Tak Cukup Bukti, Kasus Kekerasan Jurnalis di Muna Dihentikan

119
Tak Cukup Bukti, Kasus Kekerasan Jurnalis di Muna Dihentikan
KEKERASAN JURNALIS - Sejumlah wartawan di Muna saat gelar aksi gantung Id Card di depan Mako Polres Muna, Rabu (27/3/2019). (Nasrudin/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, RAHA – Pengungkapan kasus dugaan kekerasan dan penghalang-halangan kerja jurnalis yang menimpa wartawan Kolaka Pos Ahmad Evendi oleh salah satu petugas RSUD Muna pada Maret 2017 lalu, kini dihentikan oleh penyidik Polres Muna. Polres telah menerbitan Surat Penghentian Penyelidikan Perkara (SP3).

Kasat Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Muna, AKP Muh Ogen Sairi mengatakan pihaknya melayangkan SP3 terhadap kasus yang menimpa wartawan Kolaka Pos karena tak memenuhi unsur dan alat bukti yang kuat.

“Gelar perkara dilakukan Polda, kasus perkara Ahmad tidak cukupnya alat bukti permulaan untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan, sehingga dihentikan,” terang Ogen, dalam keterangan persnya, Rabu (27/3/2019).

Sebelum penerbitan SP3 atas kasus yang mendera Ahmad, Polres Muna sebelumnya sudah melakukan upaya penyelidikan dengan memeriksa pelapor dan sejumlah saksi.

Baca Juga : Peringatan Hari Kebebasan Pers, AJI Kendari Desak Kapolda Tuntaskan Kasus Kekerasan Jurnalis Muna

“Kita sudah periksa sembilan saksi serta dua saksi ahli dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI),” jelasnya.

Berdasarkan keterangan dari PWI yakni Sudirman berpendapat bahwa kasus yang menimpa Ahmad Evendi tidak sesuai dengan kode etik jurnalis berdasarkan Undang- undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers yaitu wartawan harus mentaati kode etik jurnalistik.

“Setiap jurnalis harus menunjukan indentitas diri dalam meliput dan menjelaskan maksud dan tujuan saat mengambil gambar. Jurnalis wajib menghapus foto yang didapat tanpa izin apabila pemilik meminta dihapus, sebab pengambilan gambar harus diketahui pemilik terlebih dahulu,” kata Ogen yang merujuk keterangan Sudirman.

Sementara kata Ogen, pihak AJI oleh Jufri Rahim menilai perbuatan yang dilakukan oleh Ahmad Evendi sudah sesuai dengan etika dan kaidah jurnalistik. Kegiatan Jurnalis Ahmad sudah dihalang-halangi.

Bahkan hal itu, melanggar kemerdekaan pers pasal 5 dan 6 Undang-undang nomor 40 tahun 1999 bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi manusia yang dijamin oleh negara, pers bebas dari tindakan penekanan dan pencegahan untuk hak informasi masyarakat. Pasal yang bisa diterapkan adalah pasal 18 ayat 1 jo pasal 4 ayat 2 dan 3 undang undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers.

Untuk diketahui, kasus yang menimpa wartawan Kolaka Pos Ahmad Evendi bermula saat melakukan peliputan dugaan pungutan liar (Pungli) yang terjadi di RSUD Muna. Namun setelah dilakukan klarifikasi kepada Direktur RSUD Muna dr Tutut Purwanto menyatakan tidak ada pungutan dalam melakukan pengurusan SK honor sebesar 5.000 rupiah.

Setelah mengambil gambar, untuk kedatangan kedua kalinya di RSUD Muna, ada oknum enggan diambil gambarnya, yang berbuntut pada kekerasan perampasan handphone, hingga berujar cacian.

Atas kejadian itu, Ahmad Evendi melaporkan dugaan pidana kekerasan terhadap jurnalis dengan Laporan Polisi (LP) nomor LP/79/III/2017/SULTRA/RESMUNA tertanggal 27 Maret 2017, dengan menyetor bukti video dan telah diambil berita acara pemeriksaan (BAP).

Dua tahun berjalan kasus tersebut belum ada perkembangan. Puncaknya sejumlah wartawan, pada Rabu (27/3/2019) menggelar aksi di depan Mako Polres Muna, untuk penuntasan kasus dugaan kekerasan terhadap jurnalis di Muna. (B)

 


Kontributor: Nasrudin
Editor: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini