Perempuan Dan Politik

228
Ayumilawarty,SE
Ayumilawarty, SE

Quota 30 persen menjadi ruang partisipasi bagi perempuan dalam mewarnai dinamika politik dan kepemimpinan di Indonesia. Adanya payung hukum dan politik yang menaungi perempuan untuk berkiprah, merupakan motivasi dalam mengisi dinamika keterwakilan perempuan di kursi legislatif maupun eksekutif.

Terlebih dalam sejarahnya, Indonesia telah mencatat banyak kisah kepemimpinan yang diukir oleh perempuan. Dimulai dari kisah Raden Ajeng Kartini (RA Kartini), seorang pahlawan nasional yang merupakan pelopor emansipasi wanita. Menyusul nama-nama lain yang juga tersebut sebagai pahlawan nasional seperti Cut Nyak Dhien, Cut Nyak Meutia, Raden Dewi Sartika, Martha Christina Tiahahu, dan Maria Walanda Maramis.

Pasca kemerdekaan, perempuan semakin menggeliat. Megawati Soekarno Putri presiden Republik Indonesia ke-5, Susi Pujiastuti Menteri Kelautan RI di masa pemerintahan Presiden Jokowi, serta masih banyak nama lainnya yang mewarni kursi pimpinan di level Gubernur, Bupati ataupun legislatif.

Keteladanan mereka patut diteladani dan menjadi rujukan para perempuan masa kini untuk terlibat dalam panggung politik. Keterlibatan perempuan tentunya tidak diartikan sebagai pemuasan nafsu terhadap ambisi kekuasaan, atau pemenuhan nafsu terhadap kebutuhan uang dan popularitas semata. Melainkan sebagai sarana penyaluran aspirasi perempuan dalam memilih kepala daerah atau legislatif.

Kepemimpinan perempuan secara normatif memiliki legitimasi yang sangat kuat, baik secara teologis, filosofis, maupun hukum. Secara teologis, kesetaraan kedudukan perempuan disebutkan sama di hadapan Allah SWT. Hal ini ditunjukkan dalam salah satu firman Allah SWT pada QS Al Hujurat (49) ayat 13 : “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. Ayat tersebut menegaskan bahwa hamba yang paling ideal adalah hamba yang muttaqun. Tidak mengenal perbedaan jenis kelamin, suku bangsa dan kelompok etnis tertentu untuk mencapai derajat muttaqun. Laki-laki dan perempuan masing-masing mendapatkan penghargaan dari Tuhan sesuai kualitas ketakwaannya.

BACA JUGA :  Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era UU Omnibus Law

Secara filosofis, dijelaskan bahwa perempuan berasal dari kata per-empu-an “ahli/mampu”, yang bermakna bahwa perempuan merupakan seorang yang mampu melakukan sesuatu. Juga ditunjukkan dari konsep gender dimana perempuan dan laki-laki memiliki peran sosial yang dapat dipertukarkan.

Adapun secara hukum, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang telah disetujui oleh negara-negara anggota PBB, termasuk Indonesia menyebutkan sejumlah pasal yang memberikan kebebasan kepada perempuan untuk memilih pemimpin maupun menjadi pemimpin,

BACA JUGA :  Strategi Belajar Matematika yang Efektif Bagi Peserta Didik

Pasal 46 UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,  menjamin keterwakilan perempuan baik di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.

Selain itu, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarus Utamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional, mengharuskan seluruh kebijakan dan Program Pembangunan Nasional dirancang dengan perspektif gender, serta UU RI Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juga menyebutkan sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan.

Oleh karena itu, tak ada alasan bagi perempuan untuk berdiam diri di tengah arus politik yang sangat beriak ini.Perempuan dipastikan dengan ruang tersebut harusnya eksis dirana publik dan  tidak lagi dipandang menjadi beban Negara dimana identik dengan kemiskinan karena sudah turut serta dalam pengambilan keputusan.Bias gender yang selalu melabelkan perempuan sebagai makhluk yang lemah, semestinya dijadikan ukuran bahwa perempuan adalah makhluk anti korupsi, anti kecurangan, anti krimal, dan sebagainya. Karena itu perempuan sangatlah potensial dalam berkarya di level legislatif maupun eksekutif.

Tentunya tidak lepas dari harapan kita bahwa ruang politik yang terbuka bagi perempuan tersebut kiranya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Mengukir prestasi setinggi-tingginya, dalam rangka membantu pemerintah dengan tulus dalam mensejahterakan rakyatnya dan mengangkat harkat dan martabat bangsa.

Oleh : Ayumilawarty,SE

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini