Menatap Kemajuan di Kendari New Port: Seberapa Penting Infrastruktur Ekonomi?

1052
Menatap Kemajuan di Kendari New Port: Seberapa Penting Infrastruktur Ekonomi?
INFRASTRUKTUR EKONOMI – Kolase foto terminal peti kemas Kendari New Port. Pelabuhan bertaraf internasional ini sudah dilengkapi peralatan modern tapi kontras dengan kondisi jalan masuk yang tampak becek dilewati truk kontainer. (Foto: Dok. Penulis dan IG Pelindo4Kendari)

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Perseroan Terbatas (PT) Pelabuhan Indonesia (Pelindo) IV  adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki wilayah operasi di Sulawesi Tenggara (Sultra). Perusahaan plat merah ini membangun Kendari New Port di pinggir laut Bungkutoko, Kota Kendari. Untuk menunjang perekonomian, terminal pelabuhan modern ini siap melayani ekspor langsung (direct export) ke berbagai negara di dunia.

Dengan nilai aset lebih dari Rp1 triliun, pelabuhan bertaraf internasional itu tampak megah. Alat-alat raksasa penyusun peti kemas tampak dari jarak ratusan meter, mirip pelabuhan-pelabuhan modern di negara maju. Namun hal itu kontras dengan kondisi jalan masuk ke terminal itu yang bergelombang dan becek di beberapa titik, tanpa ada perubahan sejak terminal itu mulai beroperasi 2019 lalu.

Panjang jalan tak teraspal itu 2 kilometer yang cukup menantang para sopir seperti Bayu (46) untuk selalu berhati-hati. Bayu dan para sopir lainnya harus melalui jalan itu setiap hari mengangkut boks kargo dengan muatan berton-ton barang dari Kendari New Port menuju Kota Kendari dan dari arah sebaliknya.

Pada suatu pagi jelang siang pukul 10.15 Wita, Kamis 2 September 2021 lalu, Bayu lebih berhati-hati mengemudikan truk yang dibawanya menuju Kendari New Port. Hujan yang terus mengguyur Kota Kendari membuat jalan pengerasan seperti itu basah dan becek.

Selain menjaga agar tak bersenggolan dengan truk lainnya, Bayu juga mesti pelan-pelan melaju agar barang yang dimuatnya tetap aman. Untungnya Bayu belum pernah celaka di jalan itu, tapi berbeda dengan beberapa temannya yang gandengan truknya sampai lepas.

Menatap Kemajuan di Kendari New Port: Seberapa Penting Infrastruktur Ekonomi?
Infrastruktur jalan menuju Kendari New Port yang belum teraspal tampak pada 2 September 2021. Para sopir truk kontainer selalu waspada melewati jalan tersebut karena bergelombang dan rawan kecelakaan. (Muhamad Taslim Dalma/ZONASULTRA.COM)

“Ini memang rawan untuk truk kontainer, sudah pernah ada teman yang lepas gandengannya beberapa bulan lalu. Kalau mobil begini pasti pelan apalagi posisi ada muatan, jalannya tidak rata dan ada yang lobangnya dalam sehingga kejadian (lepas gandengan truk),” ujar Bayu yang pagi itu sudah dua kali melintas.

Akibat terus-terusan melewati rute tersebut, onderdil mobil yang disopiri Bayu seperti fer, subereker, dan lahar jadi cepat rusak. Bagi sopir seperti Bayu, kerusakan-kerusakan ringan dapat diatasinya sendiri, tapi bila sudah kerusakan berat maka ia harus membawanya ke perusahaan ekspedisi tempatnya bekerja.

Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Sultra bahkan turut menurunkan material timbunan pada bulan lalu. Masing-masing perusahaan yang tergabung di ALFI ada yang menyumbang 2 ret hingga 10 ret timbunan dengan dana sukarela agar kerusakan jalan tidak semakin parah.

“Tapi kemampuan kami untuk menimbun tak seberapa, kita sedikit-sedikit saja. Itu memang yang jadi keluhan kita JPT (jasa pengurusan transportasi), sehingga teman-teman JPT di lingkungan ALFI membantu diri sendiri dengan menimbun,” ujar Ketua DPW ALFI Sultra Abraham Untung melalui telepon, 4 September 2021.

Akibat kerusakan jalan tidak hanya membuat onderdil kendaraan cepat rusak tapi juga menghambat laju angkutan barang. Oleh karena itu, sekitar dua bulan yang lalu, secara kelembagaan ALFI telah menyurat ke Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari agar kerusakan jalan tersebut dapat segera ditangani.

Abraham berharap masalah itu tak berlarut-larut agar lalu lintas barang semakin lancar, apalagi Kendari New Port merupakan jalur distribusi utama angkutan barang yang masuk ke Kota Kendari dan daerah sekitarnya.

Saat ini dampak kerusakan jalan tersebut terhadap ongkos logistik tak signifikan karena kendaraan masih lancar beroperasi kendati dengan jangka waktu tempuh yang lambat. Meski begitu, Abraham tak memungkiri bahwa bila ada gangguan pada jalur logistik maka konsekuensinya adalah ongkos pengiriman barang bisa naik.

Untuk pelayanan di Kendari New Port yang dikelola Pelindo IV, Abraham menilainya sudah bagus dengan peralatan yang lengkap dan terstandar. Alangkah lebih baik lagi kata dia, bila pelayanan yang sudah bagus itu didukung dengan infrastruktur memadai seperti jalan beraspal.

Berdasarkan penjelasan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Kendari, jalan sepanjang 2 kilometer menuju Kendari New Port itu memang berstatus jalan kota sehingga menjadi tanggung jawab Pemkot Kendari. Saat ini bentuk jalannya bercabang, yang kedua cabangnya adalah jalan masuk ke Kendari New Port. Namun salah satu cabang masih tanpa status.

Menatap Kemajuan di Kendari New Port: Seberapa Penting Infrastruktur Ekonomi?
Jalan menuju Kendari New Port yang bercabang. Ada yang berstatus jalan kota (garis kuning), dan ada yang tanpa status (garis merah). (Foto: Google Map)

Jalan tanpa status dengan panjang sekitar 500 meter inilah yang tampak paling menyulitkan para sopir truk melintas. Dibanding jalan yang dibangun Pemkot, jalan tanpa status yang tepat mengarah ke gerbang masuk itu lebih bergelombang dan becek.

Pemkot sendiri bukannya tidak mau melanjutkan jalan yang sejak awal dirintis itu tapi karena tidak mampu lagi untuk melakukan pengaspalan jalan menuju Kendari New Port. Penyebabnya adalah adanya refocusing anggaran pada masa pandemi. Selain itu pendapatan daerah juga terganggu karena adanya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

“Karena keterbatasan itulah kami tidak bisa lanjut. Sekarang infrastruktur lebih ke kebutuhan untuk masyarakat banyak seperti ke perkampungan kumuh,” ujar Kepala Dinas PUPR Kota Kendari Erlis Sadya Kencana di ruang kerjanya, 14 September 2021.

Erlis tak merincikan berapa lagi anggaran yang dibutuhkan untuk pengaspalan tapi pasti biayanya cukup besar apalagi jalan itu akan dilewati truk kontainer dengan bobot tak biasa. Makanya yang bagus adalah jalan beton tapi tak dimampui oleh Pemkot.

Perkembangan terakhir, pihak Pemkot telah menyampaikan surat usulan ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra agar jalan tersebut naik status. Selain itu, Erlis juga berharap dari pihak Pelindo IV bisa turut berpartisipasi secara langsung membangun jalan demi kepentingan bersama.

Sementara, Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov Sultra Nur Endang Abbas mengatakan pihaknya sedang mengusulkan agar jalan menuju Kendari New Port naik status menjadi jalan nasional. Tindak lanjutnya, dalam waktu dekat Pemprov akan melaksanakan rapat koordinasi (rakor) percepatan infrastruktur Provinsi Sultra dengan kementerian terkait yang digagas oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih

“Pada rakor nanti, salah satu yang diprioritaskan adalah perubahan status jalan tersebut sehingga bisa lebih cepat,” ujar Endang melalui pesan WhatsApp, 15 September 2021.

Terkait beroperasinya Kendari New Port yang bertaraf internasional, Endang menilai hal itu menunjukkan bahwa Sultra masuk dalam peta nasional yang diprioritaskan sebagai penyangga ekonomi nasional. Kehadiran pelabuhan itu juga berdampak positif bagi Sultra untuk ekspor ke mancanegara.

“Tentu berimplikasi bahwa pertumbuhan ekonomi Sultra tumbuh meningkat, sehingga kesejahteraan masyarakat Sultra semakin baik,” ucap Endang.

Tantangan Optimalisasi Layanan

Meski jalan yang rusak itu adalah jalur masuk ke gerbang Terminal Kendari New Port, PT Pelindo IV hanya bisa membangun sampai sebatas areal terminal yang ditandai dengan pagar. Dalam hal seperti itu, Pelindo IV Cabang Kendari dibatasi oleh tata peraturan perusahaan, apalagi sebelumnya sudah pernah ada perjanjian khusus dengan pemerintah.

General Manager (GM) Pelindo IV Cabang Kendari Suparman mengungkapkan bahwa pada awal ketika Pelindo IV akan membangun Kendari New Port terdapat kesepakatan tertulis empat pihak pada 2016 lalu. Saat itu dalam sebuah nota kesepahaman bertanda tangan Gubernur selaku Pemprov Sultra, Wali Kota selaku Pemkot Kendari, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Kendari, serta Pelindo IV.

Dalam perjanjian itu, Pemkot bertanggung jawab membangun jalan menuju Kendari New Port, Pemprov membangun jembatan (Talia-Bungkutoko), KSOP membantu percepatan perizinan, dan PT Pelindo IV bertanggung jawab membangun fasilitas dan peralatan terminal peti kemas Kendari New Port.

Kini, Pelindo IV telah melaksanakan tugasnya membangun Kendari New Port dengan fasilitas dan peralatan yang sangat memadai. Jembatan yang menghubungkan Talia dan Bungkutoko juga sudah dibangun oleh Pemprov, sedangkan jalan menuju Kendari New Port memang sudah dibangun tapi masih tahap perkerasan.

“Kami harapkan semua pihak, pemerintah kota, maupun provinsi bersama pemerintah pusat agar dapat memprioritaskan peningkatan kondisi jalan. Kemarin, mungkin  teman media tidak liput, ada satu trailer mengangkut kontainer yang terguling, salah satu penyebabnya karena kondisi jalan,” ujar Suparman saat berbincang di salah satu warung kopi, Kendari, 16 September 2021.

Bila jalan bagus, maka lalu lintas barang lewat Kendari New Port bakal semakin cepat. Adanya percepatan kata dia, tentu akan berdampak pada penurunan biaya logistik. Begitu pula akan terjadi sebaliknya bila ada hambatan seperti rusaknya jalur logistik dapat berdampak pada naiknya ongkos logistik yang berimplikasi ke harga barang di masyarakat.

Misalnya, kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat Sultra berupa sembako dominan masih dipasok dari luar. Peran pelabuhan adalah memastikan lalu lintas sembako cepat dan tak boleh tersendat, bila perlu ada efisiensi ongkos logistik agar harga barang stabil. Bila rantai distribusi logistik ini macet maka stok barang akan terbatas sementara permintaan jadi tinggi, yang pada akhirnya harga akan melonjak di pasaran. Karena peran seperti itulah, makanya Pelindo IV Cabang Kendari selalu dilibatkan dalam rapat-rapat koordinasi Tim Pengendali Inflasi Daerah.

“Coba perhatikan, suatu daerah yang memiliki pelabuhan yang bagus pasti daerah itu cepat berkembang. Daerah yang tidak ada pelabuhannya pasti terbelakang karena barang-barang yang diangkut itu dalam jumlah banyak melalui pelabuhan. Ada pesawat udara tapi terbatas, pasti selalu lewat laut yang lebih banyak diangkut dan lebih murah,” ujar Suparman.

Dia meyakini pemerintah pastilah memikirkan perbaikan jalan tersebut, hanya memang perlu dipahami bahwa saat ini sedang ada bencana Pandemi Covid-19 sehingga ada skala-skala prioritas. Dari pihak Pelindo IV sendiri sudah berkomitmen untuk tetap memberikan pelayanan optimal dengan adanya fasilitas dan peralatan pelabuhan berstandar modern serta bersih dari praktik pungutan liar.

Kendari New Port sendiri juga sudah ditetapkan oleh pemerintah masuk ke dalam Ekosistem Logistik Nasional (National Logistic Ecosystem/NLE). Selain itu, akan resmi dilakukan merger atau penggabungan Pelindo pada 1 Oktober 2021 yang akan membuat Pelindo I, II, III, IV terintegrasi dan bersinergi dalam memberikan pelayanan. Semua ini akan membuat Kendari New Port sebagai salah satu terminal yang terkoneksi dengan pelabuhan lain dalam sebuah konsep “integrasi”.

Dengan bersatunya BUMN Pelindo yang terintegrasi dan saling bersinergi maka seluruh pelabuhan yang ditangani Pelindo di Indonesia akan dikelola manajemen perusahaan yang tidak lagi terpisah-pisah. Pelindo terintegrasi ini akan menunjang lalu lintas barang, mendorong konektivitas antar pulau, dan menekan biaya logistik, serta merangsang investasi-investasi baru maupun mengoptimakan investasi yang sudah ada.

Dengan begitu, lanjut dia, bisa memberi efek domino, seperti memacu para pengguna layanan untuk meningkatkan volume angkutan, meningkatkan produksi, dan mendorong pertumbuhan industri pengolahan, tak terkecuali di wilayah timur Indonesia, khususnya Sultra. Apalagi wilayah Sultra memiliki berbagai potensi seperti hasil hutan, perkebunan, dan perikanan, termasuk Kawasan Industri di Konawe sebagai Program Strategis Nasional. Semua ini kata dia, mesti mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Pelindo yang hadir dengan mengoptimalkan pelayanan terminal Kendari New Port.

Dia berharap pelaku usaha dapat memanfaatkan Kendari New Port untuk kegiatan ekspor maupun impor. Keuntungan yang bisa didapat adalah  barang bisa lebih cepat sampai ke negara tujuan dan tidak mengalami double handling (penanganan ganda).

BACA JUGA :  Hakim Perempuan di PN Andoolo Ungkap Keresahan, dari Minim Fasilitas hingga Rentan Intervensi

Double handling ini terjadi saat seseorang mengekspor barang dari Sultra menggunakan kontainer domestik lalu membawanya ke Surabaya untuk dipindahkan ke kontainer ekspor. Hal seperti ini menyebabkan dobel biaya dan bisa mempengaruhi kualitas barang.

“Dengan ekspor melalui Kendari New Port maka pajak-pajak yang dibayar terdata sebagai pajak dari daerah ini meski tercatat melalui Pelindo. Sehingga suatu saat kalau ada pembagian dana perimbangan dari pemerintah pusat, daerah ini bisa mendapat porsi yang lebih banyak karena menyumbang pajak yang lebih besar,” ujar Suparman.

Meskipun Kendari New Port sudah mampu menangani ekspor-impor secara langsung tapi terkendala karena belum ada yang sanggup memenuhi standar jumlah kargo. Informasi yang diterima Pelindo IV dari perusahaan pelayaran luar negeri, bila cukup 200 boks kargo maka kapal bisa ke Kendari sedangkan bila kurang dari itu hanya akan mendatangkan kontainer.

Selama ini barang untuk ekspor maupun yang hanya diangkut ke daerah lain melalui terminal Kendari New Port masih sangat kurang. Ada komoditas tambang yang jadi unggulan daerah ini tapi melalui terminal khusus. Oleh karena itu di Kendari New Port sering terjadi ketakseimbangan kargo (imbalance cargo) yakni kontainer yang datang dari kawasan barat Indonesia selalu terisi penuh dan kembali dalam keadaan kosong (tanpa muatan barang).

Dia memperkirakan tantangan tersebut dapat teratasi mana kala Kawasan Industri Konawe sudah beroperasi atau produksi industri daerah ini terus meningkat. Untuk sementara ini yang dilakukan Pelindo IV Cabang Kendari adalah meningkatkan kualitas layanan yang terintegrasi dan mengedukasi para mitra pengguna layanan.

“Bahkan kami sudah bentuk tim untuk membantu kami punya mitra kalau ada kesulitan. Jadi umpamanya Anda adalah mitra kita, kita masukan dalam tim itu supaya bisa menyampaikan keluhan kendalanya di situ sehingga apa yang kita harapkan ini dapat berjalan,” ujarnya.

Pentingnya Infrastruktur Penunjang

Pengamat Ekonomi Syamsir Nur menjelaskan infrastruktur penunjang merupakan salah satu bagian penting untuk mendorong kemajuan ekonomi di kawasan timur Indonesia seperti Sultra. Dengan adanya infrastruktur penunjang yang baik seperti jalan, pelabuhan, dan bandara maka akan menopang aspek-aspek ekonomi lainnya sehingga wilayah Sultra bisa berkembang pesat.

Khusus Sultra, infrastruktur penunjang ini masih belum memadai sehingga tidak terbangun konektivitas yang cukup baik. Akses jalan menuju Kendari New Port yang rusak hanyalah salah satu sampel dari realitas yang ada di wilayah ini.

Sultra juga tak mampu menghasilkan komoditas dalam bentuk barang jadi yang mampu berkompetisi dengan daerah lain sehingga masyarakat lebih banyak menyerap produksi industri di Pulau Jawa. Padahal, lanjut dia, Sultra memiliki ragam potensi ekonomi baik sektor alamiah maupun non-alamiah. Istilah sektor alamiah yang dimaksud adalah komoditas pada sektor pertanian, perikanan, peternakan, termasuk pariwisata. Sedangkan sektor non-alamiah seperti tambang nikel, emas, dan aspal.

Kemudian, dari sisi neraca perdagangan secara regional saat ini masih dominan perdagangan antar pulau di dalam wilayah Sultra dan kemampuan ekspor masih sangat terbatas. Ekspor pun ini 98 persen berupa hasil pertambangan, sedangkan sekitar 2 persen sisanya adalah sektor alamiah.

Kondisi tersebut bekonsekuensi pada penghasilan masyarakat, yang mana mereka tidak memperoleh pendapatan yang cukup baik. Sebab masyarakat banyak beraktivitas di sektor perikanan, pertanian, dan perkebunan. Sementara pada sektor pertambangan, pelaku ekonominya adalah pemain menengah ke atas dengan modal besar, bahkan dari luar.

Makanya, grafik pertumbuhan ekonomi Sultra selalu lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional tapi angka kemiskinan juga selalu lebih tinggi dari rata-rata nasional. Misalnya dalam kondisi normal sebelum pandemi, pada tahun 2019 angka kemiskinan di Sultra mencapai 11,04 persen lebih tinggi dari nasional yang berada di angka 9,22 persen, padahal ekonomi Sultra tumbuh 6,51 persen mengalahkan nasional yang hanya 5,02 persen.

Untuk mengatasi masalah tersebut, akademisi Universitas Halu Oleo (UHO) ini mengatakan yang paling perlu mendapat perhatian adalah sektor alamiah karena merupakan tempat yang banyak menyerap pekerja. Perbaikan pada aspek ini juga akan mendorong meningkatnya produktivitas.

“Sehingga kalau pemerintah ingin memperbaiki dengan produksi kita dioptimalisasi maka implikasinya cukup luas secara ekonomi. Pertama bisa memperbaiki pertumbuhan ekonomi yang inklusif, menciptakan lapangan kerja, mendorong nilai tambah, dan meningkatkan kompetisi daya saing komoditas,” ujar Syamsir saat ditemui di Kampus UHO, 6 September 2021.

Alumnus S3 Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya ini menjelaskan memang infrastruktur penunjang bukan satu-satunya persoalan, masih ada aspek pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan hilirisasi produk komoditas. Agar ketiga aspek ini bisa mendorong transformasi ekonomi maka diperlukan dukungan semua pemangku kepentingan mulai dari pemerintah, BUMN, hingga pihak swasta.

Syamsir mencontohkan saat ini sedang populer tanaman porang, termasuk di kalangan petani wilayah Sultra yang mulai menanamnya secara besar-besaran. Per akhir Agustus 2021 lalu, lahan tanaman porang telah mencapai 612 hektare di 12 kabupaten kota. Komoditas porang ini kelak dapat bernilai tambah bila didukung infrastrutur penunjang yang memadai, pengembangan SDM, dan hilirisasi produk porang.

“Misalnya kita menjual ikan di pasar dibandingkan dengan ikan kaleng, bedalah harganya padahal ikan kaleng sedikit isinya. Jadi hilirisasi industri akan menciptakan nilai tambah produk yang lebih tinggi dengan harga jual semakin mahal. Ini tentu berkonsekuensi pada pendapatan yang meningkat, berarti kesejahteraan,” ujar Syamsir. (*)


Reporter: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini