Lapas High-Risk Nusakambangan ; Alternatif Terbaik Pemberantasan Narkoba Di Indonesia

1109
Erwedi Supriyatno, Bc.IP, S.H, M.H
Erwedi Supriyatno, Bc.IP, S.H, M.H
Penggunaan Narkotika di Dunia dan Indonesia

World Drugs Report 2018 melalui United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC)
menyatakan bahwa saat ini ada sekitar 275 juta orang yang ada di dunia pernah menggunakan Narkoba atau setara dengan 5,5 % dengan jumlah penduduk di seluruh dunia. Dalam data BNN pada tahun 2019 penyalahgunaan narkoba mencapai angka 3,2 % atau setara dengan 3,6 juta orang yang tersebar di hampir seluruh Ibukota Provinsi di tanah air. Selain itu sepanjang tahun 2019 BNN kerjasama dengan Polri, TNI, Bea Cukai dan Imigrasi berhasil mengungkap 33.371 kasus narkotika. Dari kasus hasil pengakapan tersebut BNN telah memusnakan barang bukti sebanyak 1.648.744 butir, 56.921 gram serbuk PCC, dan 2.015 butir pil ekstasi dan 57.882.06 gram ganja.(dikutip dari beritasatu.com. Hal tersebut menempatkan Negara Indonesia sebagai Darurat Narkotika yang membutuhkan pengamanan dan perlakuan khusus untuk pengguna
maupun narapidana yang telah menjadi Bandar, pelaku maupun korban dari tindak pidana
narkotika. Selain itu formulasi Undang – Undang Narkotika sangat diperlukan untuk menindak secara tegas pelaku tindak pidana narkotika yang ada di Indonesia.

Azas Strict Liability pada UU. Narkotika

Secara regulatif, Asas Equality Before The Law pada sebuah Negara hukum adalah
mutlak adanya. Asas tersebut dijabarkan melalui prinsip Strict Liability atau tanggung jawab mutlak yang terkandung dalam Undang – Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 dimana pertanggungjawaban secara mutlak jika memenuhi suatu unsur pidana dalam suatu Undang – Undang. Undang – Undang tersebut dirumuskan dengan tujuan untuk mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika. Selain itu Undang – Undang Narkotika diselenggarakan berdasarkan keadilan, pengayoman, kemanusiaan, ketertiban, perlindungan, kemanan, nilai – nilai ilmiah, dan kepastian hukum. Olehnya itu, Tidak ada pengecualian bagi negara hukum, Perlakuan yang sama adalah mutlak adanya tanpa memandang jabatan, pangkat, status sosial, agama,ras, suku,etnis dan budaya. Sehungga itu dapat kita simpulkan bahwa seluruh rakyat wajib menjunjung hukum dan melaksanakan dengan seadil – adilnya sesuai dengan asas hukum ubi societas ibi ius yakni dimana ada suatu masyarakat maka disitu terdapat hukum.

Tindak Pidana Narkotika di Indonesia

Baru – baru ini kebijakan pemindahan narapidana Narkotika di wilayah Nusakambangan
terus dilakukan. Hal ini untuk mengurangi dampak penyebaran narkotika di Indonesia.
Kebijakan pemindahan tersebut juga dilaksanakan untuk memberantas tindak pidana narkotika di Indonesia.

“Pemindahan Narapidana sebanyak 41 orang ke Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan adalah bentuk komitmen untuk memberantas peredaran narkoba di Indonesia”.ujar Direktur Jenderal Pemasyarakatan Irjen Pol. Reynhard Saut Poltak Sitonga melalui Press Conference di Nusakambangan pada tanggal 5 Juni 2020.

Berdasarkan Data dari Sistem Database Pemasyarakatan Indonesia pada Bulan Mei
2020, tercatat sebanyak 103.105 orang adalah tindak pidana narkotika yang terdiri dari 66.651 orang adalah Bandar Narkotika dan 36.454 adalah Pengguna Narkotika. Jika melihat data narapidana seluruhnya pada bulan Mei adalah mencapai 212.893 orang, bisa dikatakan bahwa tindak pidana narkotika mengisi hampir 50 % dari isi hunian Lembaga Pemasyarakatan maupun Rumah Tahanan Negara di Indonesia. Hal ini menjadikan Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara di Indonesia dalam kondisi Darurat Narkotika. Kondisi ini tentu memberikan resiko yang sangat besar dan bahaya kerentanan akan pengaruh narkotika terhadap petugas pemasyarakatan dan narapidana lainnya yang berada di Lembaga Pemasyarakatan maupun Rumah Tahanan Negara di Indonesia. Selain itu tingkat residivisme terhadap kasus Narkotika sangat besar. Berdasakan data dari smslap.ditjenpas Jumlah tahanan dan narapidana residivis dari tahun 2016 – 2019 mencapai angka 21.971 orang sehingga menuntut untuk melakukan reformulasi hukum demi memberantas peredaran narkotika di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Untuk membatasi peredaran Narkotika di dalam lembaga Pemasyarakatan maupun Rumah Tahanan Negara di dalam Undang – Undang Pemasyarakatan No. 12 Tahun 1995
pada Pasal 12 poin d dilakukan penggolongan atas dasar jenis kejahatan, sehingga membentuk Lembaga pemasyarakatan berdasarkan kategori khusus yakni Lembaga Pemasyarakatan Khusus Narkotika dan Lembaga Pemasyarakatan Khusus Teroris. Penetapan Klasifikasi tersebut secara secara teknis dijabarkan pada Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor : M.HH-07.OT.01.01 Tahun 2017 tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan Resiko Tinggi dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No 33 Tahun 2018 tentang Revitalisasi Pemasyarakatan.

Bandar Narkoba Sebagai Narapidana Resiko Tinggi

Dalam Permenkumham No. 4 Tahun 2019 tentang Cetak Biru Revitalisasi Penyelenggaran Pemasyarakatan Pengamanan di Lapas High – Risk menekankan pada arsitektur dan pola bangunan Lapas. Hal ini dilaksanakan untuk mengontrol dan memantau narapidana yang termasuk dalam Narapidana Resiko Tinggi yakni Narapidana Qualifikasi A dan Narapidana Qualifikasi B. berdasarkan Prosedur Tetap Terhadap Perlakuan Narapidana Resiko Tinggi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Nomor : PAS- 58.OT.03.01 Tahun
2010 Tanggal 23 April 2010 menyatakan bahwa narapidana resiko tinggi adalah narapidana yang melalui penilaian memenuhi klasifikasi A dan Klasifikasi B. Klasifikasi A adalah penilaian terhadap narapidana tertentu yang memuat penilaian memenuhi salah satu hal yang berhubungan dengan jaringan yang masih aktif, kemampuan mengakses senjata dan bahan peledak memiliki catatan melarikan diri dan memiliki akses dan pengaruh dalam Lembaga Pemasyarakatan dan Klasifikasi B adalah narapidana yang memiliki resiko dan rentan menularkan penyakit serius yang dideritanya berdasarkan diagnose kesehatan.

Bandar Narkoba adalah salah satu narapidana Resiko Tinggi Kualifikasi A yang memiliki
kemampuan akses terhadap jaringan aktif, memiliki pengaruh di dalam Lembaga
Pemasyarakatan dan kemampuan hypnotherapy yang digunakan untuk mempengaruhi rekan sesama sel atau bloknya. Selain itu Bandar Narkoba ditunjang dengan kemampuan dalam menggunakan akses teknologi komunikasi bahkan memiliki akses terhadap peredaran uang yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Selain itu Bandar Narkotika mampu mendoktrin atau melakukan hipnotis terhadap rekan sesama selnya bahkan dengan petugas pemasyarakatan dengan menggunakan beberapa cara atau modus yang meliputi, penyuapan terhadap petugas pemasyarakatan, pungli, serta rayuan dan ajakan dengan imbalan uang, harta benda serta imbalan lain yang digunakannya untuk melakukan tindak kejahatan.. Tidak sedikit narapidana bahkan petugas pemasyarakatan yang tergoda oleh tipu muslihat narapidana narkotika dalam melancarkan aksinya. Oleh karena itu, Bandar Narkotika tergolong dalam narapidana resiko tinggi yang berkualifikasi A yang memerlukan pengamanan khusus untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kewenangan, SOP dan aturan di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Lembaga Pemasyarakatan High – Risk/ Super Maximum Security

Lembaga Pemasyarakatan High – Risk/Super Maksimum Security Nusakambangan
adalah salah satu Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia yang berada di confined place atau wilayah terbatas dan terisolasi yakni Pulau Nusakambangan yang letaknya terpisah dengan wilayah Pulau Jawa. Lapas High – Risk menggunakan metode pengamanan Super Maksimum Sekuriti alias super ketat. Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor : M.HH-07.OT.01.01 Tahun 2017 Penetapan Lembaga Pemasyarakatan High Risk bagi Tahanan dan Narapidana Resiko Tinggi (High – Risk) yang diantaranya adalah menempatkan Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Batu Nusakambangan dan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pasir Putih Nusakambangan sebagai Lembaga Pemasyarakatan High- Risk atau Super Maksimum Sekuriti di Indonesia. Selain itu berdasarkan Permenkumham No. 33 Tahun 2018 tentang Revitalisasi Pemasyarakatan yakni Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Karanganyar adalah Lembaga Pemasyarakatan Khusus Sebagai Lapas High – Risk yang ditunjang dengan fasilitas keamanan yang andal, fasilitas eksekusi mati bagi narapidana, sistem teknologi pengamanan terbarukhan dan mumpuni yang dilaksanakan bagi Narapidana Resiko Tinggi yang salah satunya adalah Narapidana Bandar Narkotika

Perimeter Sekuriti Sebagai Pengamanan Lapas High-Risk

Pengamanan Lapas High – Risk pada narapidana di wilayah Nusakambangan menekankan pada pengamananan Perimeter atau “Perimeter Security”.Michael J Arata 2006
mengartikan bahwa Perimeter Security adalah perlindungan terhadap suatu fasilitas,
menggunakan pembatas alami ataupun buatan, untuk mencegah penyusup masuk ataupun
mencegah tahanan melarikan diri dari suatu area dengan batasan yang jelas. Perimeter Security mengutamakan prinsip pengamanan luar dan dalam dalam rangka mencegah terjadinya gangguan dan ancaman keamanan luar dan dalam. Dalam pengamanan perimeter terdapat lima prinsip yang dikenal dengan 5D ( Deter, Detechs, Deny, Delay, dan Defend )

1. Perimeter Deter adalah pengamanan terhadap unit paling jauh dari aset yang
diamankan. Pengamanan ini berupa pagar atau pembatas ruang paling terluar dari
pengamanan. Pagar yang tinggi, kokoh dan tebal akan memberikan dampak untuk
memberikan fear of crime bagi narapidana untuk melakukan percobaan melarikan
diri. Selain itu pengamanan yang dilengkapi dengan teknologi pengawasan alias mata
elang ( Surveillance ) yang berupa CCTV untuk mencegah ancaman gangguan
keamanan dan ketertiban wilayah Lembaga Pemasyarakatan baik secara luar dan
dalam.

2. Perimeter Detect adalah pengamanan yang menekankan pada pengamanan pada area
dalam ruang lingkup yang luas untuk secara akurat dalam mendeteksi dengan cepat
dan tepat pada waktu adanya pergerakan yang tidak berizin atau tidak dikenali untuk
merespon gangguan maupun ancaman keamanan secara cepat di waktu yang tepat.
Pengamanan ini didukung dengan penggunaan pengamanan dengan bantuan alat dan
teknologi drone yang dikendalikan secara manual oleh petugas Mata Elang
Pemasyarakatan.

3. Perimeter Deny adalah bertujuan untuk melakukan pembatasan serta mencegah
orang yang tidak berkepentingan masuk dalam wilayah Lembaga Pemasyarakatan d
Nusakambangan. Perimeter ini menekankan pada penggunaaan akses masuk pada
aera Nusakambangan atau dengan kata lain hanya orang – orang yang memiliki akses
masuklah yang diizinkan untuk memasuki wilayah Nusakambangan. Perimeter ini
dilaksanakan dengan bantuan teknologi, Accsess Controlling System, High Security
Road Blocker, Dynamite Protective Barrier, Main Gate Mobility Rotore, GPS System,
Fence Border serta Security Border Acsess atau pintu pembatas serta alat lain sebagai
pendukung mialnya Metal detector, X – Ray, Item Inspection, Scanner System, Body
Scanner dan Alat Pengukur Suhu (Thermal System)

4. Perimeter Delay adalah bertujuan untuk memperlambat aktivitas penyusupan atau
pelarian dengan memaksa pelaku pelarian untuk menyerahkan diri serta memberi
kesempatan kepada Tim Pengamanan untuk mersepon serta melakukan upaya
penyergapan dan penangkapan secara tepat. Pengamanan ini dilaksanakan oleh Tim
Emergency Response Team yang tergabung dalam Unit Satuan Pengamanan Wilayah

Nusakambangan di beberapa Lembaga Pemasyarakatan High – Risk di wilayah
Nusakambangan yang bertugas untuk mengantisipasi terhadap resiko ancaman
gangguan kemanan dan ketertiban yang sewaktu –waktu dapat terjadi di wilayah
Nusakambangan serta melakukan penindakan jika pelaku mencoba melakukan aksi
perlawanan dan membahayakan terhadap dirinya maupun Tim Pengamanan.

5. Perimeter Defend adalah bertujuan untuk secara permanen mengusir atau
menangkap penyusup dan pelaku percobaan pelarian. Selain dari tim Emergency
Response Team satuan Pengamanan Pemasyarakatan, pengamanan ini dilaksanakan
dengan koordinasi dan kerjasama tim serta aparat penegak hukum yang bertugas di
wilayah Nusakambangan yakni Komando Satuan Khusus TNI Angkatan Darat (Kopassus), Kesatuan Rider TNI Angkatan Darat, Densus-88 Anti Teror Kepolisian Republik Indonesia, Badan Intelijen Negara, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Indonesia, Badan Narkotika Nasional Indonesia, Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap dan Aparat hukum lain yang ditugaskan untuk melaksanakan pengamanan di wilayah Pulau Nusakambangan.

Dengan mempertimbangakan seluruh aspek pengamanan dan perlakuan khusus bagi
narapidana tindak pidana narkotika maka Lapas High-Risk Wilayah Nusakambangan menjadi pilihan alternatif terbaik bagi narapidana tindak pidana narkotika sebagai tujuan untuk dilaksanakannya pemberantasan narkotika serta mengurangi tingkat hunian narapidana khususnya bagi tindak pidana narkotika. Selain itu hal ini dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 33 Tahun 2018 tentang Revitalisasi Pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan tujuan untuk melakukan optimalisasi penyelenggaraan pemasyarakatan dengan jalan melakukan penguatan pengamanan dan pembatasan ruang gerak demi memodifikasi perilaku narapidana sehingga narapidana kembali sadar dan berbuat baik serta di terima kembali di masyarakat.

 

Oleh : Erwedi Supriyatno, Bc.IP, S.H, M.H
Penulis Merupakan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Batu Nusakambangan
Editor : Okki Oktaviandi S.Tr.Pas

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini