimbing secara optimal.

Efek Fatal Dunia Digital

Sebab, di era digital, kehadiran gadget di tengah-tengah keluarga  sangat mempengaruhi jarak antara anak dan seorang ibu. Misalnya, ibu yang sibuk dengan segudang aktivitas sehari-hari, tidak jarang memberikan gadget kepada anaknya yang masih berusia di bawah lima tahun dengan alasan agar anak tenang dan tidak mengganggu aktivitas ibunya.

Padahal, penggunaan gadget pada anak usia dini dapat menyebabkan beberapa dampak buruk. Pertama, mengganggu kesehatan. Gadget dapat mengganggu kesehatan manusia karena efek radiasi dari tekhnologi sangat berbahaya terutama pada anak anak dibawah usia 12 tahun, efek radiasi yang berlebihan dapat menyebabkan kanker.

Kedua, mengganggu pertumbuhan otak. Pada usia 0-2 tahun, otak anak bertumbuh dengan cepat hingga dia berusia 21 tahun. Stimulasi berlebihan dari gadget pada otak anak yang sedang berkembang dapat menyebabkan keterlambatan kognitif, gangguan dalam proses belajar, tantrum, meningkatkan sifat impulsif, serta menurunya kemampuan anak untuk mandiri.

Ketiga, kelainan mental. Penelitian di Bristol university tahun 2010 menggungkapkan bahaya penggunaan gadget pada anak dapat meningkatkan resiko depresi, gangguan kecemasan, kurang atensi, autisme, kelainan bipolar,psikosis, dan perilaku bermasalah lainnya.

Keempat, sifat agresif. Konten di media yang bisa diakses anak  dapat menimbulkan sifat agresif pada anak, kekerasan fisik dan seksual banyak tersebar dalam internet dan jika tidak dilakukan pengawasan anak bisa terpapar semua itu. Sehingga memicu timbulnya perilaku agresif dan cenderung menyerang orang lain pada anak.

Empat poin di atas sudah cukup membuka mata kita terkait dampak penggunaan gadget pada anak usia dini. Sedangkan pada anak usia remaja kita bisa melihat secara langsung dampak buruknya mulai dari pergaulan bebas yang diawali nonton konten porno, pemerkosaan, aborsi,  sampai pada prostitusi online. Gempuran bahaya pornografi, hedonisme, serta matrealisme yang menjangkiti generasi milineal sangat memprihatinkan.

Ibu Madrasah Pertama

Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Di pundak ibulah terletak tanggung jawab perkembangan ruhiyah (mental), aqliyah (intelektual) dan jasadiyah (fisik) seorang anak. Dibutuhkan ilmu yang mumpuni bagi seorang ibu untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam mencetak generasi hebat. Memperhatikan asupan gizinya guna menjaga kesehatan fisiknya dan mendidik akhlaknya.

Anak-anak dilahirkan dalam keadaan bersih ibarat kertas putih ibunyalah yang membantu memberikan warna dalam kehidupanya. Sekolah pertama yang akan menentukan nasib anak anaknya, penuhilah hidupnya dengan karakter serta pemikiran yang baik. Ajari anak-anak  menjadi anak yang soleh dan solehah agar kelak menjadi investasi akhirat bagi orang tuanya.

Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat yang kasar, keras lagi tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkaNya (At Tahrim: 6).

Belajar dari perjuangan  ibu Imam Asy Syafi’i dalam mendidik anaknya. Ayah imam Asy Syafii wafat dalam usia muda. Ibunyalah yang membesarkan, mendidik, dan memperhatikanya hinggakemudian Muhmmad Bin Idris Asy Syfi’i menjadi seorang imam besar. Ibunya membawa Muhammad kecil hijrah dari Gaza menuju Mekkah.

Di Mekkah ia mempelajari Alquran dan berhasil menghafalknya saat berusia 7 tahun. Kemudian sang ibu mengirim anaknya ke pedesaan yang bahasa arabnya masih murni. Sehingga bahasa arab pemuda Quraisy ini pun jadi tertata dan fasih. Setelah itu, Ibunya memperhatikanya agar bisa berkuda dan memanah. Jadilah ia seorang pemanah ulung, 100 anak panah pernah dimuntahkan dari busurnya tak satu pun meleset dari sasaran.

Dengan taufik dari Allah SWT kemudian kecerdasan dan kedalaman pemahaman, saat beliau baru berumur 15 tahun, Imam Asy Syafi’i sudah diizinkan Imam Malik untuk berfatwa. Hal ini tentu tidak lepas dariperanan ibunya yang merupakan seorang muslimah yang cerdas.

Pada akhirnya kita semua tahu, bahwa anak adalah titipan dan amanah. Oleh karena itu, setiap orang tua akan dimintai pertanggung jawaban atas titipan yang diamanahkanya, Setiap kalian adalah pemimpin, dan akan ditanya tentang pertanggung jawabanya” (H.R Ahmad, Al Bukhari, Muslim, At Tirmidzi). Wallahu a’lam bissawab.

 

Oleh: Yuni Damayanti
Penulis Merupakan Muslimah Media Konawe

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini