Penyebab Gejolak Tambang Wawonii, Ini Penjelasan Pengamat Sosial

664
Pengamat Sosial Universitas Halu Oleo (UHO) Darmin Tuwu
Darmin Tuwu

ZONASULTRA.COM,KENDARI – Persoalan tambang di Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) terus bergejolak, setelah pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyetujui untuk tidak ada aktivitas tambang di Pulau Wawonii. Aksi demo oleh ribuan mahasiswa pun masih berlanjut hingga kemarin (Senin,11/3/2019).

Pengamat Sosial Universitas Halu Oleo (UHO) Darmin Tuwu menjelaskan kebanyakan daerah yang memiliki permasalahan tambang akan melahirkan gejolak di masyarakat. Mengapa? Karena ia menilai konflik bagian dari turunan hadirnya tambang.

“Bisa kita lihat, bisa dikatakan hadirnya tambang akan memicu konflik. Konflik ini turunan atau teman ikutnya tambang,” kata Darmin kepada zonasultra melalui sambungan telepon seluler, Senin (11/3/2019) sore.

Melihat fenomena besar massa yang menuntut persoalan tersebut, ia menjelaskan secara teori masalah sosial muncul akibat ada sesuatu yang tidak berjalan dengan normal.

Terkhusus tambang, Darmin menyebutkan setidaknya ada tiga masalah yang biasanya menyeruak di tengah masyarakat yakni keadilan, pemerataan dari hasil tambang, serta keberlanjutan yang erat kaitannya dengan lingkungan dan masalah sosial.

(BeritaTerkait : Buntut Demonstrasi Mahasiswa UHO, 17 Orang Jadi Korban)

Belum lagi, permasalahan tambang bisa dikatakan isu yang sensitif, sebab banyak kepentingan di dalamnya. Apalagi kaia dia, diketahui tambang itu berporos pada orientasi keuntungan (profit oriented).

“Terus terang, bagi saya masyarakat ataupun mahasiswa yang turun ke lapangan hanya menuntut hak mereka yang mulai terganggu mulai dari mata pencaharian mereka yang pertanian maupun nelayan,” jelasnya.

Lulusan S3 Ilmu Kesejahteraan Universitas Indonesia (UI) ini menuturkan, meskipun pada dasarnya tambang memberikan manfaat bagi daerah, tapi hanya segelintir orang saja yang dapat menikmati. Sementara, dampak negatifnya akan dirasakan pada lapisan masyarakat bawah. Dampak lingkungan misalnya tanaman terganggu dan laut tercemar oleh limbah.

Ia pun menyarankan agar pemerintah berada dalam poros tengah menghadapi permasalah itu. Poros tengah artinya tidak berpihak ke hal yang tidak pro rakyat, walaupun pada akhirnya, keputusan yang diambil akan mengecewakan satu pihak.

(Berita Terkait : Gubernur Sultra Hentikan Sementara 13 IUP di Konkep)

“Jadi dengan cara membentuk tim khusus melakukan pengecekkan ulang ke bawah itu salah satu jalan yang sudah benar untuk ditempuh, tapi jika benar ditemukan hal yang ganjal harus pro ke rakyat bukan ke pengusahanya,” ujarnya.

Darmin menyebutkan, ini merupakan tantangan bagi pemerintahan Ali Mazi sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) untuk memecahkan permasalahan tambang. Apalagi, hal ini terjadi sebelum masa pemerintahannya. Mau tidak mau harus diselesaikan jika tidak ingin ada konflik berkepanjangan.

Menurut Darmin, selama permasalahan ini tidak terselesaikan, gejolak demonstrasi dari kalangan bawah akan terus terjadi. “Pa Ali Mazi harus bersikap tegas, apalagi sudah jelas RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Konkep bukan untuk pertambangan,” ujarnya.

Di tempat terpisah, Gubenur Sultra Ali Mazi sudah mengeluarkan keputusan untuk memberhentikan sementara 13 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang beroperasi di Konkep. Dalam waktu dekat ini surat keputusan tersebut akan dikeluarkan.

“Kita hentikan sementara, sembari kita panggil semua direksinya kita tanya satu-satu, jika ada yang salah kita cabut,” kata Ali Mazi saat menggelar Konferensi Pers, Senin (11/3/2019) malam di Rumah Jabatan Gubernur.

Ali pun mengaku tidak akan gegabah mencabut 13 IUP tersebut, selain alasan hukum ini juga dapat menganggu iklim investasi yang ada di Sultra.

Menurutnya, mendatangkan investasi masuk ke sebuah daerah bukan pekerjaan yang mudah apalagi sampai mereka setuju untuk menanamkan modalnya.

“Mari kita membangun daerah ini tidak dengan huru-hara, dengan keributan. Jangan mudah terpengaruh. Mari kita jaga investor kita agar mereka mau menanamkan modalnya dalam suasana aman dan tenteram,” pungkasnya.

Sebelumnya, rapat pembahasan Rencana Tata Ruang Wilayah yang digelar oleh Kementerian ART/ BPN di Jakarta, Jumat (8/3/2019) lalu memutuskan bahwa tidak ada ruang untuk aktivitas pertambangan di Pulau Wawonii, Kabupaten Konkep. (A)

 


Reporter: Ilham Surahmin
Editor: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini