Kelebihan Gaji Tak Dibayar, PNS ini Lapor ke Ombusman Hingga Polisikan Bendahara

68

Kepada awak Zonasultra.com, Hamsia menjelaskan, langkah yang diambil dalam melaporkan kedua orang tersebut (Burhan dan Anindya) dikarenakan selalu dipersulit oleh bendahara dan operator tersebut. Bah

Kepada awak Zonasultra.com, Hamsia menjelaskan, langkah yang diambil dalam melaporkan kedua orang tersebut (Burhan dan Anindya) dikarenakan selalu dipersulit oleh bendahara dan operator tersebut. Bahkan, dirinya menduga kedua orang itu sengaja tidak memproses data dirinya sebagai penerima KGB dengan berbagai alasan. Padahal, berkas-berkas yang menjadi persyaratan sudah dipenuhi.
“Karena persoalan ini saya akhirnya memilih untuk pindah ke Buteng. Saya selalu dipersulit, dipimpong kesana kemari. Katanya saya harus ketemu dulu Anindya supaya KGB saya ini bisa diproses,” kesal Hamsia yang didampingi Direktur LBH Buton Raya, Dedy Ferianto, Jum’at(13/2/2015).
Dikatakan, berkas sebagai syarat administrasi dalam pengurusan kenaikan gaji berkala dilingkup sekretariat daerah itu dilakukan oleh bendahara setelah si penerima melengkapi berkas-berkas yang diperlukan. Jika telah dilengkapi, bendahara kemudian menyetorkan seluruh berkas tersebut kepada operator pembuat daftar gaji. 
Namun berbagai upaya dilakukan agar berkasnya bisa masuk dalam daftar penerima gaji justru tidak dilakukan oleh Anindya yang merupakan operator pembuat daftar gaji. Setelah mengetahui hal itu, Hamsia menduga ada masalah pribadi yang diseret-seret dalam urusan pemerintahan.
“Sebenarnya Anindya itu adalah anak mantu saya. Ceritanya, Anindya ini pernah melamar anak angkat saya, tapi saya tolak. Kemudian dia bawah lari anak saya itu dan menikah. Tetapi, untuk masalah itu saya anggap sudah selesai, jadi sangat tidak etis harus mempersulit kenaikan gaji berkala saya hanya karena masalah pribadi,” pungkasnya.
Sementara itu, Dedy Feriyanto menjelaskan dalam proses pengurusan kenaikan gaji berkala Hamsia bahkan sudah menghadap sampai delapan kali agar berkas administrasinya diproses untuk mendapatkan haknya sebagai PNS. Namun, apa yang telah dilakukan untuk mencari solusi mulai dari bendahara, atasan langsung Badan Pengelolah Keuangan Daerah bahkan sampai ketingkat Sekda tak kunjung mendapat solusi. Hamsia pun memilih untuk mengadu ke Ombusman. Dan pada 28 Agustus 2014 Ombusman sudah mengirim tim yang turun menginvestigasi persoalan tersebut.
Dari hasil penyelidikan yang dilakukan, Ombusman menemukan adanya pelanggaran administasi yang dilakukan oknum pejabat setempat. Namun, dari hasil temuan itu, hingga saat ini juga Ombusman tak kunjung mengeluarkan surat rekomendasi. 
“Padahal kami sudah disampaikan oleh Ombusman bahwa telah terjadi pelanggaran administasi. Tapi, hasil rekomendasi yang dikeluarkan dari Ombusman terkait hasil investigasi yang dilakukan di lapangan belum juga dikeluarkan. Padahal sudah cukup lama,” jelasnya.
Selain melapor kepada Ombusman, Hamsia juga memilih untuk melaporkan persoalan tersebut kepada Polres Bombana atas dugaan penyalahgunaan wewenang oleh bendahara dan operator pembuat daftar gaji. Namun, sejak Desember 2014 sampai saat ini tidak ada kejelasan terkait pelaporan tersebut.
Untuk mempertanyakan hal itu, Hamsia sempat berkunjung di Satreskrim Polres Bombana. Namunn lagi-lagi, bukannya mendapat pelayanan yang baik, Hamsia justru merasa diintimidasi, dibentak-bentak dan diminta untuk menarik kembali berkas laporannya oleh penyidik yang menangani kasus tersebut. 
“Kami sayangkan tindakan penyidik Polres Bombana. Harusnya korban mendapat pelayanan yang baik, artinya jika kasus itu dianggap tidak layak ditingkatkan dipenyidikan silakan lakukan SP3 sesuai dengan prosedur. Kami punya data rekaman korban saat menghadap di penyidik,” ungkap Dedy.
Karena Hamsia terus meminta pihak penyidik untuk serius dalam memproses kasus tersebut dengan meminta bukti surat pemberitahuan dimulainya penyelidikan (SPDP). Parahnya, kata Dedy, SPDP yang dikeluarkan Polres Bombana lebih layak disebut surat kaleng. 
“SPDP yang diberikan kepada kami ini hanya ditandatangani oleh pengawas penyidik. Parahnya, masa institusi penegak hukum dalam mengeluarkan surat seperti ini tidak distempel, saya menilai SPDP lebih mirip dengan surat kaleng,” kritiknya.
Olehnya itu, dirinya berharap kepada Bupati Bombana agar bisa bertindak tegas terhadap tindakan oknum pegawai tersebut. Pihak LBH Buton Raya yang mendampingi kasus Hamsia ini juga menuntut Polres Bombana bisa bersikap obyektif dalam menangani perkara yang sudah dilaporkan sejak 2014 silam oleh korban. (Iman)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini