Kisah Bocah 11 Tahun, Seorang Diri Merawat Ibunya yang Sakit Kanker dan Empat Adiknya

2879
Kisah Bocah 11 Tahun, Seorang Diri Merawat Ibunya yang Sakit Kanker dan Empat Adiknya

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Dunia anak adalah dunia bermain, tapi lain halnya dengan bocah 11 tahun di Kelurahan Watubangga, Kecamatan Baruga, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra). Kebahagiaannya terenggut lantaran ia layaknya menjadi ‘ibu rumah tangga’.

Jihan Khaila harus melupakan waktu bermain dengan teman sebayanya, sebab bocah berkerudung itu terpaksa harus merawat ibunya, Wa Ode Nuraini (37) dan empat orang adiknya.

Pasalnya, Wa Ode Nuraini divonis mengidap penyakit kanker hati stadium 4. Ibu enam anak ini terbaring lemas di rumah permanen berukuran tipe 36 di lingkungan pesantren di kawasan home base, Baruga, jaraknya kurang 2 kilometer dari jalan poros Bandara Halu Oleo.

Jihan Tinggalkan Bangku Sekolah

Putri berumur 11 tahun sejatinya masih sibuk mengutak-atik alat belajar pada malam hari demi mengerjakan tugas dari guru. Namun, sejak awal bulan ini, Jihan tak pernah lagi bersentuhan dengan balpoin dan kertas.

Anak perempuan itu tak lagi kembali ke sekolah di salah satu madrasah ibtidaiyah swasta di Kota Kendari. Jihan tak punya waktu bermain lagi seperti kanak-kanak sebayanya demi terus berada di sisi ibunya.

Jihan dan Nuraini kini bertukar peran. Anak yang pendiam itu menjadi ibu bagi empat adiknya Hanna (8), Humairah (6), Ayub (5) dan satu lagi yang masih bayi. Segala urusan di dalam rumah diatur oleh Jihan.

“Masak nasi untuk ibu makan, masak air untuk ibu mandi. Tapi ibu mandi sendiri. Mencuci pakaian adek, membersihkan dalam rumah, semuanya saya,” sebut Jihan dengan tegas sambil memalingkan muka malu-malu.

Bahkan, ia kerap menyuapi Nuraini, kala sang ibu tak bisa duduk, nyeri di bagian perut datang. Dengan senang hati Jihan melayani ibunya, menyuapi nasi dan lauk pemberian tetangga. Dengan sabar, ia menunggu makanan habis dikunyah.

Nyeri di tubuh Nuraini kadang kambuh, rasanya seperti kesetrum, mengubah Jihan menjadi tukang urut dadakan. Apalagi jika sakit datang pada malam hari, ibunya mau tidak mau membangunkan anak sulungnya itu.

Jihan yang masih polos itu, di samping peduli, tak kuasa menolak keinginan ibunya. Walhasil, ia bangun dan menuruti perintah sang ibu, Jihan berupaya menjadi tukang urut yang ahli, menaruh jari mungilnya di titik sakit kesetrum menyerang.

“Saya kasi bangun, lalu saya minta diurutkan, meski tidak kuat memijat. Tapi pelan-pelan sakitnya hilang, perih sekali seperti disetrum,” keluh Nuraini dengan wajah ditutupi cadar hitam.

Nuraini sudah menjanda. Sejak kanker menyerang tubuhnya, ia tidak bisa lagi membantu ekonomi keluarga. Beruntung ada Jihan yang meringankan bebannya, merawat dirinya beserta adik-adiknya yang lain. 6 orang anak Nuraini juga harus berbagi hak asuh ke suami.

“Empat hari mereka di sini, tiga hari sama mantan suamiku (di Nanga-nanga).

Nuraini mengaku, bakal memindahkan ke sekolah yang lebih dekat dari rumahnya di kawasan home base. Namun, ibu enam anak ini juga tak kuasa apalagi Jihan jauh dari sisinya.

Ibu Jihan Ditemukan oleh Relawan Asal Inggris

Untungnya, rumah yang dihuni itu kini sudah berdinding tembok dan beralas lantai keramik. Tak seperti huniannya dahulu, hanya seluas ukuran sebuah kamar tidur dan air hujan kerap bertamu ketika turun dari langit akibat atap yang tak layak.

BACA JUGA :  Hakim Perempuan di PN Andoolo Ungkap Keresahan, dari Minim Fasilitas hingga Rentan Intervensi

Nuraini mendapat bantuan bedah rumah dari lembaga sosial Crisis AID United Kingdom (UK) bekerjasama dengan Crisis AID Indonesia Islamic Center Mu’adz (ICM) Kendari dua pekan lalu.

Dua pekan lalu, pasca rumahnya selesai dibangun, Nuraini baru mengeluh sakit perut kepada relawan asal Inggris, Khaleed. Ia lalu menawarkan untuk diperiksa ke dokter. Pria berbadan tegak ini pun sempat menerima penolakan dari ibu Jihan.

Namun, dia tetap memaksa ke rumah sakit. Hati keras Nuraini pun luluh, sehingga mau saja dibawa ke dokter. Meski awalnya selalu meyakinkan Khaleed bahwa dia tidak ada apa-apa di dalam dirinya.

“Kita menyewakan tukang pijit, harapannya bisa sehat, ternyata masih sakit, dia berusaha meyakinkan kita bahwa sudah sembuh. Karena tidak mau berobat ke rumah sakit, namun setelah dibujuk rayu, dia mau dibawa ke rumah sakit,” ucap Khaleed.

Empat hari tiga malam, ibu enam anak ini dirawat. Namun, seketika mengalami tekanan mental usai dokter di Rumah Sakit Bahteramas Kota Kendari memvonisnya menderita penyakit kanker hati stadium 4. Mendengar itu, dunia Nuraini segara berubah. Dia tak pernah membayangkan punya penyakit seganas itu.

Ia lalu memutuskan untuk berhenti berobat. Memang, sejak awal, Nuraini tak percaya dengan hal yang berbau medis. Mulai dari dokter hingga obat-obatan kimia. Nuraini selalu meminta dipulangkan dari rumah sakit.

“Terlambat untuk memeriksakan diri ke rumah sakit. Dia tidak suka ke rumah sakit, tidak suka dokter, hanya suka obat herbal,” kata pria asing bercambang itu.

Semangat hidup Nuraini menciut. Hari-hari dalam kehidupan Nuraini banyak berbaring dan tak kuasa lagi untuk bergerak. Ia lebih banyak menghabiskan waktu di atas kasur berukuran 1,2 meter. Sambil ditemani Jihan. Segala keinginannya pun mengharapkan sepenuhnya kepada Jihan.

“Awalnya bisa jalan, bisa keluar rumah, tapi sesudah dia tau kanker hati stadium 4 dia drop. Sesudah itu dia tidak mau jalan, tidak ada motivasi untuk hidup,” katanya.

Makanan Kiriman Tetangga

Jihan, putri berkerudung coklat bercorak kuning, tak sungkan menimpali pertanyaan dari jurnalis saat itu. Ia mengaku tak cuma bisa menanak nasi, tapi lauk pauk pun bisa ia buat kala ibunya meminta.

Jihan menuruti kata para tetangganya, bahwa tak perlu memasak lauk. Cukup nasi saja uang ia buat dengan bantuan mesin penanak nasi dari urunan para donatur. Nasi itu untuk ibu dan ke empat adiknya.

Tetangganya meminta nya agar tidak terlalu lelah, karena harus membagi tenaga mengurusi ibunya yang kerap kali mengeluh sakit dan meminta dipijat.

“Tetangga bawa lauk, ada yang bawa ikan, sayur. Dibawa tiga kali dalam sehari. Jadi saya cuma masak nasi. Beras diberikan dari donatur,” tutur Jihan.

Seorang tetangga yang enggan menyebutkan namanya mengatakan, tetangga yang lain sadar bahwa Jihan kaum papah yang membutuhkan uluran tangan. Bantuan yang diberikan sekedar kiriman lauk pauk. Bagi mereka itu adalah tanggung jawab moral.

Sebagai tetangga, mereka lebih dulu tergugah dan tergerak, di kala waktu makan, harus membagi sebagian makanan di dapur mereka untuk Nuraini dan ke enam anaknya.

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih

“Sebagai tetangga, apalagi sebagai sesama manusia, berbagi makanan itu merupakan tanggung jawab moral kita,” tandas pria yang bergegas menunaikan sholat ashar itu.

Suntikan Semangat Untuk Nuraini dan Dorongan Jihan Kembali ke Sekolah

Seusai menjalani perawatan di rumah sakit, Nuraini banyak menghabiskan waktu di rumah. Donatur yang bertempat tinggal di Inggris Selatan itu berupaya memenuhi pengganti obat medis Nuraini.

Tak hanya itu, kebutuhan hidup keluarga Nuraini menjadi kewajiban moral bagi komunitas sosial ini. Makanan dan sembako juga disalurkan. Bahkan, radio tape juga akan diberikan kepada Nuraini untuk mendengarkan ceramah agama.

Khaleed, punya harapan besar, Nuraini harus punya semangat hidup lebih besar. Penyakitnya harus dilawan dengan keinginan hidup yang lebih besar. Dengan mendengarkan ceramah agama melalui radio tape, itu diharapkan bisa menyuntikkan semangat untuk Nuraini.

“Dia perlu semangat, kami belikan radio baru. Supaya dengar ceramah, tidak suntuk dan hilang semangat. Kami juga beli obat herbal, beli sembako,” katanya.

Tim Crisis AID Indonesia juga memikirkan masa depan Jihan. Kelanjutan pendidikan di bangku sekolah dasar yang kini sementara terhenti karena harus mengurusi ibunya telah dipikirkan oleh Khaleed.

Langkah yang ditempuh pria asal negara tiga singa itu juga tak mudah. Ia harus meyakinkan Jihan bahwa pendidikan itu penting dan harus berlanjut, meski di tengah ujian yang sangat berat bagi anak se usianya.

Berbagai pendekatan dan rayuan agar Jihan kembali menikmati siraman ilmu pengetahuan dari tenaga pendidikan di terus saja dilakukan. Khaleed merayu Jihan dengan menghadiahi sepeda.

“Saya memberitahu Jihan, katanya dia mau beli sepeda untuk sekolah. Dia masih di rumah, belum kembali sekolah, kami mau Jihan untuk kembali bersekolah,” katanya.

Jihan Disambangi Anak Presiden RI ke 6

Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) anak Presiden RI ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono menyambangi kediaman Jihan di kawasan pesantren di home base, Kelurahan Watubangga, Kecamatan Baruga Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Rabu (5/2/2020).

Hati AHY tergerak karena ia mengalami nasib persis dengan Jihan. Ibunya Ani Yudhoyono itu meninggal dunia usai berjuang melawan kanker darah. Setelah 4 bulan melawan kanker darah, ibu negara ke 6 itu meninggal dunia di National University Hospital Singapura, Sabtu (1/6/2019).

Dalam misi kemanusiaan itu, mantan anggota TNI itu didampingi oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sultra Muhammad Endang SA. Kunjungan itu AHY juga memberikan bantuan kepada Nuraini yang diterima langsung oleh Jihan.

Nuraini tak bisa banyak berkomunikasi, ia memilih membaringkan diri di atas ranjang kecilnya. Sementara anak bungsunya digendong oleh AHY. Para tetangga dan relawan mencoba menjelaskan kondisi Nuraini dan Jihan.

Setelah memberikan bantuan dan dorongan motivasi untuk Jihan dan Nuraini. AHY pun beranjak untuk pulang. AHY segera beranjak, namun tak lupa mengabadikan momen itu dengan berfoto bersama Jihan dan ke dua adiknya.

“Saya mendokan ibu Nuraini agar tetap semangat melawan penyakit kankernya. Ini kisah inspirasi yang membutuhkan kepedulian kita semuanya. Karena perjuangan melawan kanker itu membutuhkan dukungan orang-orang terdekatnya,” ujar AHY. (a)

 


Kontributor : Fadli Askar
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini