Kisah Si Buta La Ilo, 30 Tahun Berjualan untuk Nafkahi Keluarga

1573
Kisah Si Buta La Ilo, 30 Tahun Berjualan untuk Nafkahi Keluarga
BERJUALAN - La Ilo saat menjajakan dagangannya di kompleks perkantoran Bupati Muna. (Nasrudin/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, RAHA – Bising menderu, dari kendaraan lalu lalang. Iramanya tak beraturan. Hilir mudik roda dua hingga roda empat, padat merayap memecah fajar yang baru mememancarkan sinarnya.

Jarum jam baru menunjukkan pukul 06.35 Wita Rabu (25/9/2019), langit di bumi Kota Raha Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra) tampak berseri. Semalam, air langit baru saja tumpah, setelah beberapa bulan kemarau melanda. Saking terik, hamparan perdu di sejumlah area menguning.

Pagi itu, aktivitas warga kota mulai riuh. Jalanan di sejumlah ruas protokol dipadati tukang ojek dan kendaraan pribadi tengah mengantarkan anak sekolahan. Tetiba, melintas sesosok lelaki paruh baya dengan sebatang tongkat “saktinya” menyusuri setiap jengkalan ruas aspal yang berada di jalan Gatot Subroto, Kelurahan Laiworu Kecamatan Batalaiworu. Sepertinya ia sedang menantang bahaya.

Langkah kakinya begitu pasti, seakan keniscayaan tengah menjemputnya. Ayunan tongkatnya menjadi petunjuk setiap jengkal. Ia tanpa ragu melangkah. Tak tampak lelah di wajah pria tunanetra yang bernama La Ndiraha (47) alias La Ilo, warga Desa Matakidi Kecamatan Barangka Kabupaten Muna Barat (Mubar) itu.

Raut bahagia selalu menghiasi wajahnya seakan menampar keras dan congkaknya hidup ini. Semangatnya tak padam, meski mungkin langit menjadi kelam. Ratusan meter menyusuri ruas jalan, tetiba langkahnya terhenti di bawah pohon rindang. Ia rupanya tengah menunggu kendaraan ojek, hendak menuju kantor Bupati Muna yang ada di bilangan kompleks perkantoran di Kelurahan Sidodadi.

Baca Juga : Kisah Petani di Konsel, Beli Air Kencing Lalu Dijadikan Pupuk

Rupanya pria yang memiliki dua orang anak ini, sedang menjajakan dagangannya di kompleks kantor bupati. Jualannya ada rokok, pensil, tisu, aqua, amplop dan beberapa bungkus mie instan yang tersusun rapi dalam sebuah kotak dilapisi kaca yang dirancang sederhana.

“Saya jualan seadanya. Sudah hampir 30 tahun berdagang seperti ini. Ya, yang penting untuk bisa makan sehari-hari,” cerita La Ilo mengawali kisahnya.

Ia tak mempersoalkan berapa pun rupiah yang akan terkumpul setiap harinya. “Kadang laku Rp100 ribu. Tapi biasa tidak sampe juga. Sekarang saja, baru laku Rp5 ribu, ” ucapnya sambil tersenyum.

Ia berdagang memang untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari bersama dua orang anaknya Muh Arfan Suhardana (22) dan Sadaruddin (16), hasil pernikahannya bersama istri pertamanya Wa Naando pada tahun 1995.

Awalnya ia berdagang sejak berhasil menamatkan pendidikannya di salah satu sekolah menengah atas (SMA) di Kota Raha pada tahun 1992 lalu.

“Sebenarnya dulu saya mau lanjut kuliah ke Kendari, tapi karena tidak ada yang membiayai maka saya putuskan untuk jualan lagi,” ucapnya.

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih

Pantang Ngemis, Gigih Mengais Rezeki

Kisah Si Buta La Ilo, 30 Tahun Berjualan untuk Nafkahi Keluarga

Kondisi fisiknya memang sangat terbatas, tapi pantang baginya jadi seorang pengemis seperti kebanyakan orang yang mengalami kondisi sama dengan dirinya. Nyaris, tak ada keluhan, apalagi protes yang keluar dari mulutnya.

Getirnya hidup di tengah kota telah menempa pria yang akrab disapa La Ilo ini sejak duduk di bangku sekolah luar biasa (SLB) puluhan tahun lalu. “Sebenarnya saya jualan sejak SMP. Dulu berpikir mending jualan dari pada meminta-minta sama orang,” ceritanya.

Ia berjualan di setiap kantor. Namun, La Ilo beberapa tahun terakhir memilih kantor bupati karena jumlah PNS cukup banyak. “Dulu waktu di kantor daerah (kantor bupati lama) saya sudah jualan. Tapi sejak pindah disini saya juga ikut pindah,” urainya.

Namun, saat ini pendapatannya sedikit. Ia berencana pindah ke kantor catatan sipil (capil) sebab di Kantor Bupati Muna sudah jarang laku. Ia mendengar kalau di capil banyak orang yang berurusan setiap hari.

Baca Juga : Kisah Driver Gojek Kendari yang Kini Punya Penghasilan Tetap

Satu hal yang selalu membuatnya sedih, karena sering tertipu. “Kadang saya ditipu orang yang mau beli rokok. Katanya uangnya Rp50 ribu padahal cuma Rp10 ribu. Tapi saya ikhlaskan saja. Amafane dua pada (apa dayaku),” keluhnya dalam bahasa daerah.

Ia bahkan tak mengetahui nilai rupiah. Hanya mengandalkan kejujuran dari orang lain yang membeli dagangannya. Tuhanlah yang jadi matanya. “Ada Allah yang melihat. Kalaupun mereka (pembeli) membodohi saya nanti malaikat yang catat. Tapi saya selalu berpikir positif karena banyak juga yang jujur bahkan menolong,” ucap Ilo tetap tegar.

Keuletannya, Ia Berhasil Membangun Rumah

Tak hanya berdagang, pria yang mengalami kebutaan sejak usia tiga tahun ini ternyata juga lihai memijat. Dengan kerja sampingannya itu ia berhasil membeli tanah dan membangun tempat tinggal. Letaknya juga tak jauh dari tempat yang telah membesarkan dan mendidiknya yakni SLB yang ada di Kelurahan Lampogu.

“Alhamdulillah, ukurannya 7×10. Itu, saya bangun dari tahun 2012 sampai 2017 baru selesai. Semua uangnya dari hasil menjual dan pijat. Kadang juga dari mereka yang menyumbang,” katanya dengan semangat.

Kedua anaknya juga turut membantu. Fisik keduanya yang normal, berusaha mencari rezeki dengan jadi tukang ojek dan buruh bangunan. Mereka terpaksa mengubur impian sekolah ke perguruan tinggi karena keterbatasan biaya.

Setiap uang yang terkumpul disimpannya di bank. Awalnya, hanya dengan Rp5 juta mulai membangun rumah. Dia optimis dengan keuletannya, hingga akhirnya rumah yang kini jadi tempat berteduh bersama kedua anaknya bisa terbangun.

BACA JUGA :  Hakim Perempuan di PN Andoolo Ungkap Keresahan, dari Minim Fasilitas hingga Rentan Intervensi

Berupaya Tunaikan Salat Berjamaah di Masjid

Kisah Si Buta La Ilo, 30 Tahun Berjualan untuk Nafkahi Keluarga
La Ndiraha (47) alias La Ilo

Di kompleks perkantoran, hampir semua area telah dilaluinya dengan tongkat saktinya. Satu jalur yang sering dilewatinya yakni menuju musala yang berada di sisi kanan kantor bupati.

Satu hal yang selalu ia pegang teguh dalam hidupnya. Semua takdir, rezeki dan jodoh ia serahkan hanya kepada Allah Swt. Makanya, ia selalu berusaha menjalankan ibadah salat berjamaah di masjid terdekat.

Ketika itu, waktu menunjukkan pukul 11.49 Wita, panggilan salat terdengar di telinganya. Ia pun bergegas menuju sumber suara yang jaraknya tak jauh dari dagangannya.

Ia begitu bersemangat melangkahkan kakinya ke masjid, layaknya seorang yang sempurna fisiknya. Meski kesulitan, ia tak ingin melewatkan takbir pertama. Kadang jamaah lain yang kebetulan berpapasan dengannya langsung inisiatif menarik tongkatnya lalu menuntun La Ilo menuju tempat berwudu.

“Di bagian selokan, kadang saya terjatuh. Untung ada orang yang lewat dan menuntun,” katanya.

Baca Juga : Menabung di Karung Jagung, Kisah Nenek di Busel Naik Haji dari Hasil Tani

Namun, waktu subuh selalu menjadi tantangan baginya. Rumah yang ditempatinya cukup jauh dengan masjid. Ia kadang harus menaklukan dinginnya subuh menyusuri jalan menuju masjid yang jaraknya ratusan meter. Baginya berserah diri kepada sang pencipta selalu tertanam dalam hatinya, tak lain hanya berharap kebahagiaan di negeri akhirat kelak.

Berharap Bisa Mendapatkan Jodoh Lagi

Kisah Si Buta La Ilo, 30 Tahun Berjualan untuk Nafkahi Keluarga

Fisiknya yang terbatas, membuat lelaki yang memiliki 10 saudara ini, tak harmonis dalam membangun biduk rumah tangga. Mereka berpisah setelah 22 tahun menikah.

Setelah gagal dengan Wa Naando, La Ilo kembali berjodoh dengan Wa Wilo (23) pada April 2019 lalu. Namun istri keduanya ini memiliki kondisi fisik yang serupa dengannya, sama-sama buta.

Namun kebahagiaannya bersama Wa Wilo tak berlangsung lama karena meninggal tiga bulan lalu, akibat kecelakaan. Ia ditabrak kendaraan saat hendak pergi berobat ke Muna Barat.

Baca Juga : Kisah Suardi, Mengais Rezeki di Aliran Limbah Perumahan

Keterbatasannya membuat La Ilo kesulitan mengatur waktunya. Apalagi saat ini anak-anaknya jarang membantu mempersiapkan barang dagangan hingga memasak di dapur. Rencananya, ia mau cari jodoh lagi karena merasa kesusahan kerja sendiri.

Sakit lambung yang sering dideritanya selalu kambuh ketika jadwal makannya tidak teratur. Tahun 2018 lalu ia sering ke dokter. Kata dokter ia juga mengalami sakit batu empedu.

La Ilo berharap Tuhan selalu melimpahkan kesehatan dan memberi kekuatan sehingga ia bisa tetap menjalankan ibadah hingga akhir hayatnya. (***)

 


Kontributor: Nasrudin
Editor: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini