Resolusi Konflik, Kembalikan Wajah Buton yang Damai

1231
Pengamat Sosial Universitas Halu Oleo (UHO) Darmin Tuwu
Darmin Tuwu

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Pengamat sosial Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari Darmin Tuwu angkat bicara mengenai konflik antar warga yang terjadi di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Menurut Darmin, konflik yang terjadi di dalam masyarakat, skala besar ataupun kecil, sebaiknya segera ditangani dengan cepat, dan harus diselesaikan dengan tuntas sampai ke akar masalah.

Penyelesaian konflik, kata Darmin, bertujuan mengakhiri perilaku kekerasan dan mengeliminasi segala bentuk kerugian dan penderitaan yang ditimbulkan melalui suatu persetujuan perdamaian.

Baca Juga : Rusuh Dua Desa di Buton, 87 Rumah Terbakar dan 700 Warga Mengungsi

Rusuh Dua Desa di Buton, 87 Rumah Terbakar dan 700 Warga Mengungsi
KERUSUHAN – Kerusuhan yang terjadi di Desa Gunung Jaya, Kecamatan Siotopina, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra), Rabu (5/6/2019). sekitar 87 rumah terbakar dan sebanyak 700 warga mengungsi. (Istimewa)

Teorinya, resolusi konflik menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru yang bisa tahan lama di antara kelompok-kelompok yang bertikai dan bermusuhan.

Resolusi konflik mengacu pada strategi untuk menangani konflik terbuka dengan harapan tidak hanya mencapai suatu kesepakatan mengakhiri kekerasan, tetapi juga mencapai suatu resolusi dari berbagai perbedaan sasaran yang menjadi penyebabnya.

“Agar konflik Desa Gunung Jaya dan Desa Sampuabalo tidak berkepanjangan sehingga menimbulkan korban jiwa, dan kerugian materil berupa hilangnya harta benda dan rusaknya sarana prasarana publik dan hilangnya aset-aset berharga lainnya yang merugikan masyarakat, maka perlu penanganan yang segera, tuntas dan berjangka panjang,” terang Darmin Tuwu melalui keterangan tertulis, Sabtu (8/6/2019).

Baca Juga : 81 Terduga Pelaku Kerusuhan di Buton Ditangkap

81 Terduga Pelaku Kerusuhan di Buton Ditangkap
PELAKU KERUSUHAN – Sebanyak 81 orang terduga pelaku pembakaran 87 rumah yang mengakibatkan kerusuhan antar Desa Gunung Jaya dan Sampuabalo, Kecamatan Siotapina, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) berhasil ditangkap, Sabtu (8/6/2019). (Istimewa)

Pertama, dalam jangka pendek segera dilakukan peredaman api konflik yang sedang berkecamuk, menghentikan eskalasi pergerakan massa di antara kelompok-kelompok masyarakat yang bertikai, serta memproteksi masuknya bala bantuan dari luar desa.

Peran bupati Buton, Dandim Buton, Kapolres yang dibantu oleh tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda dari kedua belah pihak yang bertikai sangat diperlukan.

Kedua, langkah cepat pemerintah provinsi (Pemprov) dan pemerintah kabupaten dalam memberikan bantuan sosial dan menangani korban konflik sangat dibutuhkan.

Termasuk janji Gubernur Sultra Ali Mazi untuk membangun kembali rumah korban konflik menurut Darmin patut diapreasiasi.

Pembangunan kembali rumah korban yang rusak dan terbakar akibat konflik, harus dipastikan bahwa semua korban mendapatkan kembali rumah. Jika tidak demikian, maka dipastikan akan menambah daftar panjang masalah dan kekecewaan masyarakat.

Baca Juga : Temui Warga Dua Desa yang Bertikai, Ali Mazi Janji Pulihkan Situasi dan Rumah Warga

Temui Warga Dua Desa yang Bertikai, Ali Mazi Janji Pulihkan Situasi dan Rumah Warga
GUBERNUR SULTRA – Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi menemui warga Desa Gunung Jaya dan Desa Sampaubalo, Kabupaten Buton pascabentrok antara kedua desa beberapa waktu lalu. (Istimewa)

Ketiga, memberikan rasa keadilan hukum (rule of law) kepada para korban, serta menjamin rasa kedamaian, kenyamanan, dan keamanan bagi masyarakat Siontapina dengan cara menangkap, mengamankan atau mengadili oknum-oknum yang diduga sebagai provokator atau aktor konflik.

“Saya yakin dan percaya, TNI-Polri dapat bekerja secara profesional untuk menangani masalah ini. Tanpa langkah ini, maka semua upaya yang dilakukan di atas sama dengan membuang garam dalam laut alias upaya perdamaian akan menjadi sia-sia belaka,” pungkasnya.

Keempat, menghilangkan dasar konflik atau meniadakan akar atau sumber konflik yang terjadi dari tindakan mereka yang sedang berkonflik.

Baca Juga : Pascarusuh di Buton, Polisi Naikkan Status Keamanan di Sultra jadi Siaga Satu

Kelima, secara sosial budaya mengupayakan perdamaian yang jangka panjang. Caranya, mengaktifkan kembali lembaga-lembaga sosial yang dianggap lebih mampu menangkal dan menyelesaikan konflik.

Dalam budaya Buton ada falsafah hidup, “pomaa-maasiaka, popia-piara, dan powaangka-angkataka”. Falsafah hidup Buton ini nampaknya sudah tidak diamalkan lagi atau bahkan sudah hilang sama sekali dalam kehidupan masyarakat Buton dengan adanya konflik tersebut.

Harapan lain yang disampaikan Darmin perlu mengaktifkan kembali pranata sosial berbasis kearifan lokal yang mampu menjaga kampung dari pertikaian. Disaat bersamaan juga pemerintah daerah memberikan porsi yang besar kepada generasi muda untuk bekerja bersama pemerintah dalam mewujudkan Buton yang aman, damai dan sejahtera melalui upaya-upaya dan kegiatan pendidikan dan penelitian.

Baca Juga : Seorang Warga Buton Meninggal Usai Kerusuhan Pecah

Data terakhir yang dihimpun zonasultra, jumlah warga yang mengungsi akibat kerusuhan antara Desa Gunung Jaya dan Sampoabalo telah mencapai 1.062 orang.

Kabid Humas Polda Sultra AKBP Harry Goldenhardt menjelaskan, para warga diungsikan ke desa-desa terdekat di wilayah Kecamatan Pasarwajo di antaranya Desa Laburunci, Kelurahan Kombeli dan Desa Lapodi.

“Sebagian besar pengungsi merupakan korban bentrok yang rumahnya hangus terbakar. Para warga yang mengungsi juga telah menerima logistik dari pemerintah daerah (Pemda) dan dibuatkan dapur umum,” ungkap AKBP Harry Goldenhardt di Kendari, Jumat (7/6/2019). (b)

 


Reporter: Ilham Surahmin
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini