Perzinahan Merajalela, Negara di Mana?

377
Drg Endartini Kusumastuti
Drg Endartini Kusumastuti

Berita perzinahan kembali marak. Belum terlepas dari ingatan, ramainya bungkus kondom yang tercecer di tempat-tempat publik dalam semarak pergantian tahun, kembali terciduk sekelompok artis di hotel berbintang di Surabaya. Belum juga tuntas kasus pelecehan seksual karyawan salah satu institusi plat merah, muncul juga perkosaan siswi SMP yang korbannya dibunuh. Berita-berita tersebut mengawali di penghujung tahun 2019. Rasanya sudah muak dengan berita-berita berbau seperti itu, yang seolah tak pernah habis ditemukan di media sosial.

Kasus prostitusi di negeri ini bak jamur yang susah diberantas, karena selain menghasilkan materi yang berlimpah, hukum yang berlaku pun yang mampu membuat jera pelakunya. Baik pengguna layanan prostitusi sendiri maupun pemberi jasanya. Bahkan berita yang terbaru, artis yang terciduk tersebut hanya sebagai korban dari bisnis ini. Ironisnya, pembelaan pun datang di netizen yang seolah memaklumi kesalahan si artis, yang setelah ditangkap lalu dibebaskan hanya dengan permohonan maaf ke publik. Bahkan ada yang membandingkan pekerjaan tersebut dengan ibu rumah tangga yang seolah tak bisa ‘menghargai’ dirinya daripada si artis.

Di era sekarang yang notabene berbasis kapitalis materialistis dengan dasarnya yang sekuleris liberal, mampu menjadikan orang mengatasnamakan materi di atas segala-galanya meskipun dengan jalan haram. Karena tak lagi melihat halal haram dalam bertindak, tetapi materi dan materi. Selama menghasilkan materi, maka selama itu pula dia lebih berharga daripada yang lain. Karena dengan materi, dia bisa melakukan segalanya. Kondisi ini makin miris ketika negara tak memiliki fungsi sebagai pelindung bagi warganya. Karena dinilai bahwa kebebasan individu adalah hak asasi warganya, meski individu tersebut hancur. Dengan latas belakang seperti itu, bukan hal yang mustahil, 5tahun ke depan generasi negeri ini akan hancur, bahkan negeri ini pun ikutan hancur. Karena perzinahan dan khamr telah dibebaskan sebebas-bebasnya berkeliaran.

BACA JUGA :  Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era UU Omnibus Law

Sistem saat ini benar-benar tak mampu mewujudkan manusia yang memiliki kemuliaan di dunia. Karena sosok individu manusia akan dinilai berharga ketika dia menghasilkan suatu materi, termasuk didalamnya peran ibu rumah tangga. Tak dipungkiri, di dalam sistem saat ini, tidak lagi memuliakan wanita. Karena kebebasan yang selalu diagung-agungkan dengan tidak meihat hakikat dari manusianya. Tentu sangat bertolak belakang dengan Islam.

Dalam Islam solusi bagi perzinahan amat jelas. Negeri dengan mayoritas muslim ini, hendaknya menyadari, bahwa Islam memiliki seperangkat aturan yang komprehensif bagi kehidupan manusia. Tak terkecuali mengatasi masalah freesex, perzinahan di antaranya. Generasi muslim akan senantiasa dididik bahwa tujuan utama dalam hidup adalah menjalankan kewajiban perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Muslim akan selalu mengikatkan perbuatannya dengan Sang Pencipta, bahwa dia hidup adalah untuk meraih keridhoan Allah. Begitu juga dalam aturan sosial masyarakat. Seorang muslim haruslah tunduk terhadap perintah Allah. Jika Allah melarang untuk mendekati zina, apalagi melakukan perbuatan itu. Tentu dengan peran negara yang memberikan sarana-sarana yang tidak membuka ke arah sana. Menutup kran kebebasan, memberikan aturan untuk tidak berpesta pora yang merupakan budaya hedonisme, serta memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku perzinahan, adalah salah satu solusi yang bisa diterapkan. Jika di dalam AlQuran jelas disampaikan bahwa hukuman pelaku zinah yang ghairu muhsan adalah dengan dijilid, pelaku yang muhsan adalah dengan dirajam, tentukan akan membuat orang jera untuk bertindak hal yang serupa. Apalagi jika hukuman tersebut dilakukan di depan publik. Belum lagi dalam memfilter arus informasi teknologi yang kian canggih. Negara amat berperan untuk menyaring konten-konten yang menimbulkan rangsangan birahi bagi yang menonton. Mulai dari video, ataupun tayangan di media. Semua itu tentunya negara yang memiliki peran, dengan tujuan untuk melindungi warganya agar terhindar dari perbuatab maksiat. Tak ada istilah kebebasan individu karena individu tersebut akan selalu terikat dengan aturan dari Pencipta manusia. Karena itulah perwujudan negeri yang baldatun thayibatun warabbun ghafur akan bisa ketika Islam menjadi sebuah aturan di negeri ini. Disinlah peran negara amat besar, menjadi pelindung bagi warganya.

BACA JUGA :  Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era UU Omnibus Law

Oleh : Drg Endartini Kusumastuti
Penulis adalah seorang Praktisi kesehatan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini